GEREJA ORTHODOX KATOLIK
DAN AJARAN-AJARANNYA
Gereja Orthodox Katolik dan Ajaran-ajarannya merupakan suatu ajaran
Gereja sejak Zaman Purba yang dipelopori oleh para Rasul-rasul. Ajaran-ajaran
yang diajarkan mengenai Gereja yang satu dan hanya memiliki iman yang satu
yaitu Gereja merupakanTubuh kristus yang satu dan tak pernah berubah dan tetap
sama sejak jaman para Rasul-rasul hingga saat ini dimana arti dari Gereja
tersebut yang berasal dari bahasa Portugis (Ekklesia/Igreja) yaitu satu
maksudnya Gereja hanya satu begitu juga dengan ajaran-ajarannya. Jadi jika ada
ajaran-ajaran yang berubah dan berbeda dengan Iman Rasuli sepanjang segala
jaman berarti itu bukan injil yang satu yang diajarkan oleh para Rasul.
Terdapat beberapa kelompok yang mengakui dirinya sebagai Gereja yang benar
namun memiliki ajaran yang berbeda-beda dan bertolak belakang dengan
ajaran-ajaran para Rasul pastilah itu bukan ajaran yang benar mengapa? karena
faktanya Gereja hanyalah satu dan ajarannya tidak berubah-ubah yaitu Tubuh Kristus
itu sendiri yang sampai sekarang yang diajarkan oleh para Rasul. Dalam Alkitab
mencatat bahwa orang-orang yang menerima dan memelihara ajaran yang berbeda
dengan ajaran para Rasul maka orang-orang tersebut akan tertimpa kutuk, dosa
dan hukuman (Gal. 1:8,9 dan Titus. 3:10-11).
Selama milenium (seribu tahun)
pertama Kekristenan, gereja terdapat dalam lima wilayah besar yaitu
1. Jerusalem (Israel, Palestina)
2. Aleksandria (Mesir)
3. Antiokhia (Syria)
4. Roma
5. Konstantinopel (Turki, Istambul)
1. Jerusalem (Israel, Palestina)
2. Aleksandria (Mesir)
3. Antiokhia (Syria)
4. Roma
5. Konstantinopel (Turki, Istambul)
Kelimanya
berada dalam persekutuan dan mengaku sebagai Gereja yang Satu, Kudus (Suci),
Katolik (Penuh/Universal) dan Apostolik (Rasuli). Masing-masing pusat ini
dipimpin oleh seorang Episkop/Uskup yang bergelar sebagai Patriarkh (Bapak
Pemimpin): Konstantinopel, Antiokhia, dan Yerusalem, atau Paus (dari kata
Pappas= Bapak): Roma dan Alexandria. Paus di Roma dinyatakan sebagai yang
"utama" diantara para patriarkh lain "yang sejajar"
kedudukannya dengan Paus di Roma, yang adalah Patriarkh dari Gereja Barat itu.
Sistim pemerintahan Gereja dengan lima pimpinan ini dalam sejarah Gereja
Orthodox disebut sebagai "Pentarkhi" ("Lima Pimpinan").
Keluarnya
Gereja Barat dari Jaman Kegelapan dan mulai kokohnya kekuatan-kekuatan politik
Eropa yang tunduk kepada Sri Paus sejak dinobatkannya Karel Agung menjadi Raja
Kerajaan Romawi Suci itu, membuat makin kuatnya kedudukan Sri Paus. Hal ini
juga membuat makin yakinnya Gereja Barat bahwa Sri Paus adalah "Yang
Utama" bukan hanya dalam hal kehormatan (posisi Gereja Timur) tetapi juga
dalam hal kekuasaan hukum (posisi yang berkembang di Gereja Barat) diantara
keempat Patriarkh lainnya. Dengan kata lain Gereja Barat mulai meninggalkan
sistim "Pentarkhi" Gereja Purba untuk menggantikannya dengan sistim
"Monarkhi" yang sedang berkembang itu.
Itulah
sebabnya ketika Patriarkh Konstantinopel mulai disebut sebagai "Patriarkh
Ekumenis", Sri Paus di Roma bereaksi keras. Karena istilah
"Ekumenis" itu artinya "dunia semesta" atau
"universal". Kalau reaksi ini diakibatkan oleh pemahaman bahwa tak
mungkin ada seorang gembala universal bagi seluruh Gereja: Timur dan Barat,
maka berarti Sri Paus mengikuti sistim Pentarkhi, dengan demikian Sri Paus
sendiri juga mengakui dirinya bukan gembala untuk seluruh Gereja: Barat dan
Timur itu. Namun kalau gelar ini ditolak karena dilandasi oleh pemahaman bahwa
tak mungkin ada Patriarkh lain yang mempunyai gelar "universal"
kecuali Patriarkh Roma, maka berarti Sri Paus menegaskan sistim
"Monarkhi". Sehingga gelar Patriarkh Konstantinopel sebagai
"Ekumenis" itu dianggap tandingan bagi sistim "Monarkhi"
tadi.
Namun
apapun itu, dengan adanya gelar kehormatan "Ekumenis" bagi Patriarkh
Konstantinopel, menunjukkan bahwa Gereja Timur tak pernah menganggap dirinya
berada di bawah kekuasaan Paus di Roma, dan bahwa yurisdiksi Paus di Roma itu
hanya sebagai Patriarkh Gereja Barat saja. Demikianlah cara pandang Gereja
Barat mengenai kedudukan Sri Paus, suatu cara pandang yang akhirnya mengalami
benturan keras dengan cara pandang Gereja Timur yang tetap mempertahankan
pandangan yang tak berubah mengenai "Pentarkhi" dari Gereja Purba
dalam sistim kepemimpinan Gereja ini.
Pada
tahun 589 Masehi di suatu Synode lokal di kota Toledo, tanpa persetujuan dengan
Patriarkh lain yang ada di Timur Gereja Barat menyisipkan kata bahasa Latin
"et filioque" (" dan Sang Putra") atas butir mengenai
pengakuan akan Roh Kudus pada Pengakuan Iman Nikea yang asli. Pengakuan Iman
ini telah dirumuskan dalam Konsili Ekumenis Pertama (325 M) dan Kedua (381M)
secara bersama oleh seluruh Gereja yang hanya satu saat itu, baik Timur sebelum
adanya perpecahan Assyria Timur (Nestorian) maupun Orthodox Oriental (Non-Khalsedon),
maupun Barat. Jadi Pengakuan Nikea itu milik segenap Gereja, dan tak boleh
siapapun mengadakan penambahan ataupun pengurangan tanpa persetujuan bersama
dalam suatu Konsili Ekumenis yang lain.
Menurut
Pengakuan Iman yang asli Roh Kudus dinyatakan "keluar dari Sang Bapa
"saja sesuai dengan ajaran Kitab Suci (Yohanes 15:26). Dengan demikian
dari Sang Bapa yang satu itu bersemayamlah Firman dan RohNya sendiri, dan dari
Sang Bapa yang satu itu lahirlah FirmanNya dan keluarlah RohNya tanpa
meninggalkan kesatuan masing-masingNya di dalam Diri Bapa yang satu itu. Dengan
demikian ke-Esa-an Allah dijaga dan ditegaskan oleh ajaran Pengakuan Iman yang
asli, dan tetap dipelihara tak berubah oleh Gereja Timur ini. Karena Allah itu
satu sebab Bapa itu satu sebagai satu-satunya sumber asal-usul dan keberadaan dari
Firman dan RohNya sendiri.
Sisipan
"et filioque" ("dan Sang Putra") yang dilakukan secara
sepihak oleh Gereja Barat itu dilihat oleh Gereja Timur sebagai perusakan akan
makna ke-Esa-an Allah, sebab kalau Roh Kudus "keluar dari Sang Bapa dan
Sang Putra" berarti ada dua sumber keluarnya Roh Kudus dalam ke-Allah-an.
Kalau ada dua sumber tak mungkinlah itu satu Allah tetapi dua Allah. Itulah
sebabnya Gereja Timur menolak sisipan itu, dan itu menjadi ketegangan
berikutnya antara Gereja Timur dan Gereja Barat.
Pada
tahun 1054 utusan Paus Roma ke Konstantinopel mengekskomunikasi Patriarkh
Konstantinopel, yang membalas dengan tindakan serupa. Menurut pandangan Roma
(satu-satunya wilayah patriarkhal Gereja Barat), Gereja Ortodoks yang
memisahkan diri dari Gereja Yang Satu yaitu Gereja Katolik Roma. Tapi menurut
pandangan Gereja Timur (empat wilayah patriarkhal), Roma lah yang jatuh dalam
kesesatan (dengan memaksakan kekuasaan paus dan mengubah Pengakuan Iman Nicea)
dan memisahkan diri dari Gereja Yang Satu. Perpecahan ini disebut skisma.
Sampai sekarang Gereja Ortodoks tetap menganggap dirinya sebagai Gereja Yang
Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Gereja Katolik Roma juga mengklaim hal yang
sama.
Dengan demikian untuk mengetahui keberadaan
Gereja Kristus yang berasal dari jaman para Rasul dan tetap memelihara Iman
Rasuliah tak berubah itu, kita perlu melakukan
pelacakan Sejarah Umat Awal dari jaman permulaan sampai kini, dan kita
mengambil kesimpulan dari pelacakan ini.
Banyak orang telah diberi informasi yang keliru mengenai keberadaan Gereja
Kristus yang Rasuliah dan satu itu dengan
pemahaman bahwa Gereja Purba selalu dianggap berada dibawah ketundukan dengan
Sri Paus, dan hanya merupakan bagian dari
Gereja Roma Katolik saja, sedangkan dari pihak denominasi-denominasi Protestan memiliki anggapan yang serupa
pula mengenai segala sesuatu sebelum munculnya Protestantisme dan sesudah
zamannya para rasul, karena latar-belakang
sejarahnya yang memang merupakan protes terhadap Gereja Roma Katolik. Dan
segala sesuatu sebelum munculnya
Reformasi Protestan dianggap masih termasuk dalam Zaman Kegelapan. Dalam cara
pandang yang demikian ini tentulah orang
hanya melihat Kekristenan sebagai termasuk dalam Katolik Roma atau jika tidak
pasti itu termasuk dalam salah satu
denominasi-denominasi Protestan. Itulah sebabnya banyak orang tak dapat meletakkan keberadaan Gereja Rasuliah Purba
yang hanya satu itu secara tepat dalam spektrum Roma Katolik atau Protestan
ini.
Gereja Kristus yang Rasuliah dan
hanya satu itu bukan bagian dari sejarah Gerakan Reformasi, karena itu harus
berasal dari jaman purba dari awal Kekristenan
itu sendiri Itulah sebabnya Gereja Rasuliah Purba itu bukan termasuk denominasi Protestan. Juga Gereja Purba yang
Rasuliah itu tak pernah merupakan bagian sejarah dan pemikiran yang
mempengaruhi benua Eropa Barat yang sangat
besar dipengaruhi oleh ajaran Santo Agustinus, filsafat Skolastikisme
sebagaimana yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas
dalam Gereja Roma Katolik, dan yang kemudian juga dikembangkan oleh Martin
Luther dan Calvin dalam sejarah
Protestantisme. Yang juga dipengaruhi oleh pemusatan lembaga kepausan, sejarah
Rennaisance, Pencerahan, Reformasi Protestan
dan Kontra-Reformasi Roma Katolik serta Revolusi Perancis. Dan oleh
pengaruh-pengaruh itu munculnya pemahaman-pemahaman
Iman Gereja Barat baik yang berpusat di Roma maupun dalam komunitas Protestan. Karena Kristus adalah orang
Yahudi dan para RasulNya juga orang-orang Yahudi, mereka berasal dari Timur
Tengah, bukan dari Eropa. Maka Gereja yang
Rasuliah pastilah berasal dari Timur Tengah ini juga.
Maka Gereja Rasuliah ini tak
turut ambil bagian dari sejarah Gereja Barat itu, sehingga bukan merupakan
bagian dari Gereja Roma Katolik ataupun komunitas
Protestan modern. Jadi bukan termasuk kategori Gereja Barat. Apalagi secara
geografis yang dimaksud Gereja Barat adalah
wilayah Gereja sekitar Eropa Barat, baik sekitar daerah Mediterania maupun
daerah daerah Skandinavia. Sedangkan secara
etnis yang termasuk dalam lingkup Gereja Barat adalah bangsa-bangsa Latin
(Itali, Spanyol, Perancis) dan
bangsa-bangsa Anglo-Saxon (Jerman, Belanda, Inggris) serta bangsa-bangsa
Skandinavia (Denmark, Swedia, Skandinavia). Dan jika
kita masukkan aliran-aliran Protestan, maka termasuk pula bangsa Amerika dan
Kanada.
Padahal jika kita lihat dalam Perjanjian Baru umat
dalam Gereja Purba itu adalah bangsa Syria, Yahudi, Etiopia, dan Yunani, sehingga Gerejanya bukan termasuk
Gereja Barat baik secara geografis, etnis maupun historis dan aqidahnya. Gereja Rasuliah Purba inilah yang
disebut Gereja Orthodox dan berasal dari zaman awal munculnya Kekristenan itu
sendiri. Gereja Orthodox adalah Gereja Purba
yaitu Gereja Perjanjian Baru itu sendiri yang masih hadir di dunia ini tanpa
berubah baik dalam ajaran, ibadah, maupun ethos dan
cara pemerintahan Gerejanya sejak zaman para Rasul itu sendiri. Sejarah Gereja
Orthodox lebih berlatar-belakangkan zaman
Patristik Purba, Zaman Konsili-Konsili Ekumenis dalam lingkup Kerajaan
Byzantium, Munculnya Islam, Penyebaran ke
Eropa Timur dan Rusia, Penjajahan Turki, Penyerangan Bangsa Tartar, Penjajahan
Komunis, Kemerdekaan negara-negara Balkan,
dan sampai kepada zaman modern ini.
Dimulai dari munculnya Islam, penyebaran ke Eropa
Timur dan Rusia, sampai kepada penjajahan Komunis merupakan puncak daripada
perpecahan gereja orthodox timur dan barat sehingga menyebabkan terjadinya
perang salib yang mencoba merebut Tanah Suci pada tahun
1096. Mereka bergerak maju menuju ke Timur dari Eropa Barat dengan dipimpin
Uskup dan para pastor serta tentara-tentara Katolik Barat. Gerakan ini tak
terpisah dari apa yang terjadi di Gereja Barat. Permasalahan tidak kunjung
pulih melainkan memburuk oleh sebab kegagalan gereja dalam menyingkirkan Islam
dan paus serta uskup yang menjabat pada saat itu berpolitik di dalamnya
sehingga menimbulkan tujuh kali perang salib. Pada saat itu merupakan zaman
kesesakan bagi gereja sehingga Konstantinopel pun akhirnya jatuh ke Tangan
Turki (1453) dan mengalami masa Turkokratia (abad 15 s/d abad 19). Jatuhnya Konstantinopel pun mengakibatkan Orthodoxia
di bawah Islam. Serangan pasukan Turki yang terus menerus, serta
bantuan Gereja Barat yang selalu diharapkan namun tak pernah terbukti itu,
akhirnya dampaknya tak dapat dibendung lagi. Dibawah pimpinan Sultan
Muhammad II, pada tanggal 29 Mei 1453,
pasukan
Turki Muslim berhasil menyerbu Konstantinopel dan menjebolnya.
Konstantinopelpun jatuh ke tangan Turki, dan ini menandai runtuhnya Kekaisaran
Byzantium.. Dan Muhammad II merebut kota itu serta menamakannya “Istanbul” sampai
saat ini. Gereja Aghia Sophia dijadikan Mesjid. Berturut-turut Serbia pada
tahun 1459, Yunani pada tahun 1459-60, Bosnia
pada
tahun 1463 (dimana banyak kaum “Bogomil” yang keluar dari Gereja itu akhirnya
menjadi Muslim), dan akhirnya Mesir pada tahun 1517, jatuh ke tangan Turki.
Selama 400 tahun sesudah itu bangsa Turki Muslim menjajah ummat Kristen Orthodox
di seluruh bekas wilayah Kerajaan Byzantium. Inilah masa yang terkenal dalam
sejarah Gereja Orthodox sebagai masa "Turkokratia"
atau masa “Kekuasan Penjajahan Turki”. Pada saat ini Patriarkh
Konstantinopel dalam keadaan yang sangat sulit, karena sekarang harus berada
dibawah kekuasaan Penguasa yang bukan Kristen. Dari waktu ke waktu Sultan yang
berbeda-beda memperlakukan para Patriarkh dengan cara yang berbeda-beda juga.
Sering mereka dipecat dan diganti sekendak Sultan, banyak diantaranya yang mati
digantung tanpa sebab-sebab yang jelas. Tak jarang pula Sultan
memperjual-belikan kedudukan Patriarkh ini bagi siapa yang mau membayar paling
mahal kepada Sultan. Patriarkh dijadikan sebagai “Ethnarkh” yaitu pemimpin
masyarakat Kristen Orthodox, yang harus menarik pajak pada umat Kristen yang
ada di seluruh wilayah Turki.
Masuk
ke dalam abad keenam belas di Gereja Barat kita menemukan Gerakan Reformasi
Protestan dan Kontra Reformasi Roma Katolik. Martin Luther, Yohanes Calvin dan
Ulrich Zwingli menyerang penyimpangan-penyimpangan praktek Gereja Roma serta
pengajaran-pengajaran resminya. Pengaruh reformasi di daratan Eropa ini dibawa
ke Inggris sehingga Raja Henry VIII mendirikan Gereja Anglikan
pada tahun 1534, dan John Knox membawa ajaran Calvinisme ke Skotlandia.
Sebagai reaksinya Gereja Roma Katolik mengadakan Konsili di Trente (1561-1563)
yang secara resmi merumuskan doktrin khas Roma Katolik: Api Penyucian,
Indulgensia, Transubstansiasi, dan posisi-posisi lain yang diserang
Protestantisme. Abad kedelapan belas adalah abad kebangunan rohani dan
perluasan misi bagi Gereja Barat. Yohanes Wesley memulai Gerakan
Methodisme di Inggris, dan dibawanya ke Amerika sampai mempengaruhi
“Kebangunan Besar” di Amerika, yang merobohkan tembok-tembok pemisah diantara
kaum Protestan, dan menjadi sumber theologia Evangelikal (Injili) nantinya. Jonathan
Edwards (wafat.1758) dan George Whitefield (wafat 1770) pemimpin dai
Gerakan Kebangunan Rohani Protestan ini. Namun pada saat ini juga semangat
pencerahan dan romantisisme juga telah masuk ke dalam masyarakat Barat yang
akan menjadi sumber bagi theologia liberal dalam kalangan ummat Protestan dan
juga Katolik Roma. David Hume, Immanuel Kant, dan Frederich
Schleimacher muncul pada saat ini pula Gereja Roma Katolik pada abad
kedelapan belas mengalami gerakan misioner yang amat besar namun juga konflik
dengan semangat pencerahan. Sehingga pada abad kesembilan belas Protestantisme
sedang mengalami konflik antara aliran theologia liberal dan Neo-Orthodoxy
dengan kaum Konservatif, Evangelikal dan Fundamentalis. Sedangkan dalam Gereja
Roma Katolik, pada awal abad ini dicanangkan Dogma Roma Katolik “Maria
Terkandung Tanpa Dosa Asal” oleh Paus Pius IX, tahun 1854. Sedangkan pada
tahun 1870, Konsili Vatikan I, menegaskan doktrin “Paus Tak dapat Salah”,
suatu doktrin yang makin menjauhkan Gereja Roma Katolik dari Gereja Orthodox.
Pada tahun 1848 menanggapi sindiran-sindiran Paus Pius IX yang ditujukan
kepada
Gereja Orthodox termasuk kedua doktrin baru yang dicanangkan oleh Gereja Roma
Katolik, namun yang tak dapat diterima oleh Gereja Orthodox itu, maka para
Patriarkh dari Timur mengeluarkan Surat Edaran yang menegaskan Sifat Konsiliar
dari Gereja Orthodox.
Hal itulah ya g menyebabkan gereja
orthodox Timur dengan Gereja Roma Katolik Barat terpisah, bahkan Gereja
Orthodox masakini berada dalam Diaspora. Ada banyak hal terjadi selama abad kedua puluh dalam Gereja
Orthodox. Terutama perpindahan ummat Orthodox dari negera asli masing-masing ke daerah-daerah
yang telah kita sebutkan diatas. Sehingga terbentuk kelompok-kelompok umat Orthodox yang berkumpul atas dasar
kebangsaan. Dan mereka ini loyal kepada patriarkhat asal mereka masing-masing, sehingga terbnentuklah
yurisdiksi-yurisdiksi yang bermacam-macam sesuai dengan asal negara mereka.
Kini Gereja Orthodox berdiaspora atau tersebar di berbagai negara yakni di benua Afrika, Amerika, Eropa dan Inggris, dan Asia dimana Indonesia masuk di dalamnya.
Di
Indonesia yaitu Masa Sebelum GOI,
Gereja Timur dari Persia telah hadir di
Indonesia pada abad ketujuh di Pancur dan Barus, bahkan di Majapahit.
Kisah mereka itu tidak ada kelanjutannya. Sejak zaman Belanda dan terutama pada
tahun 1950an terdapat pula
Gereja
Timur, meskipun itu adalah Gereja Orthodox Oriental Armenia di Jakarta, namun
dari anggota-anggotanya di dalamnya terdapat juga orang-orang Yunani. Mereka
memiliki Gereja di Jalan Thamrin sekarang dan telah dibongkar menjadi Bank Indonesia
pada tahun 1960an ketika zaman penerintahan Orde Lama., dan di Surabaya di
Jalan Pacar 6, yang telah dibeli oleh
komunitas
Kristen Protestan, etnis Tionghoa. Namun ketika terjadi pemberontakan G-30-S
banyak mereka ini yang meninggalkan Indonesia pindah ke negara lain, dan sejak
saat itu komunitas Armenia ini tak ada lagi di Indonesia.
Munculnya
GOI (Gereja Orthodox Indonesia), Gereja Orthodox
Indonesia didirikan oleh
Presbyter
Daniel Bambang Dwi Byantoro (penulis buku ini) pada tanggal 8 Juni 1988. Ia
mulai pelayanannya di Mojokerto, namun kemudian pindah ke Solo. Di Solo ia mendirikan
Yayasan “Suara Dharma Tuhu” sebagai wadhah pelayannanya, kemudian diubah menjadi
“Yayasan Orthodox Injili.’ Mulai dari saat itulah Gereja berkembang secara
pelan-pelan di Solo, sampai kini telah memiliki Gedung Gereja yang permanen.
Sejak semula usaha untuk mendaftarkan ke Departemen Agama dilakukan. Pada tahun
1991 secara resmi Gereja Orthodox Indonesia yang berpusat di Solo telah di daftar
di Departemen Agama Pusat, dengan Keputusan No: 189/th.1991,
dan
diperbarui lagi dengan nomor: F/Dep.Kep./ Hk 005/ 19/637/ 1996 Tanggal 12 Maret
1996.
Gereja
Orthodox Indonesia sekarang (tahun 2000) memiliki 7 presbyter Indonesia asli,
dua orang diaken, seperti yang telah kita sebut diatas. Sedangkan Diaken
Gabriel Raul masih sedang belajar di Amerika. Masih ada empat orang lagi pemuda
Orthodox yang sedang belajar di luar negeri: Timotheos dan Margaretha di
Athena, Yunani, Gregorios Eko di Tesalonika serta Yosua Waluyo Utamo di Amerika
Serikat. Gereja Orthodox di Jakarta tadinya mengadakan pertemuannya sekali sebulan
di Kedutaan Yunani. Kemudian ada perkembangan baru dimana pada tanggal 18 April
1997 diadakan baptisan yang menandai terbentuknya jemaat Gereja Orthodox di
Jakarta. Pada tanggal 5 Oktober 1997 secara resmi Jemaat lokal (paroikia)
Gereja Orthodox ini diberi nama “Aghia Epiphania” suatu nama yang diberikan
oleh Episkop sendiri. Sambil menunggu dibangunnya “Orthodox Christian Center”
di tanah milik Gereja di Cinere, saat ini Gereja Orthodox beribadah tiap
minggunya di rumah Bapak Roy Martin.
Pada tahun 1994 Presbyter Daniel diangkat
sebagai “Arkhimandrit” ( gelar jenjang tertinggi untuk presbyter yang tidak
menikah) oleh Metropolitan Dionysios dari New Zealand, serta ditetapkan
sebagai Vikaris (Wakil) Episkop Agung untuk Indonesia, dan bertanggung jawab kepadanya.
Karena perkembangan yang ada di Asia dan karya yang makin meluas dari Gereja
Orthodox di Asia, maka Patriarkh Konstantinopel, Bartholomeus I, memutuskan
untuk mendirikan suatu Ke-Episkopan Agung yang baru untuk Asia. Itulah sebabnya
pada bulan Agustus tahun 1997, maka telah diciptakan suatu wilayah Ke- Metropolitan-an
Hong Kong dan Asia Tenggara yang berkantor pusat di Hong Kong. Wilayah Gerejawi
yang baru ini
bertanggung-jawab
atas semua Gereja-Gereja Orthodox di Asia: India, Singapura, Thailand, Filipina,
China, Taiwan dan HongKong. Jepang dan Korea termasuk dalam wilayah New
Zealand. Episkop Agung yang menjabat pada saat ini adalah Metropolitan Nikitas
Lulias berkedudukan di Hong Kong. Dengan demikian Gereja Orthodox Indonesia ini
dibawah penggembalaan rohani dari Metropolitan Nikitas Lulias tersebut. Perkembangan
selanjutnya yang terjadi pada tahun 2000 ini adalah, untuk pertama kalinya
wakil-wakil rohaniwan
dan
wakil-wakil pengurus dari Gereja Orthodox Indonesia secara resmi bersilaturahmi
dengan Presiden Republik Indonesia: Bapak K.H. Abdurrahman Wahid di gedung Bina
Graha, Jakarta pada tanggal 13 Maret 2000. Serta diikut-sertakannya Gereja Orthodox
Indonesia secara resmi dalam dialog interaktif dengan Presiden bersama-sama
dengan tokoh-tokoh agama lain
serta
tokoh-tokoh masyarakat di Gedung Pola, pada tanggal 20 Maret 2000. Dan yang tak
kalah pentingnya adalah keikutsertaan Gereja Orthodox Indonesia dalam Sidang
Raya XIII PGI di Palangka Raya, Kalimantan Tengah pada tanggal 20-31 Maret
2000, yang dengan demikian makin mengokohkan tempat Gereja Orthodox dalam
hubungan kemasyrakatan maupun
ke-Gereja-an
di bumi Indonesia ini. Ini penting bagi Gereja Orthodox Indonesia karena PGI itu
terkait dengan WCC atau DGD (Dewan Gereja-Gereja seDunia) yang berpusat di
Geneva Swiss. Sedangkan berdirinya WCC itu awal-mulanya berasal dari inisiatif
dari Patriarkh Athenagoras dari Konstantinopel, yiatu Patriarkh dari Gereja
Orthodox melalui Surat Edarannya yang
dikeluarkan
pada tahun 1920an. Padahal Gereja Orthodox Indonesia adalah bagian dari wilayah
Patriarkh Ekumenis Konstantinopel ini. Dan di WCC Geneva, Gereja Orthodox
adalah merupakan bagian yang integral dari lembaga persekutuan Gereja-Gereja
secara internasional itu. Demikianlah sejarah Gereja Orthodox Indonesia, yang
merupakan bagian resmi dari seluruh Gereja Orthodox di dunia ini.
Kesimpulan
Dari
bukti-bukti sejarah yang kita bahas diatas terbuktilah bahwa Gereja Orthodox
mempunyai sejarah yang tak terputus dengan Gereja Purba dan bahkan Gereja Perjanjian
Baru itu sendiri. Gereja Orthodox tetap memelihara ajaran Rasuliah Gereja Purba
itu tanpa tambahan ataupun pengurangan, serta mempraktekkan ibadah yang sama
dengan Gereja Purba, dan tetap
memiliki
pusat-pusat dimana asal mula Kekristenan itu berada. Bahkan para patriarkh dan
episkop serta presbyternya memiliki mata-rantai pentahbisan yang dapat dilacak
ke belakang langsung kepada para rasul itu sendiri. Gereja Orthodox tak pernah
mengalami dan tak memerlukan Reformasi ataupun Kontra-Reformasi, karena
ajarannya tak ada satupun yang asing
dari
Injil itu sendiri. Pandangan theologinya bukanlah pandangan perorangan, misalnya:
Agustinus atau yang lain, para sarjana Skolastik dalam Gereja Roma Katolik,
ataupun pandangan perorangan seperti Luther atau Calvin dalam pihak Protestan, namun
pandangannya bersifat konsiliar dari segenap Gereja. Iman Orthodox tidak tunduk
pada negosiasi atau perubahan-perubahan keinginan filsafat manusia. Singkat
kata Gereja Orthodox bukanlah hanya ingin meniru-niru Gereja Perjanjian Baru namun
adalah Gereja Perjanjian Baru itu sendiri yang tetap hadir sepanjang dua puluh
abad ini. Biarpun sejarahnya mengalami jatuh bangun dan derita, namun imannya,
ajarannya, ibadahnya, dan ethosnya tak mengalami perubahan serambutpun. Ini tak
berarti Gereja Orthodox tak pernah berkembang, namun perkembangan Gereja
Orthodox selalu berlandaskan dan mengacu kepada Iman Rasuliah yang satu dan
yang sama yang memang tak pernah berubah dalam hakekat isinya itu. Dengan kata
lain dapat dikatakan Gereja Orthodox tetap setia memelihara kepenuhan dan keutuhan
kehidupan dan Iman Perjanjian Baru itu tak terkoyakkan ataupun tergeserkan.
Seutuh-utuhnya dan sepenuh-penuhnya Injil itu dipelihara tak berubah tanpa
pengurangan ataupun penambahan selama 2000 tahun ini oleh Gereja Orthodox.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..