Kecerdasan Emosi Dan Sosial



EMOSI & PERKEMBANGAN SOSIAL

Prestasi sekolah si Anak biasa-biasa saja, namun setelah dewasa bisa dianggap sukses? Atau prestasi sekolah si anak selalu juara di kelas, namun setelah dewasa kesuksesannya tak sebanding dengan prestasinya dahulu. Mengapa demikian? Dalam kenyataan seperti ini seringkali tidak dihiraukan. Masih banyak orangtua yang tetap mengejar agar anakny tetap punya prestasi disekolah dengan cara apapaun. Apakah benar adanya?
Saat ini semakin banyak kalangan pendidik dan praktisi pendidikan yang mengakui bahwa kecerdasan mental (emosi) merupakan kunci utama meraih sukses dan kebahagian anak. Anak-anak yang memiliki kecerdasan mental yang rendah ditengarai akan menjadi individu yang kurang mampu menghadapi segala tuntutan dan tantangan dimasa depannya , baik secara individu maupun anggota masyarakat. Menurut Daniel Goleman, keberhasilan seseorang dimasyarakat 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi (EQ) dan sisanya atau hanya 20% dipengaruhi kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang memiliki masalah dalam kecerdasan emosi anak mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak bisa mengontrol emosinya.
Kecerdasan mental atau emotionl intelligence quotient adalah kemampuan individu untuk mengendalikan impuls emosional, kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan untuk membina hubungan baik dengan orang lain dan juga demi mendapatkan kesehatan fisik yang lebih baik, relasi yang lebih hangat dan intim, serta kehidupan yang lebih membahagiakan. Kecerdasan mental ini sering diukur dengan EQ yang merupakan indikator non intelektual, yang berupa sifat psikologis individu. Seorang anak yang menunjukkan sifat suka menyendiri, perilaku yang abnormal, sulit bekerja sama, memiliki perasaan rendah diri, sangat rapuh dan tidak mampu menghadapi rintangann, sering menunjukkan ketidaksabaran, egois, dan kurang memiliki kestabilan emosi yang dapat diindikasikan memiliki EQ rendah.
Dalam hal ini peran awal orang tua sangat dibutuhkan dalam membina dan meningkatkan EQ anak. Tujuannya agar kelak si anak bisa tumbuh menjadi sosok yang stabil, matang dan bahagia, serta sukses membangun karir dan hubungan dengan orang lain. Anak-anak yang memiliki masalah dalam hal ini , dapat terlihat sejak usia prasekolah anak dan apabila tidak ditangani dengan benar, akan terbawa sampai tahap perkembangan selanjutnya hingga dewasa. Akibatnya anak akan cenderung terlibat dalam berbagai perilaku negatif, seperti kenakalan remaja, tawuran, narkoba, miras (minuman keras), sampai perilaku seks menyimpang.
Lima Dimensi Kemampuan EQ

Menurut Goleman (1999) seseorang yang memiliki kecerdasan emosional memiliki lima kemampuan yang dibagi kedalam dimensi-dimensi, yaitu :

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Kemampuan sesorang untuk mengetahu apa yang kita rasakan pada suatu sat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, dan menyadari enosi yang sedang dialami. Selain dapat mengenal emosi , individu juga dapat memahami kualitas,intensitas, dan durasi emosi yang sedang berlangsung, untuk tahu penyebab terjadinya emosi itu. Seseorang yang mampu mengenali emosinya sendiri memiliki kepekaan yang tajam atas perasaannya yang sesungguhnya dan mampu mengambil keputusan secara mantap berdasarkan kesadarannya. Contohnya , sikap yang diambil seseorang dalam memilih sekolah, sahabt, pekerjaan, sampai kepada memilih pasangan hidup.

2. Pengendalian diri (Self-Control)

Kemampuan mengendalikan emosi sendiri; mengelolah emosi agar dapat terungkap dengan selaras; peka terhadap kata hati dan mampu pulih kembali terhadap tekanan emosi. Orang yang mampu mengendalikan emosi tidak akan terus menerus bergumul dengan persaan negatif, mereka mampu dengan cepat bangkit dari perasaan itu dan dari kegagalan kehidupan mereka.

3. Memotivasi diri sendiri (Self-Motivation)

Kemampuan memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Didalam dirinya selalu tersimpan harapan dan sikap optimis tinggi. Sehingga dia memiliki kekuatan dan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tanpa perintah orang lain. Anak yang memiliki motivasi diri akan belahar tanpa disuruh orangtuanya. Begitu juga seorang atlet yang sanggup terus berlatih dengan semangat tinggi.


4. Empati (Empathy)

Kemampuan dalam membaca emosi orang lain, merasakan perasaan orang lain melalui ketrampilan membaca pesan orang lain melalui keterampilan membaca pesan non-verbal; nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya. Anak yang memiliki kemampuan ini sering disebut sebagia kemampuan berempati, mampu menangkap pesan non-verbal dari orang lain sehingga mereka pun cenderung disukai orang lain.

5. Keterampilan Sosial (Social Skill)

Kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan membaca reaksi dan perasaan orang lain, mampu memimpin dan mengprganisasi serta pandai menangani perselisihan yang muncul dalam segala kegiatan manusia. Anak dengan kemampuan seperti ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul, dan menjadi lebih populer.
6 Tahap Perkembangan Emosi Anak (Usia 0-12 Tahun)
Setiap individu tentunya memiliki perasaan emosi masing-masing. Namun sebenarnya, emosi tersebut tak hanya dirasakan oleh orang-orang dewasa saja, namun juga bisa dirasakan oleh anak-anak sekalipun. Bahkan sebenarnya, anak-anak merasakan emosional yang lebih dibandingkan orang-orang dewasa. Hal ini dikarenakan mereka belum mampu untuk mengendalikan emosi mereka tersebut. Perkembangan emosi pada anak biasanya akan mengikuti perkembangan dari usia kronologisnya. Itu berarti menandakan bahwa perkembangan emosi anak akan selalu berkembang sesuai dengan pertambahan usianya, dari mulai bayi, remaja, hingga beranjak dewasa. Selain itu, dalam tahap perkembangan emosi anak juga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang terkait dengan lingkungannya. Namun terkadang faktor gen/keturunan juga dapat berpengaruh di dalam perkembangan emosi anak. Nah berikut ini beberapa tahap perkembangan emosi anak yang perlu anda ketahui.


1. Usia 0-2 Tahun
Awal dari Tahap Perkembangan Emosi Anak dimulai saat ia baru lahir. Pada usia ini, biasanya anda dapat merangsang anak untuk mendapatkan pengalaman yang menyenangkan mereka akan tumbuh menjadi individu yang penuh percaya diri. Namun bila anak mengalami kepercayaan diri yang kurang, maka akan timbul perasaan penuh curiga dalam diri mereka. Karena belum dapat mengendalikan emosi mereka dengan benar, maka anak akan cenderung untuk berbuat sesuka hati mereka. Pada fase bayi, mereka akan membutuhkan belajar banyak hal dan mengetahui lingkungannya dengan familiar. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perlakuan yang di dapat pada usia ini akan memiliki peran penting dalam pembentukan rasa percaya diri mereka. Pada minggu 3-4 usia anak, mereka akan mulai menunjukkan senyumnya ketika merasa nyaman berada di lingkungannya. Dan di minggu ke-8, mereka akan selalu tersenyum pada orang-orang disekitarnya. Pada bulan ke-4 hingga ke-8. anak akan mulai belajar untuk mengekspresikan emosi di dalam diri mereka seperti marah, takut, gembira, hingga takut. Pada usia 12-15 bulan, anak akan merasakan ketergantungan yang semakin besar pada orang-orang yang merawatnya. Mereka akan merasa tidak nyaman bila ada orang asing yang menghampirinya. Pada usia mencapai 2 tahun, anak mulai pandai meniru reaksi emosi yang diperlihatkan oleh orang-orang di sekitarnya.

2. Usia 2-3 Tahun
Pada usia ini, anak sudah mulai mampu menguasai kegiatan-kegiatan yang melemaskan dan meregangkan otot-otot pada tubuh mereka, sehingga anak-anak sudah mampu menguasai anggota pada tubuh mereja. Pada usia ini, lingkungan akan sangat berperan dalam memberi kepercayaan pada anak. Pada fase usia ini, anak akan mulai mencari aturan-aturan serta batasan yang ada di dalam lingkungannya. Mereka akan mulai melihat akibat dari perilaku yang dibuatnya, mereka akan mulai membedakan mana hal yang salah dan mana hal yang benar. Meskipun pada usia ini anak belum mampu menggunakan kata-kata sebagai bentuk ekspresi emosi nya, namun mereka akan menggunakan ekspresi wajah untuk memperlihatkan emosi dan perasaan di dalam diri mereka. Peran orang tua akan sangat membantu anak untuk dapat mengekspresikan emosi mekeka dengan bahasa verbal. Sebagai orang tua, anda hanya perlu menerjemahkan mimik serta ekspresi wajah dengan menggunakan bahasa verbal
3. Usia 4-5 Tahun
Pada usia ini lah dimana fase Initiative vs Guilt mulai muncul pada anak. Anak akan mulai menunjukkan rasa ingin lepas dari ikatan orang tua, mereka ingin dapat bergerak dengan bebas dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Keinginan mereka yang lepas dari orang tua inilah yang membuat munculnya rasa inisiatif dalam diri mereka, namun juga menimbulkan rasa bersalah. Pada usia ini, merupakan fase bermain bagi anak-anak. Tentunya pada fase ini, anak-anak memiliki naluri untuk berinisatif melakukan sesuatu hal, inilah yang akan membuat anak belajar mengenai arti ditanggapi dengan baik atau diabaikan (ditolak atau diterima). Bila mereka mendapatkan sambutan yang baik, maka anak dapat belajar beberapa hal:
  • Mampu berimajinasi serta mengembangkan ketrampilan diri melalui aktif dalam bermain.
  • Dapat bekerja sama dengan teman
  • Memiliki kemampuan menjadi pemimpin (dalam permainan).
Namun bila inisiatif yang mereka miliki mengalami penolakan, maka hal ini akan membuat anak merasa takut sehingga selalu bergantung pada kelompok dan tidak berani mengeluarkan pendapatnya.
4. Usia 6 Tahun
Pada usia ini, emosi anak akan semakin matang. Anak akan semakin mudah mengerti hal-hal apa saja yang bisa mereka dapatkan dari emosi yang mereka miliki. Emosi anak-anak pada usia ini akan mudah sekali berubah. Bisa saja yang tadinya bahagia menjadi sedih hanya dalam beberapa waktu saja. Kondisi ini sangat mudah ditemukan pada anak di suia 6 tahun. Selain itu, di fase usia ini anak juga sudah dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang dapat membantu menyiapkan diri untuk memasuki tahap kedewasaan. Tentunya diperlukan ketrampilan tertentu pada diri anak-anak. Bila anak mampu menguasai sebuah ketrampilan, maka tentunya hal ini akan menimbulkan rasa berhasil dalam diri anak. Namun sebaliknya, jika anak tak mampu menguasai sebuah ketrampilan, maka akan membuat anak menjadi rendah diri.

5. Usia 7-8 Tahun
Semakin beranjaknya usia anak, tentunya membuat emosi anak akan semakin matang dan tentunya mulai pandai dalam mengendalikan diri. Fokus dan perhatian mereka mulai pada hal-hal yang bersifat eksternal. Anak juga sudah mulai memahami hal apa yang mereka inginkan. Tentunya hal ini membuat kebanyakan orang tua akan merasa pusing dengan beragam keinginan anak-anak mereka yang selalu ingin dituruti. Kestabilan emosi anak akan semakin membaik sehingga mulai muncul rasa empati pada orang lainnya. Pada tahapan ini, anak juga mulai mengenali rasa malu serta bangga. Anak pun mulai dapat menverbalisasikan emosi yang mereka alami. Semakin bertambahnya usia, mereka akan menyadari perasaan diri mereka serta orang lain di sekitarnya.
6. Usia 8-12 Tahun
Pada fase usia ini, tahap perkembangan akan banyak berada di sekolah. Anak-anak akan belajar bagaimana beradaptasi dengan kelompok dan mulai mengembangkan tiga ketrampilan sosial:
  • Bagaimana mematuhi aturan-aturan yang berkaitan dengan pertemanan, misalnya saja ketika mengingatkan teman yang terlambat, berpartisipasi pada tugas kelompok, dan lainnya.
  • Belajar mengenai bermain dengan aturan dan struktur tertentu.
  • Belajar mengenai mata pelajaran yang ada di sekolah serta mampu mendisiplinkan diri untuk mempelajari materi-materi tersebut.
Bila perkembangan emosi anak dapat berkembang dengan baik, maka anak-anak akan merasa aman dan percaya pada lingkungannya. Mereka akan memiliki rasa kompetisi yang unggul di dalam lingkungannya. Sebaliknya, bila perkembangan tak berjalan baik maka anak akan muncul keraguan dalam diri anak. Mereka akan merasa malu, bersalah, hingga menjadi pribadi inferior (kalah). Pada usia 9-10 tahun, anak mulai dapat mengatur ekspresi emosi serta merespon distress emosional pada orang lain. Seperti mengontrol emosi-emosi negatif, anak akan mulai belajar mengenai hal yang membuatnya merasakan hal-hal tersebut sehingga dapat beradaptasi dan mengontrolnya. Pada fase usia 11-12 tahun, anak akan mulai memahami mengenai norma-norma yang ada di lingkungannya. Mereka akan mulai beradaptasi dan tidak sekaku ketika masa kanak-kanak. Selain itu, mereka akan mulai paham bila penilai baik dan buruk dapat dibuah sesuai keadaan dan situasi yang ada.
Cara Menumbuhkan Kecerdasan Emosi

Peran orang tua sangatlah penting dalam menumbuhkan kecerdasan emosi anak dengan cara, antara lain :
1. Ajarkan anak untuk mengenal perbendaharaan kata yang luas terntang perasaannya, anak akan punya kemampuan lebih baik untuk mengekspresikan emosinya dan menyelesaikan permasalahan yang dia hadapi.
2. Memberikan label terhadap kondisi emosional anak
3. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh mendengarkan anak saat dia sedang curhat. Tanpa disertai dengan keinginan untuk menghakimi, memarahi, menghibur, meremehkan, menertawakan, dan lainnya.




No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..