Perumpamaan Bendahara Yang Tidak Jujur- Yuke




Perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur
Lukas 16:1-13

Struktur Perumpamaan

Perumpamaan di atas dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
A.    Pengajaran Perumpamaan:
1.      Pembukaan perumpamaan: Kerajaan Surga sama seperti narasi perumpamaan.
B.     Narasi Perumpamaan:
1.      Seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara.
2.      Bendahara tersebut menghamburkan milik tuannya (korupsi).
3.      Bendahara tersebut mendapat suatu tuduhan yaitu tindakkannya diketahui.
                                                             a.      Bendahara tersebut berpikir akan apa yang ia lakukan jika dirinya dipecat.
                                                            b.      Bendahara itu memanggil seorang demi seora yang berhutang kepada tuannya dan mengurangi hutangnya tersebut.
4.      Tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur.

Analisis Perumpamaan
Tujuan menganalisis narasi perumpamaan adalah mendapatkan tema atau pokok cerita perumpamaan. Premis/tesis dalam studi perumpamaan ini adalah gabungan antara tokoh (karakter) dan peristiwa (prolog (mulai cerita) – konflik (puncak/perumitan cerita) – epilog (akhir cerita)) menghasilkan tema atau pokok cerita. Analisis narasi ini akan dibagi dalam tiga tahap yaitu analisis peristiwa, tokoh dan peristiwa dan tokoh.

Analisis peristiwa
Di dalam narasi perumpamaan, peristiwa berlangsung dari awal sampai akhir. Peristiwa awal adalah seorang tuan yang memiliki bendahara yang tidak jujur. Selanjutnya, peristiwa awal bergerak ke perumitan atau puncak yaitu perbuatan bendahara tersebut diketahui oleh tuannya dan dipecat. Dan peristiwa akhir adalah tuannya memuji bendahara tersebut karena kecerdikkannya. Peristiwa awal sampai akhir adalah peristiwa sebuah dampak dari karakter yang dimiliki bendahara tersebut.
Analisi tokoh
Di dalam narasi perumpamaan terdapat tiga tokoh yaitu tuan, seorang bendahara, orang-orang yang berhutang kepada tuan. Yang dilakukan oleh tuan adalah mengawasi harta yang dikelola oleh bendahara, dan orang-orang yang berhutang kepada sang tuan adalah menunggu daripada beban dan tindasan tersebut terselesaikan. Tokoh utama disini adalah seorang bendahara yang tidak jujur tersebut.

Analisis peristiwa dan tokoh
Analisis ini menggabungkan antara tokoh (karakter) dan peristiwa (prolog (mulai cerita) – konflik (puncak/perumitan cerita) – epilog (akhir cerita)) sehingga menghasilkan tema atau pokok cerita. Tema ceritanya adalah Ketidakjujuran membawakan krisis, kecerdikan mengantisipasi krisis mendatangkan pujian, “sikap ketidakjujuran membawakan krisis” merupakan karakter yang ditonjolkan di dalam narasi. “sikap kecerdikkan mengantisipasi krisis” mengandung unsur peristiwa awal hingga akhir di dalam narasi.

Konsep Teologis (Spiritual Truth)
Ada begitu banyak orang-orang yang mempertanyakan tentang perikop ini, karena kalau dibaca sekilas, seolah-olah Tuhan menginginkan agar kita mengikat persahabatan dengan mempergunakan mamon yang tidak jujur (lih. ayat 9). Dan kenapa pada ayat ke- 8 disebutkan bahwa tuan itu memuji kecerdikan bendahara yang tidak jujur? Bagaimana kita dapat mengartikan ayat-ayat ini, apakah ayat-ayat ini tidak bertentangan dengan nilai-nilah Kristiani? Apakah dapat dikatakan bahwa perikop ini sebenarnya mengajarkan kita untuk mempunyai sikap yang benar terhadap benda-benda duniawi, seperti kekayaan, kekuasaan, kepandaian, bakat, dll.? Perikop yang seolah-olah sulit diartikan ini dapat mudah dimengerti, kalau kita mencoba mengerti siapakah “tuan” dan “hamba” yang disebutkan di ayat 1-8. Pada akhirnya, Yesus sendiri memberikan kunci untuk mengerti ayat ini, yaitu ketika Dia mengatakan “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” (Lk 16:9).
Mengapa tuan itu memuji hambanya yang jahat?
Dari ayat 1-7, kita masih dapat mengikuti perumpamaan ini dengan jelas tanpa ada pertanyaan apapun, karena kita juga dapat menghubungkannya dengan keadaan di dunia ini dan mungkin juga dari pengalaman kita. Namun, yang membuat kita sulit untuk menerima adalah, tuan dari hamba yang tidak setia memuji kecerdikan dari hamba tersebut, yang sebenarnya perbuatan itu dapat dikategorikan culas. Kecerdikkannya ini diketahui pada saat ia mampu mengantisipasi krisis yang akan terjadi pada dirinya ketika dipecat. Krisis teratasi ketika ia melakukan ketidakjujuran sekali lagi setelah ia diketahui perbuatannya oleh sang tuan. Adapun ketidakjujuran ini yaitu dengan mengurangi nilai pembayaran daripada orang-orang yang berhutang kepada tuannya. Jika diteliti lebih lagi maka dapat diketahui bahwa sepertinya mereka adalah orang-orang yang lemah, dan tertindas sebab beban hutang-hutang mereka kepada sang tuan. Dengan demikian mereka tentunya dengan senang hati untuk menulis surat hutang dengan nilai yang telah dikurangi oleh sang bendahara. Dengan demikian orang-orang yang berhutang kepada sang tuan terperangkap untuk membalas budi kepada sang bendahara jika sewaktu-waktu bendahara tersebut mendapatkan krisis. Karakter cerdik inilah yang dipuji oleh tuannya sebab ia mengikat persahabatan dengan orang-orang dengan mamon yang tidak jujur.

Anak-anak dunia dan anak-anak terang
Setelah perumpamaan itu berakhir di ayat 8a, maka Yesus memberikan komentar “anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” (ay. 8b). Jadi pada saat tuan itu memuji kecerdikan hambanya, maka Yesus memberikan komentar bahwa memang anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang. Kalau kita amati keadaaan di lingkungan dan masyarakat modern ini, maka kita melihat bagaimana setiap orang berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan kehidupan finansial yang lebih baik; membanting tulang dari pagi sampai malam untuk mencukupi kebutuhan jasmani; memperjuangkan posisi atau kekuasaan dengan segenap kekuatan; mempunyai kesabaran yang luar biasa untuk meniti karir dan menanggung segala sesuatu demi tercapainya tujuan, dan masih begitu banyak usaha yang luar biasa yang dilakukan oleh manusia untuk urusan dunia ini, urusan yang bersifat sementara dan tidak kekal.
Setelah kita mengetahui akan perbedaan anak-anak dunia dan anak-anak terang yang disebutkan pada ayat 8, maka hal yang cukup sulit untuk dipahami adalah di ayat 9, dimana Yesus berkata “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” Bagaimana mungkin Yesus mengatakan bahwa kita harus mengikat persahabatan dengan mamon yang tidak jujur? Bukankah Yesus mengajarkan untuk tidak mengabdi kepada mamon (lih. Mt 6:24)?
Mamon adalah uang atau sesuatu yang dipercayai atau disimpan, yang sering dikonotasikan dengan kekayaan. Kekayaan memang sering mendatangkan godaan besar untuk berbuat dosa, namun kekayaan sendiri adalah sesuatu yang netral, karena dapat dipergunakan untuk sesuatu yang baik, walaupun sering dipergunakan untuk sesuatu yang buruk. Kekayaan juga dapat berupa bakat dan kemampuan, yang juga merupakan sesuatu yang bersifat netral. Berapa banyak kita melihat orang-orang yang jenius yang membangun dunia, namun ada juga yang orang yang jenius yang menggunakan kepintarannya untuk berbuat kriminal. Kuncinya adalah kita semua adalah bendahara yang dipercayakan oleh Tuhan dengan berbagai macam talenta dan karunia, yang dapat berupa kekayaan, kepandaian, dll. Pada waktu seseorang dipercaya oleh Tuhan dengan kekayaan atau kepandaian, maka sikap yang benar adalah mengikat persahabatan menggunakan mamon yang jujur. Maksudnya adalah hak atau harta atau milik kita sendiri yang berikan Tuhan kepada kita untuk kita kelola. Atau saling membantu sehingga jika ketika tiba kita mendapatkan krisis maka kita pun akan dibantu. Dengan demikian jika mamon tidak dapat membantu lagi maka kita akan masuk kedalam kemah abadi. Maksudnya kita akan berhenti memegang hak kita sampai pada batasannya kita mati sebab ketika kita mati maka tidak ada yang dibutuhkan lagi kecuali kemah abadi. Dengan demikian Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk lebih cerdik daripada anak-anak dunia. Jikalau anak-anak dunia cerdik yaitu mengikat persahabatan dengan uang haram untuk masa depannya, maka kita pun juga menggunakan uang tersebut untuk mengikat persahabatan sehingga ketika datangnya krisis kita mampu mengatasinya.



Studi Tafsir Injil-Injil Sinoptik/Tugas 1                                                        Eka Nur Cahyani/ 2017
Dr. Hendi                                                                                                10 Januari 2017


Fungsi Maksimal Pada Pelita Bergantung Pada Posisi Yang Benar Dan Tepat
Lukas 11:33-36 (Pelita Tubuh)

33 “Tidak seorangpun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya. 34 Matamu adalah pelita tubuhmu. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu. 35 Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan. 36 Jika seluruh tubuhmu terang dan tidak ada bagian yang gelap, maka seluruhnya akan terang, sama seperti apabila pelita menerangi engkau dengan cahayanya.”
Cerita di atas terdiri dari 3 peristiwa (ayat 33). Pertama, awal cerita yaitu ada seseorang menyalakan pelita. Kedua, puncak cerita yaitu dia meletakkan pelita tersebut di atas kaki dian bukan di kolong rumah atau di bawah gantang atau tempayan. Ketiga, akhir cerita yaitu pelita itu menerangi semua orang dengan cahayanya. Cerita ini tentu sederhana dan mudah dipahami oleh murid-murid maupun kita semua. Ada hal yang menarik di dalam cerita ini yakni pada puncak cerita. Lukas menuliskan tidak seorang pun yang akan meletakkan pelitanya di kolong rumah atau di bawah tempayan melainkan di atas kaki dian. Hal ini hendak menjelaskan kepada kita bahwa posisi letak pelita menjadi hal yang penting. Letak yang salah membuat pelita tidak dapat menerangi semua orang walaupun pelita itu dalam keadaan nyala atau menerangi. Disinilah dapat diketahui pentingnya suatu letak sebab menentukan fungsi pelita menjadi maksimal atau sebaliknya. Di sini kita mendapatkan tema atau pokok cerita yaitu fungsi maksimal pada pelita bergantung pada posisi yang benar dan tepat.
Adapun spiritual truth dalam perumpamaan yaitu mengenai mata yang adalah pelita tubuh (ayat 34). Mata diumpamakan seperti pelita. Tentu saja yang dimaksud pelita di sini adalah pelita di dalam cerita di atas: pelita yang menerangi semua orang karena letaknya. Mata yang merupakan pelita tubuh berarti mata yang dapat menerangi semua orang jika diletakkan pada posisi yang benar. Seperti apa posisi mata yang benar sehingga dapat menerangi semua orang? Selanjutnya Lukas menuliskan bahwa jika mata kita baik, teranglah seluruh tubuh kita dan sebaliknya jika mata kita jahat, gelaplah seluruh tubuh kita. Ini menjelaskan bahwa letak mata yang benar adalah pada hal-hal baik sedangkan letak yang salah adalah pada hal-hal jahat. Jika mata kita diletakkan pada hal-hal baik, maka teranglah seluruh tubuh kita sebaliknya jika diletakkan pada hal-hal jahat, maka gelaplah seluruh tubuh kita. Hal ini menjadi semacam peringatan kepada kita tentang betapa pentingnya menempatkan mata kita karena menentukan gelap terangnya seluruh tubuh kita. Sebab itu, Lukas menuliskan bahwa perhatikan atau tepatnya waspada terhadap matamu supaya matamu memancarkan terang ke seluruh tubuhmu bukan menjadi kegelapan atas seluruh tubuhmu (ayat 35). Yang dimaksud adalah kita harus memastikan bahwa mata kita ada pada posisi benar yaitu pada tempat terang tersebut sebab Allah adalah terang (1 Yoh 1:5). Dengan demikian hal-hal yang positiflah yang seharusnya ditempatkannya mata kita. Dalam ay. 36 sebagai kesimpulan atau penutup kembali menegaskan perumpamaan ini. Pelita yang dinyalakan (berfungsi) dan ditempatkan pada tempat yang benar akan menerangi seluruh ruangan dengan cahayanya (maksimal). Begitu juga dengan mata. Mata yang berfungsi dan ditempatkan pada tempat yang benar akan menerangi seluruh tubuh dan seluruh tubuh yang terang akan menerangi semua orang.
Pertanyaan bagi kita adalah mengapa harus mata dan bukan anggota tubuh lain? Kita tahu bahwa mata merupakan alat untuk melihat dan melihat berarti memberi persepsi terhadap segala sesuatu atau keadaan yang dilihat sebelum mengambil tindakan atau perbuatan. Persepsi merupakan kerja pikiran kita. Jadi, mata di sini lebih dilihat bukan hanya sebagai organ tubuh tetapi kepada fungsinya secara keseluruhan yaitu penglihatan, persepsi, dan keputusan mengambil tindakan. Fungsi mata ini harus ditempatkan pada hal-hal baik bukan pada hal-hal jahat sehingga dapat menerangi seluruh tubuh. Kita harus mengawasi mata kita untuk senantiasa menempatkannya pada hal-hal baik karena di situlah awal mulanya terjadinya worldview dalam melakukan suatu perbuatan.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..