Keajaiban Kasih Karunia: What’s so amazing about grace? oleh Philip
Yancey, diterjemahkan oleh Esther S. Mandjani; Batam Centre: Interaksara, 2011. 338 halaman. Rp 35.000.
Philip Yancey adalah penulis dari buku-buku
devotional yang laris sekaligus bekerja sebagai editor umum bagi majalah
Christianity Today. Ia sudah menulis enam buku pemenang Gold
Medallion Award, termasuk Where Is God When It Hurts?, Dissapointment with
God, dan The Gift of Pain. Buku terakhirnya, The Jesus I Never
Knew, menjadi buku terlaris di Amerika menurut daftar Publisher Weekly
dan ECPA. Ia turut menyunting The Student Bible, yang juga memenangkan Gold
Medallion Award.
Philip Yancey membukakan banyak kebenaran yang mempesona
dengan pengamatan luar biasa pada konsep lama yang tidak pernah ketinggalan jaman tentang kasih karunia. Pada bagian
pendahuluan, Yancey memaparkan hasil permainan sebuah kata sebagai
kuncinya yang kemudian semua bersumber dari satu kata tersebut. Kata itu adalah
“grace”. Ia menjelaskan begitu rupa seperti mengucapkan doa makan,
mensyukuri makanan sehari-hari sebagai berkat dari Tuhan, disebut “say grace”.
Merasa berterimakasih atas kebaikan seseorang disebut grateful, senang karena
berita baik disebut gratified, memberi selamat dengan “congratulation,”
sementara keramahan dan kedermawanan disebut gracious. Semua itu berakar
dari kata grace yang sama. Maksud dari permainan kata tersebut terangkum dengan
sebuah kalimat yang menjadi fokus dari bukunya, yaitu sebuah
kutipan dari novel Georges Bernanos Diary of a Country Priest yang
mengatakan,“ Kasih karunia ada di mana-mana.” Ia kemudian memberitahu dan menunjukkan kepada pembaca mengenai dunia
tanpa kasih karunia melalui narasi-narasi yang nyata dan pernah terjadi. Penekanan ini diberikan oleh Yancey sebab
ia ingin pembaca dalam pikirannya tidak hanya berfokus kepada keselamatan saja
melainkan kepada “kasih karunia”. Hal ini sudah terjadi pada orang
Kristen injili yang kuat dalam keselamatan, tetapi sering lemah dalam kasih
karunia. Yancey rindu untuk melihat masa-masa di mana gereja tidak dianggap
sebagai klub orang-orang benar atau sarang kebenaran politis, tetapi lebih
merupakan komunitas orang berdosa yang terbuka bagi semua orang berdosa.
Dalam bukunya, Yancey juga menegaskan bahwa kasih
karunia tidak menyetujui dosa, tetapi menghargai pendosa. Kasih karunia sejati
mencengangkan, tidak masuk di akal. Ia mengguncang suatu adat kebiasaan dan
dengan kegigihannya untuk mendekati orang berdosa dan menyentuh mereka dengan
belas kasih dan harapan. Hal ini yang menjadi maksud Yancey di mana gereja seharusnya tidak kehilangan kasih
karunia. Oleh karena semakin
buruk perasaan seseorang tentang dirinya, semakin besar kemungkinan ia memandang
Yesus sebagai tempat perlindungan. Yancey bahkan menempatkan
kasih karunia di tengah gambaran-gambaran kehidupan yang keras, menguji
ketabahannya melawan “ketiadaan kasih karunia” yang mengerikan. Sehingga
dapatkah kasih karunia bertahan di tengah kekejaman seperti holocaust Nazi?
Haruskah kasih karunia ditunjukan pada orang-orang seperti Jeffery Dahmer, yang
membunuh dan melakukan perbuatan kanibal pada tujuh belas pria muda. Yancey
seperti ingin mengatakan bahwa orang-orang yang kesakitan karena dosa tidak
memerlukan banyak khotbah melainkan kasih yang terwujud pada suatu tindakan
nyata.
Pada bab kedua
dalam bukunya, Yancey memberikan sebuah solusi bagaimana memutuskan lingkaran
ketiadaan kasih karunia dengan mengutip perkataan C.S Lewis yang mengatakan
bahwa, “Menjadi Kristen artinya mengampuni yang tidak bisa dimaafkan, karena
Tuhan telah mengampuni yang tidak terampuni pada diri anda.” Kutipan tersebut
begitu jelas untuk mewakili isi hati Yancey yang ingin mengutarakan bahwa
memutuskan lingkaran ketiadaan kasih karunia berarti mengambil inisiatif.
Bukannya menunggu sampai sesamanya melakukan langkah pertama. Demikian pula
Allah menghancurkan hukum dosa dan ganti rugi yang tidak terelakkan dengan
turun ke dunia, menyerap hal terburuk yang bisa kita berikan, penyaliban, dan
kemudian dari perbuatan kejam itu menciptakan obat untuk keadaan manusia.
Kalvari menembus kebuntuan antara keadilan dan pengampunan. Dengan menerima
tuntutan keadilan yang berat pada diri-Nya yang tidak berdosa, Yesus memutuskan
rantai tanpa kasih karuia itu selamanya. Pengampunan adalah kekuatan besar
kedua untuk memutuskan lingkaran ketiadaan kasih karunia, oleh karena dapat
melonggarkan cekikan rasa bersalah pada orang yang berbuat salah.
Yancey bahkan berpendapat bahwa kemurahan
pengampunan memungkinkan terjadinya perubahan pada pihak yang bersalah. Ia
mengungkapkan suatu proses “pembedahan rohani” ini dengan detail: Ketika kita
memaafkan seseorang, kita mengiris kesalahan tersebut dari orang yang
melakukannya. Kita melepaskan orang itu dari tindakan yang menyakiti itu. Kita
menciptakannya kembali. Satu saat kita mengidentifikasi dirinya sebagai orang
jelas-jelas yang melakukan kesalahan pada kita. Saat berikutnya kita mengubah
identitas itu. Ia dibentuk kembali dalam pikiran kita. Pengampunan memutuskan
lingkaran saling menyalahkan dan melonggarkan cengkraman rasa bersalah. Kedua
hal ini dihasilkan melalui hubungan yang luar biasa, menempatkan orang yang
mengampuni pada sisi yang sama dengan pihak yang bersalah.
Kemudian pada bab-bab terakhir di dalam bukunya, Yancey
mengemukakan konsep yang agak
sensitif bagi sebagian kalangan Kristen yaitu mengenai dosa.
Yancey mengatakan dengan tegas bahwa “Tidak
ada tempat bagi yang abnormal atau dosa tetaplah dosa!.” Yang dimaksudkan
adalah sebuah pengungkapan inti hukum kenajisan Perjanjian Lama: Tidak ada tempat bagi yang abnormal. Diet orang
Israel dengan teliti menyingkirkan semua hewan yang tidak lazim atau
“abnormal,” dan prinsip yang sama juga diterapkan pada hewan “bersih” yang
digunakan dalam ibadah. Tidak ada Jemaah yang boleh membawa anak domba pincang
atau cacat ke rumah ibadah, karena Allah menginginkan yang sempurna dari
kawanan. Sejak jaman Kain, orang harus mengikuti petunjuk Allah secara persis
atau persembahan mereka akan ditolak. Allah menuntut kesempurnaan; Allah layak
mendapat yang terbaik. Yancey menegaskan
pula bahwa Tuhan benci terhadap homoseksual tetapi mengasihi orang-orang yang
terjerumus pada homoseksual. Kasih karunia tetap ada bagi mereka, tetapi tidak
menghilangkan tanggung jawab mereka. Dalam hal ini Yancey menyatakan bahwa
Allah adalah kasih dan adil dengan menggambarkan
Allah sebagai pribadi seorang
kakek yang penuh kasih karunia kepada cucunya ketika melakukan
kesalahan, tetapi juga pribadi seorang polisi yang kejam dan menghukum setiap
orang yang bersalah tanpa ada pengampunan.
Di akhir buku ini, Yancey mengingatkan bahwa kasih karunia adalah
ciri khas gereja. Itu adalah satu-satunya yang tidak bisa ditiru dunia, dan
satu-satunya yang paling dirindukan, lebih dari semua hal lain karena hanya
kasih karunia yang bisa memberi harapan dan perubahan di dunia yang telah rusak
ini. Oleh karena banyak perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
hanya oleh kasih karunia. Meskipun gereja dengan segala kekurangannya, jelas
sekali dengan kekacauan di sana-sini dan tidak sempurna, telah membagikan kasih
karunia Yesus pada dunia. Kekristenan, dan hanya kekristenan, yang mula-mula
mengilhami berdirinya rumah-rumah sakit dan rumah-rumah perawatan bagi yang
sekarat, dan hidup dengan penuh kasih (KIS 2:47).
Banyak hal yang menarik dalam buku ini tetapi juga
ada hal-hal yang perlu dikritisi dalam buku ini, yaitu terkait dengan
kepenulisan yang lebih banyak mengungkapkan suatu konsep dan kebenaran dengan
menggunakan narasi yang terkadang pesan tersirat dari penulis tidak diperoleh.
Terlepas dari kelemahan di atas, buku ini
merupakan sebuah karya yang inspiratif dan mampu mendorong pembacanya untuk
mulai belajar memberikan kasih karunia Allah yang telah ia miliki kepada orang
lain seperti halnya mengampuni. Buku ini juga cukup menguatkan iman orang
percaya yang takut berbalik kepada Tuhan oleh karena dosa-dosa yang telah
dilakukan, bahwa kasih karunia masih ada bagi mereka yang membutuhkan dan
bertanggungjawab atas kasih karunia tersebut.
Terima kasih telah berbagi. Tulisan yang sangat baik.
ReplyDeleteterimakasih kembali..
Delete