Lambat Untuk Marah (Yakobus 1:19-21)


By: Christiefani Y Saumana

 
Yakobus 1:19-21
Syntactic Form = Surface Structure
19 ἀδελφοί μου ἀγαπητοί                        Ἴστε
    ἔστω πᾶς ἄνθρωπος
    δὲ
ταχὺς εἰς τὸ ἀκοῦσαι
βραδὺς εἰς τὸ λαλῆσαι
βραδὺς εἰς ὀργήν
                        γὰρ
   ὀργὴ ἀνδρὸς δικαιοσύνην θεοῦ οὐκ ἐργάζεται
20 διὸ
δέξασθε ἐν πραΰτητι
τὸν ἔμφυτον λόγον
τὸν δυνάμενον
σῶσαι τὰς ψυχὰς ὑμῶν
21         ἀποθέμενοι
πᾶσαν ῥυπαρίαν καὶ περισσείαν κακίας

Terjemahan Literal
19Ketahuilah ini, Saudaraku yang kekasih: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, lambat untuk berbicara, lambat untuk marah.
20Karena amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.
21Oleh karena itu, terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, dan buanglah semua hal kotor dan hal jahat.

Concept Outline

Amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah
1.    Hendaklah cepat mendengar, lambat berbicara, lambat marah
2.    Terima firman dengan lemah lembut
3.    Buang semua hal kotor dan hal jahat


Semantic Content
      Yakobus memerintahkan kepada kita supaya kita membuang amarah karena amarah tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Kebenaran ini harus direspons dengan menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja. Dalam perikop ini Yakobus menekankan tentang bagaimana bukan hanya sekedar menjadi pendengar, ataukah lebih dari itu, yaitu menjadi pelaku firman Tuhan. Yakobus mengingatkan bahwa ketika kita harusnya cepat untuk mendengar, menjadi lambat untuk berbicara, dan menjadi lambat untuk marah. Kenapa kita harus lambat untuk berbicara? Di dalam kitab Amsal 10:19 berkata, Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. Artinya banyak bicara tanpa memikirkan apa yang dibicarakan terdapat pelanggaran atau kesalahan. Oleh karena itu, menahan bibir untuk tidak cepat mengeluarkan perkataan atau berbicara adalah bijaksana, demikian perkataan seorang berhikmat yaitu Salomo. Demikian juga di ayat lainnya yang mengatakan Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan (Amsal 13:3). Artinya menjadi lambat dalam hal perkataan atau berbicara itu lebih baik dan penting karena menjaga dirinya sendiri dari kegagalan atau hal yang merusak dirinya sendiri. Bagaimana dengan frasa cepat untuk mendengar? Tentunya dalam hal ini, Yakobus mengingatkan supaya kita cepat untuk mendengar Firman yaitu kebenaran mutlak di atas kebenaran yang lainnya. The devotional prayer of the modern man is, “Lord, speak to me! You have sixty seconds.” There is no place in the busy secular desolation to hear God say, “Be still, and know that I am God” (Psalm 46:10). Few moderns have the discipline or time to say:
Speak, Lord, in the stillness,
While I wait on Thee;
Hushed my heart to listen
In expectancy.
Menjadi cepat untuk mendengar disini berkaitan dengan keheningan atau kesunyian (stillness). Artinya cepat untuk mendengar suara-Nya dalam keheningan. Dalam buku Philokalia menuliskan tujuan dari keheningan yaitu, the purpose of stillness according to the desert fathers is to descend with the mind into the heart and stand in the presence of God. It is not just of silence, of not speaking, but of listening to God who dwells in the inner temple of the soul and standing in His presence. Dalam keheningan bukan hanya tidak berbicara melainkan mendengarkan Dia berbicara, atau mendengar suara-Nya karena sesungguhnya Dia berdiam di dalam kita. Fr. John Meyendorf has written,
Since the incarnation, our bodies have become “temples of the Holy Spirit who dwells in us (1 Cor 6:19); it is there, whitin our own bodies that we must seek the Spirit, whitin our own bodies sanctified by the saraments and grafted by the Eucharist into the Body of Christ. God is now to be within; He is no longer exterior to us. Therefore, we find the light of Mt. Tabor within ourselves.
Selanjutnya frasa “lambat untuk marah” artinya menjadi orang yang cepat marah adalah merupakan orang bodoh yang tidak bisa menyesuaikan emosi di dalam hatinya. Sebagaimana yang dikatakan dalam Pengkhotbah 7:9, Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh. Jadi cepat marah hanya menunjukkan dia sebagai orang bodoh. Sebaliknya lambat untuk marah adalah merupakan suatu sikap yang bijaksana karena memiliki hati yang bijaksana.
            Oleh karena kita tidak boleh cepat marah melainkan lambat berbicara dan cepat mendengar, merupakan sikap yang bijaksana. Yakobus bukan hanya mengajak kepada kita supaya kita cepat mendengar, tetapi juga menerima dengan lemah lembut atau dengan kerendahan hati setiap firman yang kita terima. Artinya adalah setiap firman kebenaran yaitu Injil yang menyelamatkan yang telah kita dengar adalah berasal dari Dia melalui para hamba-Nya, dan di dalam Dia, kita dimeteraikan dan menjadi percaya (Efesus 1:13). Di dalam surat Yakobus 3:13 mengatakan, siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan. Artinya kita disebut bijak dan berbudi adalah jika kita menerima firman dengan hati terbuka dan dengan kerendahan hati atau kelemahlembutan. Firman yang diterima dengan lemah lembut atau hati yang terbuka akan tertanam di dalam hati. Oleh karena itu, pentingnya menjaga sikap hati tetap rendah di hadapan-Nya. Hati adalah sebuah tempat berdiam bagi Allah yang kudus. Oleh karena itu jangan meninggalkan Dia atau melepaskan Dia dari dalam hati kita. Fr. John Meyendorf menulis dalam buku Philokalia, a folk tale from India: A neighbor found Nasruddin on his knees searching for something. What are you searching for, Mullah? My key. I’ve lost it. Both men got on their knees to search for the lost key. After a while the neighbor said, where did you lose it? At home. Good Lord! Then why are you searching for it here? Because there is more light here. Dari cerita ini, memunculkan sebuah pertanyaan, apakah kita akan mencari Allah, jika ternyata kita sudah melepaskan Dia dalam hati kita? Jadi, kita perlu mengevaluasi hati kita setiap hari, atau secara progresif dihadapan-Nya. Hati kita adalah tempat berdiam bagi Pribadi yang kudus itu. In his Homilies St. Macarios develops the idea of the heart as the center of life when he writes: The heart governs and reigns over the whole bodily organism; and when grace possesses the ranges of the heart, it rules over all the members and the thoughts. For there, in the heart, is the mind, and all the thoughts of the soul and it’s expectation; and in this way grace penetrates also to all the members of the body… within the heart are unfathomable depths. There are reception rooms and bedchambers in it, doors and porches, and many offices and passages. In it is the workshop of righteousness and of wickedness. In it is deadth; in it is life… The heart is Christ palace; there Christ the King comes to take His rest, with the angels and the spirits of the saints, and He dwells there, walking within it and placing His Kingdom there. Untuk menerima firman-Nya dengan kerendahan hati diperlukan kondisi hati yang terus dievaluasi setiap hari.
            Kita tidak cukup hanya menerima firman-Nya dengan hati yang rendah, tetapi juga perlu membuang segala hal yang kotor dan segala hal yang jahat. Artinya disini adalah segala hal yang kotor dan jahat berkaitan dengan manusia lama dengan segala kebiasaannya yang buruk haruslah dibuang (Ef 4:22). Manusia lama adalah keadaan manusia secara batiniah dan lahiriah yang kotor dan jahat. Di dalamnya hanya terdapat hal-hal yang demikian. Oleh karena itu, Yakobus menuliskan ketika kita mau menerima firman dengan sikap hati yang rendah, dengan telinga yang cepat untuk mendengar, maka kita perlu dan harus membuang atau menanggalkan manusia lama kita. Dalam 1 Petrus 2:1 ditulis, Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. Dengan jelas semua hal yang berkaitan dengan kejahatan, tipu muslihat, kemunafikan, kedengkian, dan fitnah adalah bagian dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang adalah bagian dari manusia lama kita. Jadi, membuang atau menanggalkan semua itu adalah merupakan tindakan nyata yang menandakan bahwa kita adalah orang-orang yang telah ditebus dan menjadi manusia baru di dalam Kristus. Jadi, pentingnya kita membuang segala hal kotor dan jahat supaya bisa menerima firman dengan hati yang terbuka, lemah lembut, supaya firman itu bisa tertanam dalam hati dan terus direnungkan dari hari ke hari.









Summary and aplication
            Dari hasil penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa karena amarah manusia tidak mengerjakan atau menghasilkan kebenaran di hadapan Allah, maka Yakobus memperingatkan kepada kita supaya kita cepat untuk mendengar, lambat untuk berbicara, dan lambat untuk marah. Dengan menerapkan tiga sikap tersebut, maka kita bisa menerima Firman-Nya dengan hati yang lemah lembut. Tidak cukup sampai disitu, karena untuk menerima firman-Nya perlu menanggalkan segala hal yang kotor dan jahat di dalam diri kita.
            Aplikasi praktis bagi gereja masa kini adalah bisa mengajarkan kepada jemaat tentang:
1.      Jangan cepat-cepat marah melainkan cepatlah untuk mendengar firman-Nya dan suara-Nya dalam keheningan atau kesunyian.
2.      Buanglah amarah karena amarah tidak mengerjakan kebenaran dihadapan Allah.
3.      Terimalah firman dengan hati yang rendah/lemah lembut sehingga firman itu bisa tertanam di dalam hati
4.      Membuang segala hal yang kotor dan jahat.


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..