Ephesians 2:1-10
Ephesians 2:1-7
περιεπατήσατε
ποτὲ ἐν αἷς
1 Καὶ (ὁ θεὸς συνεζῳοποίησεν) ὑμᾶς
ὄντας νεκροὺς
τοῖς παραπτώμασιν
καὶ
ταῖς ἁμαρτίαις,
ὑμῶν
κατὰ τὸν αἰῶνα
τοῦ κόσμου
τούτου,
κατὰ τὸν ἄρχοντα
τῆς ἐξουσίας
τοῦ ἀέρος, = τοῦ
πνεύματος
τοῦ ἐνεργοῦντος
νῦν ἐν τοῖς υἱοῖς
τῆς ἀπειθείας
ποτε ἐν οἷς
καὶ ἡμεῖς πάντες
ἀνεστράφημέν
ἐν ταῖς ἐπιθυμίαις
τῆς σαρκὸς
ἡμῶν
ποιοῦντες τὰ θελήματα
τῆς σαρκὸς
καὶ τῶν διανοιῶν,
καὶ
ἤμεθα τέκνα
φύσει ὀργῆς
ὡς οἱ λοιποί
καὶ
δὲ ὁ θεὸς συνεζωοποίησεν
τῷ Χριστῷ
ἐστε σεσῳσμένοι
χάριτί
καὶ συνήγειρεν
καὶ συνεκάθισεν
ἐν τοῖς ἐπουρανίοις
ἐν Χριστῷ Ἰησοῦ,
διὰ τὴν ἀγάπην
πολλὴν
αὐτοῦ
γάπησεν ἡμᾶς
ἣν
ὢν πλούσιος
ἐν ἐλέει
ὄντας
νεκροὺς
καὶ
τοῖς παραπτώμασιν
ἵνα ἐνδείξηται τὸ πλοῦτος
ἐν
τοῖς αἰῶσιν ὑπερβάλλον τῆς χάριτος
τοῖς ἐπερχομένοις
αὐτοῦ
ἐν χρηστότητι
ἐφ᾽
ἡμᾶς
ἐν
Χριστῷ Ἰησοῦ.
Ephesians 2:8-9
γὰρ ἐστε σεσῳσμένοι
τῇ χάριτί
διὰ πίστεως, τῆς
καὶ τοῦτο (ἐστιν)
ἐξ ὑμῶν
οὐκ
(τοῦτο) (ἐστιν) τὸ
δῶρον
θεοῦ
(τοῦτο) (ἐστιν) ἐξ ἔργων
ἵνα μή οὐκ
τις
καυχήσηται
Ephesians 2:10
γάρ ἐσμεν ποίημα
κτισθέντες αὐτοῦ,
ἐν χριστῷ Ἰησοῦ
ἐπὶ ἔργοις
ἀγαθοῖς
ὁ θεός προητοίμασεν οἷς
ἵνα
περιπατήσωμεν
ἐν αὐτοῖς (Eph 2:1-10 BYZ)
Terjemahan Literal
1 And you He made alive,
who were dead in trespasses and sins, 2 in which you once walked
according to the course of this world, according to the prince of the power of
the air, the spirit who now works in the sons of disobedience, 3
among whom also we all once conducted ourselves in the lusts of our flesh,
fulfilling the desires of the flesh and of the mind, and were by nature
children of wrath, just as the others. 4 But God, who is rich in
mercy, because of His great love with which He loved us, 5 even when
we were dead in trespasses, made us alive together with Christ (by grace you
have been saved), 6 and raised us up together, and made us
sit together in the heavenly places in Christ Jesus, 7 that
in the ages to come He might show the exceeding riches of His grace in His
kindness toward us in Christ Jesus. 8 For by grace you have been
saved through faith, and that not of yourselves; it is the gift of God, 9
not of works, lest anyone should boast. 10 For we are His
workmanship, created in Christ Jesus for good works, which God prepared
beforehand that we should walk in them.
Spiritual Truth
Ide Utama : Kasih Karunia Allah Mengembalikan
Kodrat Ilahi Manusia Melalui Karya Kristus
Ide
Pendukung :
Alasan Kasih Karunia (Efesus 2:1-3)
1. Manusia
diciptakan akibat dari aliran kasih tanpa henti dari Bapa kepada Firman melalui
Roh Kudus dan Firman kepada Bapa melalui Roh Kudus. Tujuan diciptakannya
manusia adalah supaya manusia dapat mengambil bagian dalam hidup dan kasih
Allah tersebut (Theosis). Namun sebelum manusia pertama mencapai panunggalan
(Theosis) itu, manusia telah jatuh dalam dosa dalam wujud ketidaktaatan
sehingga terkungkung di dalam kekuatan gelap yang jahat.
2.
Manusia yang bersifat daging telah
terjual dibawah kuasa dosa ( Roma 7:14) sehingga
manusia tak dapat dengan kekuatannya sendiri melepaskan diri dari “kuasa” dosa
itu.
3.
Orang yang berbuat dosa itu yang harus mati sebab “kuasa dosa” yang diam dalam dirinya menyebabkan kematian bagi manusia
(Roma 6:23). Maut yang menimpa tubuhnya ini adalah sebagai akibat dari maut yang
menimpa rohnya yang ditundukkan oleh “kuasa dosa” sehingga roh itu tidak akan
dapat
kembali kepada kemulian dari Allah yang
Hidup itu.
Wujud kasih karunia (Efesus
2:4-9)
4.
Keberadaan kemanusiaan itu
dikuasai oleh tiga hal negatif yang menyebabkan manusia kehilangan hidupnya
yakni Iblis, Dosa, dan Kematian. Ketiga hal tersebut harus dilepaskan jikalau
manusia harus manunggal (bersatu kembali)
kepada Allah. Ini dilakukan Allah dalam kasihNya yaitu dengan memberikan
kasih karunia (Ef 2:4-7) melalui FirmanNya itu turun ke dunia menjadi
manusia untuk memusnahkan kuasa Iblis, Dosa, dan Maut itu.
5.
Yang mengharuskan manusia ditebus oleh karya Yesus Kristus
melalui penyaliban, kematian, penguburan, kebangkitan, kenaikan, dan dudukNya
disebelah kanan Allah itu.
6.
Kasih Karunia Allah telah Mengembalikan
Kodrat Ilahi Manusia Melalui Karya Kristus dengan memberikan
keselamatan kepada manusia. Sehingga keselamatan
itu berasal dari “penebusan” Allah melalui karya Kristus, sebagai hadiah
gratis, bukan sebagai hasil usaha perbuatan manusia sendiri. Amal saleh dan
kebaikan muncul akibat dari karya keselamatan itu, karena kuasa Roh Kudus yang
bekerja dalam kehidupan orang yang sudah manunggal kepada Allah dalam penebusan
Yesus Kristus itu.
Dampak Kasih Karunia
(Efesus 2:10)
7.
Akibat keselamatan itu adalah manusia dimampukan
untuk melakukan perbuatan
baik yang adalah buah iman. Orang yang sudah manunggal kepada Allah dalam
penebusan Kristus berbuat baik bukan “supaya” mendapat
keselamatan, namun “karena” telah menerima keselamatan
itu akibat karya Kristus. Dan tujuan berbuat baik untuk menanggapi karya Roh
Kudus bagi suatu pengudusan yang sempurna, sehingga kita memetik buah dan hasil
dari panunggalan kita dengan Kristus yaitu pemuliaan kekal, atau “theosis” (“ikut
ambil bagian dalam kodrat ilahi – II Pet. 1:4-, dan“menjadi sama
seperti Dia” – I Yoh. 3:2)
Semantic Content
Alasan Kasih
Karunia : God is God’s Hyper Grace
Yancey dalam What’s so amazing about grace
menuliskan sebuah kalimat yang menjadi fokus dari bukunya, yaitu sebuah kutipan
dari novel Georges Bernanos Diary of a Country Priest yang mengatakan, “
Kasih karunia ada di mana-mana.”[1] Ia kemudian memberitahu
dan menunjukkan kepada pembaca mengenai dunia tanpa kasih karunia melalui
narasi-narasi yang nyata dan pernah terjadi. Penekanan ini diberikan oleh
Yancey sebab ia ingin pembaca dalam pikirannya tidak hanya berfokus kepada
keselamatan saja melainkan kepada “kasih karunia”. Hal ini juga disetujui oleh
John Bunyan pada sebuah kalimat dalam cerita kisah hidupnya, ia mengatakan
“Grace abounding to the chief of sinner”.[2] Hal ini
menarik oleh karena grace menjadi
sangat penting dan yang menjadi
sentralnya adalah God is God’s Hyper Grace. Mengapa kasih karunia? Manusia
diciptakan akibat dari aliran kasih tanpa henti dari Bapa kepada Firman melalui
Roh Kudus dan Firman kepada Bapa melalui Roh Kudus. Tujuan diciptakannya
manusia adalah supaya manusia dapat mengambil bagian dalam hidup dari kasih
Allah tersebut (Theosis).
Namun sebelum manusia
pertama mencapai panunggalan (Theosis) itu, manusia telah jatuh dalam dosa
dalam wujud ketidaktaatan sehingga terkungkung di dalam kekuatan gelap yang
jahat. Kini manusia yang bersifat daging berada dibawah kuasa dosa (
Roma 7:14). Sehingga
manusia tak dapat dengan kekuatannya sendiri melepaskan diri dari “kuasa” dosa
itu. Artinya meskipun manusia dapat mencegah beberapa aspek dari manifestasi
dosa, namun untuk mencabut dan menghilangkan “kuasa” atau “kekuatan dorongan”
dari dosa itu sendiri ia tak dapat menghilangkan atau mencabutnya sama sekali
dalam dirinya, yang berarti di dalam diri manusia ada suatu kekuatan yang disebut
“dosa” yang mendorong dia untuk melakukan apa yang disebut sebagai “dosa-dosa”.
Bagaimana kerja dosa itu? Bapa-bapa gereja Philokalia telah memberitahukan
bagaimana proses terjadinya dosa demikian:
1. The mind receives a suggestion or stimulation. If the
mind is attentive, it will notice the provocation and will close the door on
it. If not, then, 2. The soul will dialogue with the suggestion and give its
assent to it (as Eve did with the serpent), whereupon it becomes sinful because
it consents to the thought with some pleasure. 3. There is a union or coupling
with the thought in which the mind surrenders itself to the suggestion and
begins to dwell with it. 4. The mind is made
captive by the thought as it readily consents to it time and again. 5. Finally we fall so
completely under the power of the suggestion that we are no longer free to
resist it. It becomes a passion. We become its slaves. Is there hope for those who are enslaved by the
passions of the flesh? There most certainly is! Having fought the passions
personally the Fathers of the Philokalia have charted a way of victory for us.
Echoing the words of the Apostle Paul, “And those who belong to Christ Jesus
have crucified the flesh with its passions and desires” (Gal. 5:24), they
demonstrate exactly how “the passions and desires” of the flesh can be
crucified.
Demikianlah
di dalam dunia di luar kristus, manusia berada dalam kuasa iblis , sebagaimana
yang dikatakan”kamu
dahulu….mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa,
yaitu roh yang sekarang sedang bekerja diantara orang-orang durhaka”
( Efesus 2:1-2), juga :”…seluruh
dunia di bawah kuasa si jahat” ( 1 Yohanes 5:19), serta “…lepaskan kami dari si jahat” (
Matius 6:13). Disamping manusia diluar kristus itu berada di bawah naungan si
jahat yaitu iblis, mereka juga dibawah naungan kekuatan negatif yang
menyebabkan mereka tak dapat melakukan apa yang baik yang mereka kehendaki.
Karena itu lebih mudah manusia berbuat buruk daripada berbuat baik, dan
kekuatan negatif inilah tirani
dosa, yang membuat manusia diperbudak kepada hawa-nafsu, sebagaimana yang dikatakan:”sebab bukan apa yang kukehendaki, yaitu
yang baik, yang aku perbuat. melainkan apa yang tidak aku kehendaki yaitu
yang jahat, yang akau perbuat. jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku
kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di
dalam aku…..dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di
dalam anggota-anggota tubuhku” ( Roma 7:19-21).
Demikianlah manusia menjadi tawanan dan diperbudak oleh dosa dan hukum dosa
yang ada didalam dirinya. Kuasa iblis yang mencengkeram manusia itu memang
bekerjanya melalui hukum dosa dan kuasa dosa yang ada di dalam diri manusia
itu. dan hukum dosa serta kekuatan dosa itu mengarahkan manusia kepada
kematian, karena “upah dosa
adalah maut” (Roma 6:23). serta:”…sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang (yaitu
Adam akibat ketidak-taatannya), dan
oleh dosa itu juga (masuknya) maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena
semua orang telah berbuat dosa ( Roma 5:12).
Lalu apa
yang menjadi konsekuensinya? ”Orang
yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung
kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang
benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan
tertanggung atasnya.” (Yehezkiel 18:20). Jika jelas dikatakan bahwa
“Anak tidak akan turut menanggung
kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya.”,
maka jelas bahwa orang lain termasuk Yesus tak akan menanggung dosa atau
pelanggaran moral masing-masing orang, tanggung jawab moral harus ditanggung
masing-masing orang, karena Alkitab juga mengatakan ” Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri.”(Galatia
6:5). Dengan demikian seharusnya si orang Kristen ini mengerti sesuai dengan
ajaran Alkitab yang dipercayainya bahwa penebusan dosa bukan berarti pelepasan
manusia dari tanggung jawab moral dan akhlak masing-masing, namun pelepasan
dari “kuasa dosa” yang diam dalam dirinya, yang menyebabkan kematian bagi
manusia, karena “upah dosa adalah maut” (Roma 6:23). Dan maut yang menimpa
tubuhnya ini sebagai akibat dari maut yang menimpa rohnya yang ditundukkan oleh
“kuasa dosa” ini, sehingga jika dia nanti mati, roh itu tidak akan dapat
kembali kepada kemulian dari Allah yang Hidup itu. Dan itulah yang hendak
ditebus oleh karya Yesus Kristus melalui penyaliban, kematian, penguburan,
kebangkitan, kenaikan, dan dudukNya di sebelah kanan Allah itu.
Wujud
Kasih Karunia: Allah
Mengembalikan Kodrat Ilahi Manusia Melalui Karya Kristus
Hanya Firman Allah saja yang dapat
memulihkan kerusakan kodrat manusia yang telah rusak. Sebab kedatangan Firman
Allah ke dunia ini adalah “untuk manusia” karena “ demikian besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga dikaruniakanNya Anak-Nya yang Tunggal itu” (Yoh 3:16).
Tujuan penjelmaan Firman Allah menjadi manusia itu adalah bagi keselamatan
manusia, sebab hanya Allah saja yang dapat menyelamatkan manusia dan Alkitab dengan
tegas mengatakan bahwa Firman Allah adalah Allah (Yoh 1:1). Dengan mengenakan Tubuh Kemanusiaan oleh InkarnasiNya itu,
Firman Allah telah menyandang “..daging, yang serupa dengan daging yang
dikuasai dosa” karena adanya dosa itu tadi (Roma 8:3), meskipun secara pribadi
Firman Allah Yang Menjelma itu “tidak mengenal dosa” ( II Kor. 5:21). Namun setelah
mengenakan “daging yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa itu” Firman
Allah yang Menjelma yaitu Yesus Kristus itu lalu “menjatuhkan hukuman atas dosa
di dalam daging” (Roma 8:3) yang telah dikenakan-Nya itu. Caranya dengan masuk
dalam derita, naik ke atas salib, mati, dan dikuburkan. Kematian Kristus adalah
wujud taatNya secara mutlak kepada Allah ”…Kristus Yesus…dalam rupa Allah
( karena Ia adalah Firman Allah yang adalah “Allah”, Yoahanes 1:1)….kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik….mengosongkan diri-Nya…menjadi sama dengan
manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya
dan taat sampai mati,bahkan sampai mati di
kayu salib” (Filipi 2: 5 -8). Demikian sesuai dengan apa
yang dikatakan Romo Daniel dalam Aku Percaya
bahwa:
Salib itu menjadi sarana peleburan dan pelepasan kemanusiaan
Adam dari kuasa “ketidak-taatan” yaitu Dosa. Maka Salib itu telah menghukum
dosa yang ada dalam daging, karena yang disalibkan adalah daging kemanusiaan
yang dikenakan Firman Allah dalam PenjelmaanNya itu. Demikianlah melalui Salib
itu kemanusiaan Adam dipulihkan oleh Adam yang Akhir: Yesus Kristus, Firman
Allah Yang Menjelma ini.[3]
Dengan
demikian Penyaliban, Penguburan Dan
Kebangkitan Kristus adalah cara bagaimana penebusan itu dilakukan.
Penebusan artinya manusia dilepaskan dengan suatu bayaran dari kekuatan gelap
yang mengungkungnya. Kekuatan gelap yang jahat itu adalah Iblis, dosa dan maut.
Bayaran yang diberikan untuk melepaskan manusia dari kungkungan Ibllis, Dosa
dan maut itu adalah Derita, Penyaliban, Kematian dan Penguburan Kristus.
Mengapa demikian? Sebab manusia tidak diciptakan untuk mati. Maut hanya
diancamkan “pada hari” ( Kejadian 2:16-17) manusia melanggar perintah Allah.
Dan ternyata manusia melanggar perintah itu ( Kejadian 3: 6), maka mautpun
menjadi akibatnya ( Kejadian 3: 19), karena memang “upah dosa adalah maut”
(Roma 6:23). Manusia kehilangan hidup kekal, dan terusir dari sorga ( Kejadian
3:22), jadi manusia berada dibawah kuasa maut.
Sekali lagi ini adalah
kasih karunia Allah yang hyper sebab
bukan hasil usaha kita! (Efesus 2:8), Dengan demikian karya Kristus dalam Penebusan-Nya
adalah sebagai Penggenapan Penghapusan Dosa oleh Korban-Korban dalam Taurat. Mengapa? Manusia pertama telah jatuh ke dalam dosa dan itu menular kepada manusia-manusia
berikutnya, kemuliaannya hilang ( Roma 3:23), sehingga mereka melihat
ketelanjangan diri mereka, dan mencari daun-daun untuk menutup ketelanjangan
diri akibat dosa itu ( Kejadian 3: 7). Namun
Allah tak berkenan dengan cara usaha manusia sendiri untuk menutup dan
menghilangkan akibat dosa itu. Allah memberikan cara-Nya sendiri untuk menutup
atau menghapus dosa manusia itu dengan jalan :”..membuat pakaian dari kulit binatang untuk
manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka” ( Kejadian 3:21). Ini berarti ada binatang disembelih oleh Allah, dan itu berarti
ada darah tercurah. Hasil dari darah tercurah itu yang “dikenakan “ kepada Adam
dan Hawa yang telanjang akibat dosa itu. Dengan demikian akibat dosa itu
tertutupi oleh dampak tercurahnya darah. Dosa itu hilang akibat darah.
Karena “….segala sesuatu disucikan dengan darah, dan tanpa
penumpahan darah tidak ada pengampunan” ( Ibrani 9:22). Jadi dalam Dialah ada penebusan,
pelepasan, dan keselamatan kekal, dan sempurna. Kita tak membutuhkan yang lain
di luar Dia, sebab tak ada manusia agung siapapun yang telah melakukan apa yang
dilakukan Sang Kristus dalam mengalahkan dosa dan kematian ini. Ia dapat
melakukan semuanya ini, karena Ia adalah Firman Allah, yang memiliki kekekalan
pada diriNya sendiri.
Itulah
karya Allah yang Maha Dahsyat melalui Penyaliban. Kematian dan
Kebangkitan “FirmanNya yang Menjadi Manusia” bagi keselamatan dan
pelepasan manusia dari kodratnya yang telah rusak, yang berada dalam keadaan
salah dan tertuduh, serta dibawah kuasa kutuk, Iblis, dosa dan Maut itu. Dan
karya pelepasan total akibat Penyaliban, Kematian dan Kebangkitan Kristus
inilah yang disebut“Penebusan”. Dan ini akan menjadi “Keselamatan” bagi
mereka yang mau menerimanya dengan iman, dan menerapkan karya Kristus yang
sudah sempurna dan yang sekali untuk selamanya itu dalam kehidupannya.
Dampak Kasih Karunia: Iman dan Perbuatan Baik
Yancey dalam What’s So
Amazing Grace berhasil memaparkan hasil permainan sebuah kata sebagai
kuncinya yang kemudian semua bersumber dari satu kata tersebut. Kata itu adalah
“grace”. Ia menjelaskan begitu rupa seperti mengucapkan doa makan,
mensyukuri makanan sehari-hari sebagai berkat dari Tuhan, disebut “say
grace”. Merasa berterimakasih atas kebaikan seseorang disebut grateful,
senang karena berita baik disebut gratified, memberi selamat dengan “congratulation,”
sementara keramahan dan kedermawanan disebut gracious. Semua itu berakar
dari kata grace yang sama. Dengan demikian grace
menjadi suatu hal yang sangat penting dalam keberadaan dunia ini. Sangat
mengerikan jika membuka kebenaran yang sesungguhnya mengenai dunia tanpa kasih
karunia melalui narasi-narasi yang nyata dan pernah terjadi. Paulus dalam surat
Efesus ini memberitahukan bahwa yang seharusnya menjadi penekanan pikiran
jemaat Efesus tidak hanya berfokus kepada keselamatan saja melainkan kepada
“kasih karunia”.
Kasih karunia inilah yang membawa manusia kepada sukacita dan
mengubah air mata dukacita karena kegelapan yang melingkupinya menjadi air mata
sukacita. Sebab air mata sukacita
tersebut merupakan hasil kasih karunia Allah yang membawa dirinya kepada keselamatan
melalui pertobatan. Air mata kesedihan menyebabkan sukacita. Menangis
bisa bertahan semalaman, tetapi kegembiraan tiba di pagi hari, kata
pemazmur. Air mata ini, tulis St.
Yohanes Krisostomus, jangan membawa kesedihan mereka membawa lebih banyak kegembiraan dari pada
semua tawa dunia bisa menikmatinya. Orang-orang yang menabur dengan air mata
akan menuai dengan teriakan gembira, kata pemazmur
(126: 5). Archim. Sophrony menulis, "Berawal dari pertobatan yang pahit,
tangisan berkembang menjadi air mata pengangkatan dengan cinta Ilahi. Dan
inilah pertanda bahwa doa kita didengar dan melalui tindakannya kita menjalani
kehidupan baru yang tidak dapat binasa. Jadi dibalik air mata kesedihan
ada sukacita atau kegembiraan yang luar biasa yang akan kita rasakan karena air
mata memiliki kekuatan yang sangat luar biasa di dalam diri kita. Dan sukacita
yang kita rasakan lebih besar dibandingkan dengan kesedihan yang kita rasakan.
Jadi keselamatan itu anugerah bukan tingkah laku manusia. Allah
memberikan keselamatan pada manusia dan kasih karunia dalam diri manusia. Jauh
berada dalam struktur jiwa manusia yang meliputi aspek kognitif, psiko sosial,
need, spiritual, moral, psikosexual. Allah memberikan kasih karunia yang dimasukkan
di dalam tubuh kita bukan diluar tubuh kita. Agustinus mengatakannya implanted
sedangkan Luther mengatakannya bahwa kasih karunia itu imputed yaitu menyatu dengan struktur manusia. Dengan demikian
sejalan dengan Filipi 1:12 bahwa manusia yang sudah diselamatkan harus work out. Pada saat kasih karunia
menyatu dalam tubuh kita. Maka iman itu sudah menyatu dengan kasih karunia (Filipi
1:6 Dia yg memulai… Iman juga anugerah.. oleh karena iman itu di dalamnya ada
kasih karunia). Dalam bahasa latin Semper
Iustus et Peccata, Manusia yang telah dibenarkan, pada saat yang sama
manusia itu pendosa. Dengan demikian dampak daripada Kasih karunia adalah menjadi satu dengan iman.
Allah memberikan kasih karunia dan manusia menerima kasih karunia setelah exercise receive faith. Jadi apa itu
iman ? John Piper dalam Knowing God mendefinisikan iman sebagai inevitable phenomenon in which is
positioned before God and has only one choise that's to worship Him. Jadi
kalau kita dalam psikososial ingin mengaplikasikan firman itu karena kasih
karunia, maka ketika kita mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar ini
tidaklah otomatis. Sehingga kasih karunia bisa kita lupakan, bisa kita ignore, bisa kita matikan suaranya. Karna
iman itu baru menjadi nyata ketika kita worship
Him. Dengan demikian maksud dari Paulus dalam Efesus ini adalah kita dapat melihat bahwa Tuhan itu
menyelamatkan manusia dengan memberikan kasih karunia,supaya jangan kita
memegahkan diri kita. Bagian dari natur kita yakni perasaan, pikiran, watak dan
kepribadian kita, itu menjadi sarana dari kehadiran iman. Dan tidak ada yang tahu
kapan menerima kasih karunia. Kasih karunia itu bekerja memakai pikiran kita.
Sesuatu yang menggerakkan pikiran kita kepada Allah dalam Kristus adalah kasih
karunia. Ketika kita merasa butuh Tuhan hal itu dimulai dengan kesadaran kita.
Dengan demikian kasih karunia memakai semua life
structure kita.
Dampak berikutnya adalah buah dari iman yaitu perbuatan baik
(Yakobus 2). Seorang yang sudah manunggal kepada Allah dalam penebusan Kristus
berbuat baik bukan “supaya” mendapat keselamatan,
namun “karena” telah menerima keselamatan itu akibat
karya Kristus. Dan tujuan berbuat baik itu bukan untuk mencari sanjungan, namun
untuk menanggapi karya Roh Kudus bagi suatu pengudusan yang sempurna, sehingga
kita memetik buah dan hasil dari panunggalan kita dengan Kristus yaitu
pemuliaan kekal, atau “theosis” (“ikut ambil bagian
dalam kodrat ilahi – II Pet. 1:4-, dan“menjadi sama seperti Dia”
– I Yoh. 3:2). Hal ini juga yang tercermin daripada seorang yang telah mencapai
kedewasaan penuh. Philokalia dengan komperehensif menjelaskannya demikian:
To be mature in
Christ means in its negative aspect to put
away childish things: self-centeredness, insistence on having one’s own
way, anger, blaming others, envy, jealousy. To be a mature Christian in its
positive aspect means to become more and more like Christ. Merely growing up is
not enough. We are to grow up into something that is perfectly mature, and that
for us Christians, is Christ. “Be
ye perfect as I am perfect,” said Jesus. Lecomte du Nouy, the French physicist,
once wrote, “The perfect man is not a myth: he has lived in Christ.” To be
mature is to grow by the power of the Holy Spirit more and more like unto that
perfect man: Jesus. “That you may grow up in all things into Him who is the
head, even Christ” (Ephesians 4:15). To be mature in Christ is part of what it
means to be spiritual. It is a life-long task that is accomplished by the Holy
Spirit through daily repentance.
Sekarang telah menjadi jelas bahwa kasih karunia memberi dampak
seseorang untuk memiliki iman yang harus disertai dengan perbuatan baik,
perbuatan baik seperti apa yang dimaksud? 1 Korintus 13 mengungkapkan
kebenarannya dengan jelas bahwa tidak ada kasih maka itu tidak ada faedahnya.
Jadi yang menjadi kunci daripada iman Kristen yang telah mencapai kedewasaan
penuh adalah Kasih. Bagaimana
caranya? grace dan freewill manusia harus bekerja sama. Mengapa demikian? Tuhan
tidak akan bisa bekerja melalui kita jika kita masih mengeraskan hati kita. Jadi
segala sesuatu adalah sinergy. Ketika
kasih karunia dan iman bekerja sama maka menghasilkan perbuatan baik. Maksudnya
adalah Ontological Goodness yakni God
sebagai the first mover dari setiap
kebaikan kita. Sekali lagi perbuatan baik yang kita lakukan itu tidak terlepas
dari kesinergitasan kita dan Allah.
Summary
Karena
kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman (Efesus 2:8). Maskud dari ayat tersebut adalah
keselamatan itu pemberian cuma-Cuma dari Allah (kasih karunia), dan oleh iman
merupakan respon manusia yang menyelamatkannya. Dengan demikian iman kepada
Yesus itu berarti mengetahui, setuju, dan mengandalkan Yesus di dalam hidupnya.
Kasih Karunia Allah telah Mengembalikan Kodrat Ilahi
Manusia Melalui Karya Kristus dengan memberikan keselamatan kepada
manusia. Sehingga keselamatan
itu berasal dari “penebusan” Allah melalui karya Kristus, sebagai hadiah
gratis, bukan sebagai hasil usaha perbuatan manusia sendiri. Amal saleh dan
kebaikan muncul akibat dari karya keselamatan itu, karena kuasa Roh Kudus yang
bekerja dalam kehidupan orang yang sudah manunggal kepada Allah dalam penebusan
Yesus Kristus itu. Akibat keselamatan itu adalah manusia dimampukan
untuk melakukan perbuatan
baik yang adalah buah iman. Orang yang sudah manunggal kepada Allah dalam
penebusan Kristus berbuat baik bukan “supaya” mendapat keselamatan,
namun “karena” telah menerima keselamatan itu akibat
karya Kristus. Dan tujuan berbuat baik untuk menanggapi karya Roh Kudus bagi
suatu pengudusan yang sempurna, sehingga kita memetik buah dan hasil dari
panunggalan kita dengan Kristus yaitu pemuliaan kekal, atau “theosis” (“ikut
ambil bagian dalam kodrat ilahi – II Pet. 1:4-, dan“menjadi sama
seperti Dia” – I Yoh. 3:2)
Aplication
Paulus dalam Efesus memberikan penekanan kepada penerima surat
Efesus ini supaya dalam pikirannya tidak hanya berfokus kepada keselamatan saja
melainkan kepada “kasih karunia”. Hal ini sudah terjadi pada orang Kristen
injili yang kuat dalam keselamatan, tetapi sering
lemah dalam kasih karunia. Hal ini yang seharusnya menjadi kerinduan bagi
gereja-gereja untuk melihat masa-masa di mana gereja tidak dianggap sebagai
klub orang-orang benar atau sarang kebenaran politis, tetapi lebih merupakan
komunitas orang berdosa yang terbuka bagi semua orang berdosa. Kasih karunia tidak menyetujui dosa, tetapi menghargai
pendosa. Kasih karunia sejati mencengangkan, tidak masuk di akal. Ia
mengguncang suatu adat kebiasaan dan dengan kegigihannya untuk mendekati orang
berdosa dan menyentuh mereka dengan belas kasih dan harapan. Hal ini yang
menjadi maksud di mana gereja seharusnya tidak kehilangan kasih karunia. Sebab semua karya agung Allah itu semua tidak
terlepas dari kasih Allah.
[1] Philip Yancey, Keajaiban Kasih Karunia: What’s so amazing about grace? (Batam:
Interaksara, 1999), 15.
[2] John Bunyan, Grace Abounding to the Chief of Sinner (Surabaya: Momentum, 2005),
3.
[3] Akhimandrite Daniel B. Byantoro, AKU PERCAYA: Penjelasan Pengakuan iman Nikea
(Gereja Orthodox Indonesia, 2012), 43.