PENDEKATAN BEHAVIORAL DAN KOGNITIF
SOSIAL
Pembelajaran atau proses belajar
merupakan fokus utama dalam psikologi pendidikan. Pembelajaran (learning)
adalah pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir
yang diperoleh melalui pengalaman. Tidak semua yang kita ketahui diperoleh
melalui belajar melainkan secara alami dari tubuh biologis itu sendiri.
Contohnya menelan, berkedip, mengeluarkan metabolisme. Sedangkan pembelajaran
haruslah melalui proses belajar yakni membaca, menggunakan komputer, menyetir,
memasak,dll. Adapun terdapat
beberapa teori – teori psikologi pendidikan yang menjadi konsep dasar
pelaksanaan psikologi dalam dunia pendidikan yakni teori Behaviorisme, Keefektifan
antara Pengondisian Klasik dan Operan pada Anak, juga teori dan Strategi
Kognitif.
Pengondisian Klasik
Sebelum
memilih pengondisian yang lebih efektif kita harus tahu dulu apa yang dimaksud
dan dibahas dalam kedua pengondisian ini. Pembelajaran dibagi atas dua yaitu
asosiatif dan observasi. Dalam pembelajaran asosiatif terdapat dua pengondisian
yang akan kita bahas, yaitu pengondisian klasik dan operan.
Apa
itu pengondisian klasik? pengondisian klasik itu adalah tipe pembelajaran
dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli.
teori pengondisian klasik ini diperkenalkan oleh Ivan Pavlov saat sedang
mengeksperimenkan anjingnya. Disini Pavlov mengasosiasikannya dengan stimulus
yaitu unconditioned stimulus (UCS), Unconditioned response (UCR),
Conditioned stimulus (CS), Conditioned Response (CR). Pavlov memberikan
makanan kepada anjingnya dan anjingnya mengeluarkan air liur, saat dia
membunyikan bel anjingnya tidak mengeluarkan air liur, kemudian Pavlov
mengasosiasikan setiap kali ada makanan akan ada bunyi bel dan anjing
mengeluarkan air liur, lalu setiap kali
bel terdengar anjing akan mengeluarkan air liur. Demikian sebelum pengondisian daging adalah UCS dan
air liur adalah UCR, namun setelah diberikannya pengondisian yaitu saat anjing
diberikan makanan dengan bunyi bel, setiap kali bel berbunyi itu adalah CS dan
anjing akan mengeluarkan air liur itu adalah CR.
Lalu
bagaimana cara menghubungkannya dengan pendidikan? Kita bisa memberikan
stimulus yang menyenangkan atau yang disukai oleh anak-anak, sehingga mereka
bisa memberikan respon yang baik dan aktif saat sedang ada di kelas. Guru harus
bisa memberikan pengondisian stimulus yang bisa menghasilakan pengondisian
respon yang diinginkan. Guru atau pengajar seharusnya tidak boleh memberikan
stimulus yang memberikan rasa cemas dan takut terhadap anak-anak karena akan
menghasilkan respon yang tidak baik pula, mereka akan merasa terpaksa mengikuti
pelajaran dan merasa tertekan.
Pengondisian Operan
Pengondisian operan adalah sebentuk pembelajaran
dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam
probabilitas perilaku itu akan diulangi.
pengondisian operan ini pertama kali dipelopori oleh E.L. Thorndike dan
dibenarkan kembali oleh B.F. Skinner. Thorndike mempelajari seekor kucing dalam kardus yang pintunya dikunci dan
hanya bisa dibuka jika kucing tersebut menekan pijakan yang terdapat dalam
kardus dan seekor ikan diletakkan di depan kardus sehingga kucing tersebut bisa
mencium aroma dari ikan tersebut. Pertama-tama kucing melakukan respon yang
tidak efektif seperti menggigit atau mencakar pintu kardus tersebut, sampai dia
tidak sengaja menginjak pijakan tersebut sehingga palang tersebut terbuka.
Percobaan-percobaan seperti itu terus diulang sampai akhirnya kucing tersebut
mengerti cara membuka pintu tersebut. berdasarkan eksperimen yang dilakukan
oleh Thorndike, dia mengeluarkan hukum efek (law effect) yang menyatakan bahwa
perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku
yang diikuti dengan hasil negatif akan diperlemah.
Dalam pengondisian operan ada yang
disebut dengan penguatan atau reinforcement. penguatan ini dibagi atas
dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
1. Penguatan Positif (Positive Reinforcement)
1. Penguatan Positif (Positive Reinforcement)
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena
diikuti dengan stimulus yang mendukung. Contohnya orang tua memuji karena
anaknya melakukan tugasnya dengan benar. Jadi, ada kemungkinan anak itu akan
melakukan tugasnya dengan baik lagi karena dia mendapat pujian.
2. Penguatan Negatif (Negative Reinforcement)
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respon
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan. Contohnya
anak yang menyapu halaman rumahnya karena tidak suka mendengar omelan ibunya.
Jadi, dia menyapu rumahnya untuk menghilangkan omelan ibunya.
Bagaimana dengan penerapan
pengondisian operan dalam kelas? Guru atau pengajar akan terus memberikan
penguatan baik itu dalam positf maupun negatif karena disini guru akan
memancing murid untuk melakukan tugasnya baik dia suka maupun dia suka.
Maksudnya, jika dia suka dia pasti akan melakukan tugasnya dengan baik dan dia
mendapatkan pujian untuk hasil tugasnya, sedangkan jika dia tidak suka mungkin
guru akan memberikannya nasihat atau teguran karena hasil yang dia dapatkan
tidak maksimal sehingga dia memilih untuk melakukan tugasnya dengan baik untuk
menghentikan teguran dari guru tersebut.
Setelah mengetahui tentang
pengondisian klasik dan operan, pengondisian yang mana yang lebih efektif untuk
digunakan guru atau pengajar dalam mendidik?
Menurut kelompok kami, lebih efektif
jika guru atau pengajar menggunakan pengondisian operan. Mengapa? karena jika
kita menggunakan pengondisian klasik belum tentu stimulus yang kita berikan
akan menghasilkan respon yang kita inginkan dan stimulus yang kita berikan
belum tentu langsung diberikan respon. Jika kita menggunakan pengondisian
operan maka murid akan belajar dengan melihat konsekuensi yang mereka dapat dan
kita bisa melihat respon dari murid saat itu juga (langsung). Jika yang mereka
kerjakan itu benar, mereka akan mendapatkan positive reinforcement, dimana
mereka pasti akan berusaha lagi untuk melakukan tugas mereka dengan baik dan di
dalam pengondisian operan, kita bisa menjumpai tentang hukuman ( punishment)
yang jelas bagaimana cara menghukum murid tanpa harus melakukakan kekerasan dan
malah membuat membuat murid cemas dan takut saat mengikuti kelas itu.Tetapi
bukan berarti pengondisian klasik tidak baik, mungkin pada anak-anak
pengondisian operan lebih tepat dan lebih efektif
Teori Behaviorisme
Menurut
teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut
merupakan dampak dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dapat
diartikan bahwa belajar merupakan bentuk perubahan tingkah laku pada siswa dari
interaksi terhadap stimulus. Seseorang dikatakan sudah belajar jika terdapat
perubahan pada perilakunya. Kemudian, dalam teori ini, konsep yang diutamakan
adalah input atau stimulus yang diberikan seperti guru mengajarkan pada
siswa cara membaca. Kemudian output yang merupakan hasil atau respon
akibat dari stimulus, seperti siswa menjadi bisa membaca walaupun masih
terbata- bata. Hal tersebutlah yang dikatakan belajar. Namun apabila pada outputnya
siswa masih belum bisa membaca, maka proses tersebut belum dikatakan sebagai
kegiatan belajar karena tidak ada hasil dari stimulus yang diberikan.
Operant conditioning Theory
Operant conditioning adalah tipe pembelajaran dimana
perilaku dikontrol oleh konsekuensi yang bisa diperoleh. Kunci dari operant
conditioning ini adalah dukungan positif dan negatif, hukuman positif dan
negatif. Dukungan positif adalah memberikan sesuatu yang menyenangkan pada
suatu perilaku. Contohnya : guru yang memberikan pujian pada siswanya karena
telah menjawab dengan benar. Dukungan negatif adalah membuang sesuatu yang
tidak menyenangkan sebagai sikap yang bisa diterima. Contohnya : Di luar sangat
bising, sehingga menyalakan TV dengan keras membuat lebih nyaman dan mengurangi
suara bising yang tidak menyenangkan. Kemudian, hukuman positif digunakan untuk
mengurangi perilaku yang tidak menyenangkan. Contohnya : Ketika ada seorang
anak yang nakal di kelas, dia menerima hukuman berdiri di depan kelas. Hukuman
negatif digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak menyenangkan dengan
mengambil sesuatu yang menyenangkan. Contoh : Kevin merusak boneka adiknya,
sehingga dia tidak diperbolehkan main di luar dengan temannya (Saul, 2015).
Classical conditioning Theory
Classical conditioning merupakan teori dengan melibatkan
pembelajaran pada perilaku baru melalui suatu proses yang berkesinambungan.
Terdapat tiga tahapan pada teori ini dengan pemberian stimulus baru pada masing
masing tahapan.
- Tahap 1 – Before Conditioning: pada tahap ini stimulus dari lingkungan yang mengeluarkan respon yang belum dipelajari dan terdapat respon yang tidak pernah terfikirkan. Contoh : Parfum dapat menimbulkan respon kebahagiaan.
- Tahap 2 – During Conditioning: Stimulus dari lingkungan tidak berespon berhubungan dengan stimulus yang sudah diketahui. Contoh : parfum mungkin berkaitan dengan seseorang.
- Tahap 3 After Conditioning: terbentuknya respon yang baru. Contoh : Seseorang yang sebelumnya berkaitan dengan parfum yang harum menjadi sangat memikat (Mcleod, 2008).
Koneksionisme
Teori koneksionisme
dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1878- 1949) dan dikenal dengan teori
stimulus – respon. Menurutnya, dasar belajar merupakan asosiasi dari stimulus
dan respon. Stimulus akan memberikan pesan pada panca indera lalu memberikan
respon dengan perilaku. Asosiasi seperti hal tersebut disebut koneksi. Prinsip
itulah yang disebut koneksionisme.
Teori Gestalt
Gestalt merupakan teori yang
menjelaskan proses persepsi melalui penataan komponen sensasi yang memiliki
hubungan atau pola menjadi kesatuan. Disimpulkan bahwa, seseorang cenderung
melihat sesuatu di sekitarnya sebagai kesatuan yang utuh. Teori Gestalt
menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Misalnya, ketika kita
sedang melihat awan dan melihat suatu bentuk yang mirip suatu objek.
Teori Kognitif
Teori kognitif memfokuskan
perubahan proses mental dan struktur yang terjadi sebagai hasil dari upaya
untuk memahami sekitar. Teori kognitif dugunakan untuk proses pembelajaran yang
sederhana seperti mengingat nomor telepon dan lainnya. Kemudian, teori kognitif
memiliki empat pronsip dasar : (1) Siswa aktif untuk mendapatkan pemahaman
tentang pengetahuan yang diberikan, (2) Pengembangan pengetahuan tergantung
terhadap apa yang sudah mereka pelajari, (3) belajar membangun pengalaman (4)
belajar merupakan perubahan struktur mental seseorang. Adapun untuk mengetahui
teori kognitif lebih dalam maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai
strategi kognitif.
Strategi Kognitif merupakan tujuan belajar dengan kemampuan
tertinggi dari domain kognitif, yaitu cognitive strategies menurut Taksonomi
Gagne, atau di atas ( beyond) analisis, sintesis, dan evaluasi menurut Taksonomi
Bloom (metacognition). Strategi Kognitif dapat dipelajari mahasiswa dengan
bantuan dosen. Dosen disebut berhasil apabila mampu mengembangkan kemampuan
strategi kognitif mahasiswa; perkuliahan bukan semata-mata penyampaian materi
bidang ilmu saja.
Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut
ciri-ciri tertentu. Dalam bidang pendidikan, taksonomi digunakan untuk
klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan pembelajaran,
tujuan penampilan, atau sasaran belajar, yang digolongkan dalam 3 klasifikasi
umum atau ranah (domain), yaitu :
Ø Ranah Kognitif berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada
kemampuan berpikir
Ø Ranah Afektif berhubungan dengan perasaan,
emosi, sistem nilai, dan sikap hati)
Ø Ranah Psikomotor (berorientasi pada keterampilan motorik atau
penggunaan otot kerangka).
Saat ini dikenal
berbagai macam taksonomi tujuan instruksional yang diberi nama menurut
penciptanya, misalnya Bloom, Merill dan Gagne (kognitif), Krathwohl, Martin
& Briggs dan Gagne (afektif), dan Dave, Simpson dan Gagne (psikomotor). Satu hal yang penting dalam taksonomi
tujuan instruksional ialah adanya hirarki yang dimulai dari tujuan
instruksional pada jenjang terendah sampai jenjang tertinggi. Dengan kata lain,
tujuan pada jenjang yang lebih tinggi tidak dapat dicapai sebelum tercapai
tujuan pada jenjang di bawahnya. Penting pula diingat bahwa tidak terdapat batas
yang jelas antara ranah yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, misalnya
rumusan tujuannya dalam ranah kognitif Penerapan; tetapi seringkali tujuan
kognitif ini disertai praktek yang memerlukan keterampilan motorik, demikian
pula,misalnya pada rumusan tujuan instruksional dalam ranah kognitif yang
perilakunya memilih, sudah terkait pula ranah afektif (sikap hati). Melakukan
perumusan tujuan berdasarkan ranah, selalu dipilih yang mana yang lebih
dominan. Berikut ini adalah perbandingan
Taksonomi Bloom dan Taksonomi Gagne pada Ranah Kognitif (Cognitive Domain)
berikut :
|
|
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
-
Prosedur
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berpikir
seseorang itu unik, yang disebut sebagai executive control (kontrol tingkat tinggi). Strategi kognitif tidak berhubungan dengan
materi bidang ilmu tertentu, karena merupakan keterampilan berpikir mahasiswa secara
internal dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu.
Pembentukan pengetahuan dalam diri (otak) seseorang dapat digambarkan dalam bagan
Model dasar belajar dan ingatan dari Gagne sepertu berikut :
EXECUTIVE CONTROL EXPECTANCIES
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||


E
F
RESPONSE
GENERATOR
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
F
RESPONSE
GENERATOR
|
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
|



E
C

T
O
R
S

R S
E E R SHORT LONG



C N E TERM TERM
E S G MEMORY MEMORY
P O I
T R S
O Y T
R E
S R
MODEL DASAR BELAJAR DAN
INGATAN ( GAGNE )
Strategi Kognitif didasarkan pada : Paradigma konstruktivisme, teori
metacognition, dan pengalaman di lapangan (reflection in action)
Paradigma konstruktivisme
Proporsi
paradigma konstruktivisme dapat diterjemahkan menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang lebih operasional, sebagai berikut:
- Kepercayaan, nilai dan norma, motivasi, pengetahuan dan keterampilan, serta intuisi setiap orang akan sangat berpengaruh terhadap strategi dan kemampuan orang tersebut dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.
- Permasalahan yang dihadapi setiap orang tidak pernah dapat dipisahkan dari konteks situasinya. Strategi dan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah-masalah tersebut adalah unik.
- Jika dikumpulkan strategi-strategi yang digunakan masing-masing orang dalam masalah tertentu, maka akan terlihat adanya pola dasar yang sama (generalizable pattern) dari strategi tersebut. Pola dasar teresebut diperlukan dan dapat dipelajari oleh orang (mahasiswa) lain, untuk menjadi bekal dasar dalam memecahkan masalah.
Keberhasilan mahasiswa untuk memecahkan masalah di
lapangan nantinya merupakan indikasi penguasaan strategi kognitif oleh
mahasiswa tersebut yang terdiri dari pola dasar yang telah dipelajarinya, dan
dipengaruhi oleh kepercayaan, nilai dan norma, motivasi, kemampuan dan
keterampilan, serta intuisi mahasiswa tersebut dalam suatu konteks situasi.
Teori Metacognition
Metacognition, yang melandasi strategi
kognitif merupakan keterampilan mahasiswa dalam mengatur dan mengontrol proses
berpikirnya (Preisseisen, 1985), meliputi :
- Keterampilan pemecahan masalah (problem solving), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan memilih penyelesaian masalah yang efektif.
- Kemampuan pengambilan keputusan (decision making), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, perbandingan kebaikan dan kekurangan setiap alternatif, analisis informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional.
- Kemampuan berpikir kritis (critical thinking), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisis argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang sahih melalui “logical reasoning” , analisis asumsi dan bias dari argumen, dan interpretasi logis.
- Keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), yaiyu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide yang baru dan konstruktif, berdasarkan konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi dan intuisi individu.
Keterampilan-Keterampilan tersebut tidak terpisah
melainkan terintegrasi satu dengan yang lain. Jadi pada saat bersamaan ketika
mahasiswa menggunakan strategi kognitifnya untuk memecahkan masalah, dia juga
menggunakan keterampilannya untuk mengambil keputusan, berpikir kritis, dan
berpikir kreatif.
Reflection in Action
Prinsip refleksi dari pengalaman-pengalaman
praktisi profesional dalam pemecahan masalah-masalah yang pernah dihadapi untuk
memecahkan masalah baru (praktisi-praktisi tersebut dikenal dengan nama reflective practitioners) disebut
prinsip reflectioan in action (Schon,
1982) merupakan salah satu prinsip yang melandasi Strategi Kognitif
Seorang praktisi yang profesional akan berpikir tentang apa yang dilakukannya,
bahkan kadang-kadang sambil melakukan aksinya. Cara tersebut akan menjadi awal
baginya untuk mencoba menyadari apa yang terjadi, apa respon atau reaksinya
terhadap kejadian tersebut dan bagaimana ia dapat menyimpulkan apa masalah
sesungguhnya. Pada saat itu, seorang praktisi profesional terlibat dalam
pengaturan dan pengontrolan kognisinya secara intensif. Tidak jarang akan
terlibat dalam situasi yang meragukan, problematik, atau membingungkan. Ketika
ia berusaha untuk keluar dari keraguan, problematika, dan kebingungan tersebut
ia merefleksikan apa-apa yang telah pernah dilakukannya dalam aksi-aksi
sebelumnya untuk kemudian dipilah, diatur, dan diorganisasikan untuk dilakukan
dalam aksi-aksi berikut. Proses ini dikenal dengan nama reflection in action, yang merupakan proses operasional utama dalam
seseorang menggunakan strategi kognitif.
Bragar dan Johnson (1993) mengatakan bahwa
seseorang belajar melalui apa yang dilakukannya dan kemudian mengkaji ulang apa
yang telah dilakukannya tersebut. Perilaku yang direfleksikannya, artinya telah
dikaji ulang dan diatur kembali, akan memberikan suatu pengertian baru yang
akan menjadi petunjuk bagi terjadinya perilaku-perilaku berikutnya. Proses
pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action, yang didasarkan pada teori Experential Learning Cycle dai David
Kolb. Teori Experential Learning Cycle dari David Kolb dapat digambarkan sebagai
berikut: Contoh : (Experiental Learning Cycle, David Kolb)
|
Window of the world




|


|
|
|
|

Berdasarkan teori ini proses belajar dimulai dari
pengalaman konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut diteflekdikan
secara individual. Dalam proses refleksi, seseorang akan berusaha memahami apa
yang terjadi atau apa yang dialami.
Refkesi ini menjadi dasar proses
kenseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman
yang dialami serta perkiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi dan konteks
yang lain atau baru. Proses implementasi merupakan situasi dan konteks yang
memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai seseorang. Proses pengalaman
dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan
proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan
(taking action). Proses keseluruhan ini terjadi berulang-ulang sehingga setiap
action yang dilakukan seseorang merupakan hasil refleksi dari pengalaman atau
kejadian yang dialami.
Strategi Kognitif Vs. Keterampilan Intelektual
Strategi kognitif berbeda dengan keterampilan intelektual yang disebut
"intelectual skills” (dalam
taksonomi Gagne) atau aplikasi dalam taksonomi Bloom. Keterampilan intelektual
lebih berorientasi kepada interaksi mahasiswa sebagai individu dengan
lingkungan belajarnya, yaitu dengan angka, kata-kata, simbol, rumus, prinsip,
prosedur, dan lain-lain. Dengan keterampilan intelektual, mahasiswa mampu
mengerjakan (how to) sesuatu dengan
fakta yang dimilikinya. Sedangkan strategi kognitif, merupakan kemampuan
mahasiswa untuk mengontrol interaksinya dengan lingkungan. Contohnya, mahasiswa
menggunakan strategi kognitif untuk membaca artikel di majalah ilmiah. Apa yang
dipelajarinya dari artikel tersebut mungkin Cuma fakta, rumus-rumus, atau
penerapan teori. Namun, untuk menyeleksi informasi yang dibacanya, memberikan
kode terhadap informasi yang direkam dipikirannya, dan menemukan kembali
informasi tersebut untuk keperluan lain, merupakan strategi kognitif. Dalam hal
tersebut, mahasiswa mempergunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang
sudah dibaca dan dipelajarinya, dan untuk memecahkan masalah. Strategi kognitif
merupakan cara mahasiswa untuk mengorganisasikan dan mengontrol proses
belajarnya, dan juga berproses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil
keputusan.
Jika mahasiswa menghadapi suatu masalah baru, diharapkan mahasiswa dapat
menanganinya dengan mempergunakan informasi dan fakta-fakta, serta keterampilan
intelektual yang pernah dipelajarinya. Namun, belum mencukupi, karena mahasiswa
perlu mempunyai strategi untuk dapat menangani masalah baru tersebut.
Diharapkan, mahasiswa akan dapat memilih cara penanganan masalah yang tepat
dari berbagai strategi alternatif. Keunikan dan kebenaran proses berpikir
mahasiswa ditentukan oleh ketepatan pemilihan strategi untuk menangani masalah
baru tersebut.
Pengembangan Strategi Kognitif
Strategi kognitif berkembang dalam waktu yang cukup lama dan panjang
sebagai hasil dari pendidikan. Dalam hal ini, proses belajar merupakan proses
yang penting dalam pengembangan strategi kognitif seseorang. Menurut Socrates
dan John Dewey, belajar merupakan suatu kegiatan atau sesuatu yang dilakukan
secara mental dan/atau fisik yang diikuti dengan kesempatan merefleksikan
hal-hal yang dilakukan dari hasil perilaku tersebut. Strategi kognitif
dikembangkan melalui proses refleksi perilaku ketika mahasiswa menghadapi
masalah.
West, Farmer, dan Wolf (1991) mengatakan bahwa dosen dapat mengembangkan
strategi kognitif dalam proses penyampaian materi bidang ilmu (content), mengaktifkan strategi kognitif
mahasiswa dalam penyajian materi bidang ilmu, menggunakan strategi kognitif
untuk menyampaikan materi bidang ilmu ilmu. Strategi kognitif dikembangkan
secara terpadu dengan penyajian mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.
Dosen dapat mengembangkan strategi kognitif mahasiswa :
- dalam proses penyampaian materi bidang ilmu (content)
- mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa pada waktu menyajikan materi bidang ilmu
- menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan bidang ilmu
- Strategi Kognitif dikembangkan secara terpadu dengan penyajiam mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.
Jenis-Jenis Strategi
Kognitif
Gagne (1984)
mengidentifikasi strategi kognitif berdasarkan alur proses instruksional mulai
dari memperhatikan (attending), mengolah stimulus ( encoding), mencari kembali
informasi (retrieval), dan berpikir. Untuk setiap tahap mahasiswa dapat
menggunakan strategi kognitif yang berbeda-beda. West, Farmer dan Wolff
(1991) menjelaskan adanya 4 keluarga besar strategi kognitif, yaitu Chnkung,
Spatial, Bridging, dan Multipurpose.
1. Chunking, merupakan
strategi mengorganisasikan sesuatu secara sistematis melalui proses mengurutkan
(order), mengklasifikasi (classify, dan menyusun (arrange). Chunking dapat
membantu seseorang untuk mengolah data yang sangat banyak atau proses yang
sangat kompleks. Melalui chunking, seseorang memilah-milah materi kuliah atau
masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian menyusun bagian-bagian
tersebut secara berurut.
2. Spatial merupakan
suatu strategi untuk menunjukkan hubungan antar hal yang satu dengan yang lain.
Dalam kategori ini termasuk “frames” (tabel) dan “concept maps” (peta konsep)
3. Bridging merupakan
strategi untuk menjembatani pemahaman seseorang melalui “metafor”
(perumpamaan), analogi dan advance organizer. Metafor dan analogi merupakan strategi
pengandaian yang dapat menjembatani suatu konsep baru dengan menggunakan konsep
yang sudah dipahami sebelumnya. Advance organizer merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi
atau ringkasan tentang konsep-konsep dasar materi yang harus dipelajari, hanya
dapat dibuat oleh dosen untuk memudahkan mahasiswa belajar.
4.
Mulitpurpose merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan
untuk berbagai tujuan, antara lain rehearsal, imagery, dan mneumoncs (jembatan
keledai). Rehearsal merupakan cara untuk untuk mereviu materi, bertanya,
mengansipasi pertanyaan dan materi, yang hanya dapat dilakukan oleh mahasiswa,
dosen dapat memberikan waktu agar mahasiswa dapat melakukan rehearsal. Imagery (membayangkan) merupakan proses
visualisasi suatu konsep, kejadian,
ataupun prinsip. Mneumonics merupakan alat bantu untuk
mengingat, misalnya singkatan.
JENIS
STRATEGI KOGNITIF






|
|
|
|
![]() |
![]() |
||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
|
|

|
|||||||||
|
|||||||||
|
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
Kecepatan Belajar yang Efektif yaitu
dengan pendekatan behavioral dab kogniitif sosial
Seringkali dosen mengelola perkuliahan dengan kecepatan yang tinggi,
sehingga mahasiswa terbiasa untuk menjadi impulsive
‘bertindak reaktif terhadap sesuatu’. Jika dosen mengajukan pertanyaan, maka
dosen mengharapkan mahasiswa untuk segera menjawabnya, dan akan meminta
mahasiswa yang pertama menunjukkan jari untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Kecepatan yang tinggi berguna dalam beberapa hal, seperti mengukur pengetahuan
mahasiswa (ingatan dan pemahaman) dan menyebabkan mahasiswa terus memperhatikan
dosen. Namun, kecepatan seperti itu kurang bermanfaat bagi pengembangan
strategi kognitif mahasiswa.
Mahasiswa memerlukan waktu untuk berpikir dan mengatur proses
berpikirnya. Mahasiswa perlu merefleksikan berbagai alternatif untuk
menganalisis informasi dan untuk mencapai konklusi dari masalah atau kasus yang
dihadapi. Mahasiswa juga perlu mengontrol proses berpikirnya. Proses tersebut
memerlukan waktu yang cukup. Glatthom dan Baron (1985) mengusulkan agar dosen
mau sabar menunggu jawaban mahasiswa terhadap pertanyaannya sementara memberi
kesempatan mahasiswa untuk berpikir. Dengan demikian, dosen perlu benar-benar
memperhitungkan kecepatan belajar yang efektif bagi mahasiswa untuk dapat
menguasai keterampilan strategi kognitif.
Umpan Balik
Umpan balik merpakan faktor yang paling penting
bagi mahasiswa untuk mempelajari keterampilan strategi kognitif. Umpan balik
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan motivasi mahasiswa untuk
mempelajari keterampilan strategi kognitif. Mahasiswa perlu diberitahu tentang
pencapaian hasil belajarnya. Jika seorang mahasiswa diharapkan memecahkan suatu
masalah dengan kriteria keaslian, kreativitas, kebaruan (innovativeness) strategi pemecahan masalah yang digunakan, maka
umpan balik yang baik perlu memberi tahu mahasiswa tentang pencapaian mahasiswa
atas kriteria yang ditentukan, yaitu keaslian, kreativitas, dan kebaruan
strategi yang digunakan. Umpan balik juga merupakan cara untuk mengetahui
kebenaran dan ketepatan refleksi yang telah dilakukan. Refleksi itu sendiri
merupakan suatu umpan balik.
Masalah-masalah atau kasus-kasus yang disusun oleh dosen untuk digunakan
dalam perkuliahan merupakan salah satu persyaratan untuk dapat melatihkan
keterampilan strategi kognitif kepada mahasiswa. Satu persyaratan yang lain
untuk dapat melatihkan keterampilan tersebut dengan lebih efektif adalah
pemberian umpan balik yang tepat kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa memahami
tingkat pencapaiannya.
Dengan demikian strategi Kognitif merupakan metode pembelajaran
yang berdasarkan Kognitivisme. Peningkatan kualitas lulusan tidak terlepas dari
metode pembelajaran yang sesuai untuk mahasiswa. Di sinilah strategi kognitif
dapat berperan sebagai metode pembelajaran di samping metode yang biasanya
digunakan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..