Exposisi 1 samuel 15
“AKU MAU MENDENGAR-MU”
I.
Latar
Belakang
Kitab
1 Samuel memberikan sebuah gambaran dari tiga pemimpin besar dari bangsa Israel,
yaitu Samuel, Saul dan Daud, untuk melalui sebuah periode dimana Israel
mengalami krisis kepemimpinan begitu hebat yang kemudian mengarahkan mereka
kepada perubahan historis dalam karakter kepemimpinan bangsa Israel.[1]
Krisis kepemimpinan sendiri telah dimulai sejak jaman Hakim-Hakim, seperti yang
tertulis pada Alkitab versi Indonesia Terjemahan Baru, “Pada zaman itu tidak
ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut
pandangannya sendiri” (Hakim-Hakim 21:25). Dengan demikian ingin menyatakan
tidak adanya figur seorang pemimpin, dalam hal ini raja yang memerintah mereka,
mengakibatkan orang Israel bertindak terhadap segala sesuatu berdasarkan
pertimbangannya sendiri.
Samuel
yang hadir mendahului Saul dipanggil oleh TUHAN untuk memegang jabatan nabi
Tuhan. Selama hidup Samuel, TUHAN telah memimpin dan menolong bangsa Israel
dalam menghadapi orang Filistin, bahkan Samuel diangkat menjadi seorang hakim
bagi Israel. Menjelang usianya yang semakin tua dan bahwa bangsa Israel memandang
anak-anak Samuel tidaklah hidup seperti ayahnya, maka muncul desakan dari
bangsa Israel untuk menetapkan bagi mereka seorang raja seperti pada
bangsa-bangsa lain. Hal ini tentu saja membuat Samuel kesal oleh karena maksud
dari bangsa Israel adalah seorang raja yang seperti bangsa lain. Sebagai bangsa
pilihan TUHAN, maka Israel sudah seharusnya sadar bahwa yang menjadi pemimpin
bagi mereka adalah TUHAN. Secara tidak langsung ketika bangsa Israel
menghendaki seorang raja seperti bangsa lain, maka mereka telah menolak TUHAN yang
selama ini telah menjadi pemimpin bagi mereka.
Belas
kasihan TUHAN bagi bangsa Israel yang telah menolak diri-Nya tidak pernah
kering. Sebagai bukti dari belas kasih-Nya, TUHAN kemudian menyediakan
keselamatan melalui Saul yang ditunjuk sebagai raja pertama bagi bangsa Israel.
Raja Saul disertai oleh Roh TUHAN sehingga mengalami perubahan karakter dalam
dirinya dan semasa kepemimpinannya, ia bahkan dipakai oleh TUHAN sebagai alat
untuk menyelamatkan bangsa Israel.
Akan
tetapi sejak bangsa Israel menghendaki seorang raja bagi mereka, sebenarnya
mereka telah menggantungkan kehidupan mereka kepada seorang pribadi yang tidak
ada apa-apanya jika dibandingkan TUHAN sendiri yang menjadi pemimpin mereka.
Samuel menekankan bahwa kehidupan mereka kini bergantung tidak hanya pada
ketaatan mereka kepada TUHAN, tetapi juga ketaatan dari raja yang memimpin
mereka kepada TUHAN. Artinya, bangsa Israel akan turut menderita hukuman TUHAN
jika rajanya tidak taat kepada TUHAN. Saul sebagai raja pertama bangsa Israel yang
sekilas terlihat berbuat baik bagi bangsa Israel pada akhirnya gagal untuk
mentaati TUHAN, menyebabkan jatuhnya bangsa Israel.
II.
Eksposisi
1 Samuel 15
Pasal ini dibagi menjadi
tiga kejadian: Pertama, Saul dan orang Amalek (ay. 1-9). Kedua, Firman TUHAN
kepada Samuel (ay. 10, 11) dan ketiga, Raja yang ditolak (ay. 12-35).[2]
II.I. Saul dan orang
Amalek (Ay. 1-9)
Pada
ayat pertama dikisahkan Samuel berkata kepada Saul, “Aku telah diutus oleh
Tuhan untuk mengurapi engkau menjadi raja atas Israel, umat-Nya . . .”
Setidaknya dalam ayat tersebut ada tiga hal unik yang ditemui dalam
kepemimpinan Saul sebagai raja. Pertama, TUHAN yang telah menunjuk dia sebagai
raja, Saul tidak dipilih oleh bangsa Israel oleh karena kepandaiannya maupun
karena kekuatannya, terlebih lagi karena popularitas. Kedua, sebagai raja, Saul
harus tetap tunduk kepada nabi Samuel. Oleh karena itu Saul, meskipun sebagai
raja, ia bukanlah pemegang kekuasaan tertinggi tetapi adalah bawahan dari nabi
TUHAN. Itulah sebabnya pada pasal 13, nabi Samuel memarahi raja dan mengatakan
bahwa dia adalah seorang yang bodoh. Ketiga, kepemimpinan Saul sebagai raja
adalah kepemimpinan atas umat yang bukanlah milikinya, tetapi adalah kepunyaan
TUHAN.[3]
Jika tiga keunikan ini adalah karakter dari jabatan raja yang dipegang oleh
Saul, maka tidak lain hal esensial yang diperlukannya sebagai raja adalah:
mendengarkan perintah dari TUHAN. Sebagai umat yang mendengar suara dari Firman
TUHAN adalah keunikan dari panggilan bangsa Israel, oleh sebab itu menjadi
seorang raja atas bangsa ini haruslah menjadi seorang yang mau mendengarkan
suara dari Firman TUHAN.[4]
Suara
dari Firman TUHAN disampaikan dengan jelas oleh Samuel yaitu untuk Saul sebagai
raja bangsa Israel harus melaksanakan penghakiman TUHAN terhadap orang-orang
Amalek dahulu telah menghalangi orang Israel keluar dari Mesir. TUHAN tidak
pernah melupakan dan kini menggenapi janjinya untuk menghapuskan sama sekali
ingatan kepada Amalek dari kolong langit (Keluaran 17:14). Penghakiman dari
TUHAN ini diberikan melalui Saul untuk melaksanakan penumpasan atas segala yang
ada. Dalam bahasa Ibrani, “tumpaslah” memiliki makna teknis dalam konteks
penghancuran yang terjadi dalam penghakiman ilahi, artinya tidak ada satu hal
pun yang boleh dipertahankan, tidak ada satu hal pun yang boleh lepas dari
penghakiman ini.[5]
Pada
ayat 4-5, Saul terlihat telah mempersiapkan segala sesuatu yang diperintahkan
oleh Firman TUHAN. Pada ayat 6, Saul bahkan melakukan pertimbangan yang sangat
baik yaitu untuk mengirim orang Keni yang bukan menjadi bagian dari penghakiman
TUHAN, sebab penghakiman TUHAN hanya jatuh kepada orang-orang Amalek. Pada ayat
7 juga menceritakan bahwa Saul memukul kalah orang Amalek dari Hawila sampai
Syur, sampai di sini Saul terlihat telah melakukannya dengan sangat baik. Namun
apa yang terjadi setelahnya justru tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan
oleh Firman TUHAN, Saul membiarkan Agag, raja orang Amalek tetap hidup. Kambing
domba, lembu-lembu terbaik, dan anak domba dan segala yang berharga juga tidak
habis ditumpas oleh orang Israel. Alkitab tidak memberikan alasan yang jelas
mengapa Saul menangkap Agag hidup-hidup dan apakah Saul yang menjadi pelopor
untuk mengambil hewan-hewan terbaik untuk dipersembahkan bagi TUHAN, namun yang
jelas Firman TUHAN kepada Saul adalah untuk tidak memberikan kesempatan bagi
satu hal pun untuk tidak ditumpas.
II.II. Firman TUHAN
kepada Samuel (ay. 10, 11)
Firman TUHAN datang kepada Samuel menyatakan
penyesalan-Nya atas Saul yang tidak memenuhi Firman TUHAN. Dalam kata lain,
tindakan Saul ditentukan oleh sesuatu yang bukan dari suara Firman TUHAN. Saul
tidak mendengarkan mematuhi Firman TUHAN yang seharusnya menjadi kewajiban
baginya untuk menaatinya. Ada hal lain yang meraih perhatiannya. Kata TUHAN
“menyesal” menggunakan kata kerja yang sama dengan kisah mengenai Nuh saat
TUHAN “menyesal” telah menciptakan manusia setelah melihat kejahatan manusia
dan pada akhirnya memutuskan untuk menghancurkan segala sesuatu yang telah
diciptakan-Nya. Samuel kemudian berseru-seru kepada TUHAN, ia sadar akan
besarnya akibat yang akan dialami oleh bangsa Israel. Raja yang telah diutus
oleh TUHAN untuk menjatuhkan penghakiman justru telah gagal untuk mentaati
Firman TUHAN.[6] The
Interpreter’s Bible memberikan catatan, “The anger of Samuel is directed not
against Saul, ...but against the Lord for this change in his plans which means
the overthrow the hopes that Samuel had placed in the new king.”[7]
II.III. Raja yang Ditolak
(ay. 12-35)
Saul dalam ketidaksadarannya akan kesalahan yang telah ia
perbuat, pada ayat 12 disebutkan sedang mendirikan baginya suatu tanda
peringatan. Hal ini mengingatkan kepada peristiwa kemenangan bangsa Israel atas
orang Amalek dimana Musa mendirikan sebuah mezbah dan menjadi peringatan akan
Allah yang menjadi penolongnya. Berbeda dengan Musa, justru Saul mendirikan
sebuah monumen “baginya” artinya secara tidak langsung Saul mengklaim bahwa
kemenangan atas orang Amalek itu diperolehnya melalui usahanya sendiri.[8] Sejak
itu Saul lebih mementingkan reputasinya di hadapan umat Israel. Sehingga ini
dapat dilihat sebagai keengganan Saul untuk mengakui TUHAN sebagai primary cause atas keberhasilannya.[9]
Dalam perjumpaannya dengan Samuel, Saul menyapa Samuel
dan berkata, “aku telah melaksanakan firman TUHAN.” Padahal apa yang TUHAN
sampaikan kepada Samuel justru hal yang bertentangan yaitu Saul tidak
melaksanakan firman TUHAN. Salam yang diberikan kepada Samuel, “diberkatinyalah
kiranya engkau oleh TUHAN” (ay. 13) menunjukkan bahwa Saul sama sekali tidak
terlihat gelisah akan kesalahan yang sebenarnya telah ia lakukan.
Ketidaktaatannya membuat dosa yang membutakan sang pendosa untuk melihat
kenyataan bahwa ia telah menjadi seorang yang tidak taat.[10]
Samuel kemudian mendengar akan suara dari kambing domba
dan menjadi petunjuk baginya bahwa Saul telah mendengar “suara” yang salah. Hal
ini akan lebih jelas setelah membaca ayat ke 24. Namun, dari ayat ke 14 ini
telah menunjukkan bahwa Saul pada dasarnya telah mengabaikan suara dari firman
TUHAN. Ayat 15 ini dapat menjadi perhatian penting oleh karena Saul berusaha
untuk memberikan pembelaan bagi dirinya yang justru menjadi sebuah pernyataan
fatal yang mengungkap semua motivasi di balik keputusan-keputusannya. Sebagai
seorang raja yang memimpin bangsanya berperang, tentu Saul memiliki otoritas
untuk menentukan perintah. Namun, dalam hal domba dan lembu terbaik yang
dipertahankannya, Saul membela dirinya dan melemparkan kesalahan kepada
“rakyat” yang telah menyimpannya sebagai persembahan korban bagi Allah. Hal ini
mengingatkan akan sikap Adam dalam Kejadian 3:12 yang melemparkan kesalahannya
kepada “Perempuan yang yang Kau tempatkan disisiku, dialah yang memberi buah
dari pohon itu kepadaku. . .” Saul berdiri pada sebuah tradisi pendosa sejak
Adam yang telah menolak untuk menerima tanggung jawab atas dosanya sendiri
bahkan menyalahkan orang lain.[11]
Saul
kemudian mencari pembelaan dari ketidaktaatan-Nya dengan menyebutkan bahwa
hewan-hewan yang terbaik tersebut dipertahankan untuk menjadi persembahan bagi
TUHAN. Melakukan hal yang kelihatannya baik kepada Tuhan tidaklah menjadi baik
jika berlawanan kehendak TUHAN. Salah satu kesalahan yang terdapat dalam
pembelaan Saul juga terletak kepada kesadarannya terhadap siapa persembahan
yang dimaksudnya itu ditujukan. Saul menyebutkan “TUHAN, Allahmu” dan bukan
“TUHAN, Allah kita”.[12]
Dengan demikian Saul telah menolak mengakui TUHAN sebagai Allahnya, sehingga
Allah kemudian menolaknya juga sebagai raja.
Samuel
kemudian mengingatkan kembali Saul akan posisinya. Sebelumnya dia hanyalah
seorang Benyamin, suku terlemah, kini menjadi kepala atas suku-suku Israel,
kepadanya telah diberikan misi melalui firman TUHAN untuk melaksanakan
penghakiman bagi orang Amalek. Namun Saul justru mendengar akan suara lain yang
ditakutinya, yaitu suara rakyat. Padahal dalam 1 Sam. 12:14 telah diingatkan
bahwa hanya kepada Tuhan saja bangsa Israel dan rajanya harus takut. Saul dalam
pembelaannya yang terakhir (ay. 21) kembali menyalahkan rakyat yang mengambil
akan jarahan itu, sekali pun tujuannya adalah untuk hal yang baik, yaitu
sebagai persembahan bagi TUHAN. Namun jawab Samuel adalah jelas bahwa ketaatan
kepada firman TUHAN lebih penting ketimbang korban persembahan dan bakaran.[13]
III. Kotbah: “Aku mau
mendengar-Mu”
Pertama, Saul
sebagai raja pertama bangsa Israel yang menjadi kehendak dari voice of the people pada akhirnya jatuh
karena Saul lebih mementingkan voice of
the people dibandingkan dengan suara Firman TUHAN, akibatnya Saul sendiri
ditolak oleh TUHAN.[14] Oleh
karena itu, sekalipun sekali pun Roh Allah berkuasa atas Saul (1 Sam. 10:10),
ia tetaplah manusia biasa, seorang (pemimpin) harus selalu dengar-dengaran akan
firman TUHAN.
Kedua,
TUHAN yang adalah first cause, berdaulat atas segala hal untuk
menjalankan kehendak-Nya, oleh sebab itu apa yang berhasil dicapai oleh Saul
semata-mata karena TUHAN yang beranugerah, mengijinkan dan memakai segala yang
ada untuk umat dan dunia melihat bahwa TUHAN yang telah merencanakannya dan mengerjakannya
dalam kedaulatan penuh.
Ketiga, Saul
sebagai seorang raja yang gagal dalam melaksanakan penghakiman Allah akan memberikan
petunjuk kepada seorang Raja yang tidak gagal dalam menjadi pelaksana akan
penghakiman Allah kepada dunia sebagaimana dimaksud dalam Kisah Para Rasul
10:42, “...bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang
hidup dan orang-orang mati” (bdk. 2 Tim. 4:1)[15],
yaitu Yesus Kristus. Penghakiman Allah melalui Saul hanyalah bersifat lokal dan
hanya skala yang kecil, namun kedatangan Kristus Yesus sebagai Raja yang
diurapi Allah akan menghakimi dan membalaskan dendam kepada mereka yang tidak
mengenal Allah dan mereka yang tidak taat kepada Injil Yesus Kristus (2 Tes.
1:5,8). Injil inilah yang kemudian menjadi peringatan akan datangnya
penghakiman dan memanggil umat Allah untuk datang kepada Sang Juruselamat.[16]
Bibliografi
Buttrick,
George Arthur. ed. The Interpreter’s
Bible. Vol. 2. Nashville: Abingdon Press, 1953.
Evans, Mary
J. New International Biblical Commentary,
1 and 2 Samuel. Massachusetts: Paternoster Press, 2000.
Long, V.
Philips. The Reign and Rejection of King
Saul. SBL Dissertation Series 118. Atlanta: Scholars Press, 1989.
McCarter,
Jr., P. Kyle. 1 Samuel: A New Translation
with Introduction and Commentary. Anchor Bible. New York: Doubleday, 1980.
Woodhouse, John. Preaching
The Word: 1 Samuel, Looking for a Leader. Edited by R. Kent Hughes.
Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2008.
[1] John Woodhouse,
Preaching The Word: 1 Samuel, Looking for
a Leader (Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2008), 18.
[2]
Woodhouse, Preaching The Word, 259.
[3]
Woodhouse, Preaching The Word, 259.
[4]
Woodhouse, Preaching The Word, 260.
[5]
Woodhouse, Preaching The Word, 261.
[6]
Woodhouse, Preaching The Word, 263-4.
[7] Lihat
George Arthur Buttrick, ed., The
Interpreter’s Bible, vol. 2, Commentary (Nashville: Abingdon Press,
1953), 961.
[8] V.
Philips Long, The Reign and Rejection of
King Saul, SBL Dissertation Series, 118 (Atlanta: Scholars Press, 1989),
142.
[9] Mary J.
Evans, New International Biblical
Commentary, 1 and 2 Samuel, Commentary (Massachusetts: Paternoster Press,
2000), 74.
[10]
Woodhouse, Preaching The Word, 268.
[11]
Woodhouse, Preaching The Word, 269.
[12]
Woodhouse, Preaching The Word, 270.
[13]
Woodhouse, Preaching The Word, 271-3.
[14] P. Kyle
McCarter, Jr. 1 Samuel: A New Translation
with Introduction and Commentary, Anchor Bible (New York: Doubleday, 1980),
270.
[15]
Woodhouse, Preaching The Word, 265.
[16]
Woodhouse, Preaching The Word, 265.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..