Book Report Sejarah Gereja Timur Orthodox



GEREJA ORTHODOX KATOLIK DAN AJARAN-AJARANNYA

Gereja Orthodox Katolik  dan Ajaran-ajarannya merupakan suatu ajaran Gereja sejak Zaman Purba yang dipelopori oleh para Rasul-rasul. Ajaran-ajaran yang diajarkan mengenai Gereja yang satu dan hanya memiliki iman yang satu yaitu Gereja merupakanTubuh kristus yang satu dan tak pernah berubah dan tetap sama sejak jaman para Rasul-rasul hingga saat ini dimana arti dari Gereja tersebut yang berasal dari bahasa Portugis (Ekklesia/Igreja) yaitu satu maksudnya Gereja hanya satu begitu juga dengan ajaran-ajarannya. Jadi jika ada ajaran-ajaran yang berubah dan berbeda dengan Iman Rasuli sepanjang segala jaman berarti itu bukan injil yang satu yang diajarkan oleh para Rasul. Terdapat beberapa kelompok yang mengakui dirinya sebagai Gereja yang benar namun memiliki ajaran yang berbeda-beda dan bertolak belakang dengan ajaran-ajaran para Rasul pastilah itu bukan ajaran yang benar mengapa? karena faktanya Gereja hanyalah satu dan ajarannya tidak berubah-ubah yaitu Tubuh Kristus itu sendiri yang sampai sekarang yang diajarkan oleh para Rasul. Dalam Alkitab mencatat bahwa orang-orang yang menerima dan memelihara ajaran yang berbeda dengan ajaran para Rasul maka orang-orang tersebut akan tertimpa kutuk, dosa dan hukuman (Gal. 1:8,9 dan Titus. 3:10-11).
Selama milenium (seribu tahun) pertama Kekristenan, gereja terdapat dalam lima wilayah besar yaitu
1. Jerusalem (Israel, Palestina)
2. Aleksandria (Mesir)
3. Antiokhia (Syria)
4. Roma
5. Konstantinopel (Turki, Istambul)

Kelimanya berada dalam persekutuan dan mengaku sebagai Gereja yang Satu, Kudus (Suci), Katolik (Penuh/Universal) dan Apostolik (Rasuli). Masing-masing pusat ini dipimpin oleh seorang Episkop/Uskup yang bergelar sebagai Patriarkh (Bapak Pemimpin): Konstantinopel, Antiokhia, dan Yerusalem, atau Paus (dari kata Pappas= Bapak): Roma dan Alexandria. Paus di Roma dinyatakan sebagai yang "utama" diantara para patriarkh lain "yang sejajar" kedudukannya dengan Paus di Roma, yang adalah Patriarkh dari Gereja Barat itu. Sistim pemerintahan Gereja dengan lima pimpinan ini dalam sejarah Gereja Orthodox disebut sebagai "Pentarkhi" ("Lima Pimpinan").
Keluarnya Gereja Barat dari Jaman Kegelapan dan mulai kokohnya kekuatan-kekuatan politik Eropa yang tunduk kepada Sri Paus sejak dinobatkannya Karel Agung menjadi Raja Kerajaan Romawi Suci itu, membuat makin kuatnya kedudukan Sri Paus. Hal ini juga membuat makin yakinnya Gereja Barat bahwa Sri Paus adalah "Yang Utama" bukan hanya dalam hal kehormatan (posisi Gereja Timur) tetapi juga dalam hal kekuasaan hukum (posisi yang berkembang di Gereja Barat) diantara keempat Patriarkh lainnya. Dengan kata lain Gereja Barat mulai meninggalkan sistim "Pentarkhi" Gereja Purba untuk menggantikannya dengan sistim "Monarkhi" yang sedang berkembang itu.
Itulah sebabnya ketika Patriarkh Konstantinopel mulai disebut sebagai "Patriarkh Ekumenis", Sri Paus di Roma bereaksi keras. Karena istilah "Ekumenis" itu artinya "dunia semesta" atau "universal". Kalau reaksi ini diakibatkan oleh pemahaman bahwa tak mungkin ada seorang gembala universal bagi seluruh Gereja: Timur dan Barat, maka berarti Sri Paus mengikuti sistim Pentarkhi, dengan demikian Sri Paus sendiri juga mengakui dirinya bukan gembala untuk seluruh Gereja: Barat dan Timur itu. Namun kalau gelar ini ditolak karena dilandasi oleh pemahaman bahwa tak mungkin ada Patriarkh lain yang mempunyai gelar "universal" kecuali Patriarkh Roma, maka berarti Sri Paus menegaskan sistim "Monarkhi". Sehingga gelar Patriarkh Konstantinopel sebagai "Ekumenis" itu dianggap tandingan bagi sistim "Monarkhi" tadi.
Namun apapun itu, dengan adanya gelar kehormatan "Ekumenis" bagi Patriarkh Konstantinopel, menunjukkan bahwa Gereja Timur tak pernah menganggap dirinya berada di bawah kekuasaan Paus di Roma, dan bahwa yurisdiksi Paus di Roma itu hanya sebagai Patriarkh Gereja Barat saja. Demikianlah cara pandang Gereja Barat mengenai kedudukan Sri Paus, suatu cara pandang yang akhirnya mengalami benturan keras dengan cara pandang Gereja Timur yang tetap mempertahankan pandangan yang tak berubah mengenai "Pentarkhi" dari Gereja Purba dalam sistim kepemimpinan Gereja ini.
Pada tahun 589 Masehi di suatu Synode lokal di kota Toledo, tanpa persetujuan dengan Patriarkh lain yang ada di Timur Gereja Barat menyisipkan kata bahasa Latin "et filioque" (" dan Sang Putra") atas butir mengenai pengakuan akan Roh Kudus pada Pengakuan Iman Nikea yang asli. Pengakuan Iman ini telah dirumuskan dalam Konsili Ekumenis Pertama (325 M) dan Kedua (381M) secara bersama oleh seluruh Gereja yang hanya satu saat itu, baik Timur sebelum adanya perpecahan Assyria Timur (Nestorian) maupun Orthodox Oriental (Non-Khalsedon), maupun Barat. Jadi Pengakuan Nikea itu milik segenap Gereja, dan tak boleh siapapun mengadakan penambahan ataupun pengurangan tanpa persetujuan bersama dalam suatu Konsili Ekumenis yang lain.
Menurut Pengakuan Iman yang asli Roh Kudus dinyatakan "keluar dari Sang Bapa "saja sesuai dengan ajaran Kitab Suci (Yohanes 15:26). Dengan demikian dari Sang Bapa yang satu itu bersemayamlah Firman dan RohNya sendiri, dan dari Sang Bapa yang satu itu lahirlah FirmanNya dan keluarlah RohNya tanpa meninggalkan kesatuan masing-masingNya di dalam Diri Bapa yang satu itu. Dengan demikian ke-Esa-an Allah dijaga dan ditegaskan oleh ajaran Pengakuan Iman yang asli, dan tetap dipelihara tak berubah oleh Gereja Timur ini. Karena Allah itu satu sebab Bapa itu satu sebagai satu-satunya sumber asal-usul dan keberadaan dari Firman dan RohNya sendiri.
Sisipan "et filioque" ("dan Sang Putra") yang dilakukan secara sepihak oleh Gereja Barat itu dilihat oleh Gereja Timur sebagai perusakan akan makna ke-Esa-an Allah, sebab kalau Roh Kudus "keluar dari Sang Bapa dan Sang Putra" berarti ada dua sumber keluarnya Roh Kudus dalam ke-Allah-an. Kalau ada dua sumber tak mungkinlah itu satu Allah tetapi dua Allah. Itulah sebabnya Gereja Timur menolak sisipan itu, dan itu menjadi ketegangan berikutnya antara Gereja Timur dan Gereja Barat.
Pada tahun 1054 utusan Paus Roma ke Konstantinopel mengekskomunikasi Patriarkh Konstantinopel, yang membalas dengan tindakan serupa. Menurut pandangan Roma (satu-satunya wilayah patriarkhal Gereja Barat), Gereja Ortodoks yang memisahkan diri dari Gereja Yang Satu yaitu Gereja Katolik Roma. Tapi menurut pandangan Gereja Timur (empat wilayah patriarkhal), Roma lah yang jatuh dalam kesesatan (dengan memaksakan kekuasaan paus dan mengubah Pengakuan Iman Nicea) dan memisahkan diri dari Gereja Yang Satu. Perpecahan ini disebut skisma. Sampai sekarang Gereja Ortodoks tetap menganggap dirinya sebagai Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Gereja Katolik Roma juga mengklaim hal yang sama.
Dengan demikian untuk mengetahui keberadaan Gereja Kristus yang berasal dari jaman para Rasul dan tetap memelihara Iman Rasuliah tak berubah itu, kita perlu melakukan pelacakan Sejarah Umat Awal dari jaman permulaan sampai kini, dan kita mengambil kesimpulan dari pelacakan ini. Banyak orang telah diberi informasi yang keliru mengenai keberadaan Gereja Kristus yang Rasuliah dan satu itu dengan pemahaman bahwa Gereja Purba selalu dianggap berada dibawah ketundukan dengan Sri Paus, dan hanya merupakan bagian dari Gereja Roma Katolik saja, sedangkan dari pihak denominasi-denominasi Protestan memiliki anggapan yang serupa pula mengenai segala sesuatu sebelum munculnya Protestantisme dan sesudah zamannya para rasul, karena latar-belakang sejarahnya yang memang merupakan protes terhadap Gereja Roma Katolik. Dan segala sesuatu sebelum munculnya Reformasi Protestan dianggap masih termasuk dalam Zaman Kegelapan. Dalam cara pandang yang demikian ini tentulah orang hanya melihat Kekristenan sebagai termasuk dalam Katolik Roma atau jika tidak pasti itu termasuk dalam salah satu denominasi-denominasi Protestan. Itulah sebabnya banyak orang tak dapat meletakkan keberadaan Gereja Rasuliah Purba yang hanya satu itu secara tepat dalam spektrum Roma Katolik atau Protestan ini.
Gereja Kristus yang Rasuliah dan hanya satu itu bukan bagian dari sejarah Gerakan Reformasi, karena itu harus berasal dari jaman purba dari awal Kekristenan itu sendiri Itulah sebabnya Gereja Rasuliah Purba itu bukan termasuk denominasi Protestan. Juga Gereja Purba yang Rasuliah itu tak pernah merupakan bagian sejarah dan pemikiran yang mempengaruhi benua Eropa Barat yang sangat besar dipengaruhi oleh ajaran Santo Agustinus, filsafat Skolastikisme sebagaimana yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas dalam Gereja Roma Katolik, dan yang kemudian juga dikembangkan oleh Martin Luther dan Calvin dalam sejarah Protestantisme. Yang juga dipengaruhi oleh pemusatan lembaga kepausan, sejarah Rennaisance, Pencerahan, Reformasi Protestan dan Kontra-Reformasi Roma Katolik serta Revolusi Perancis. Dan oleh pengaruh-pengaruh itu munculnya pemahaman-pemahaman Iman Gereja Barat baik yang berpusat di Roma maupun dalam komunitas Protestan. Karena Kristus adalah orang Yahudi dan para RasulNya juga orang-orang Yahudi, mereka berasal dari Timur Tengah, bukan dari Eropa. Maka Gereja yang Rasuliah pastilah berasal dari Timur Tengah ini juga.
Maka Gereja Rasuliah ini tak turut ambil bagian dari sejarah Gereja Barat itu, sehingga bukan merupakan bagian dari Gereja Roma Katolik ataupun komunitas Protestan modern. Jadi bukan termasuk kategori Gereja Barat. Apalagi secara geografis yang dimaksud Gereja Barat adalah wilayah Gereja sekitar Eropa Barat, baik sekitar daerah Mediterania maupun daerah daerah Skandinavia. Sedangkan secara etnis yang termasuk dalam lingkup Gereja Barat adalah bangsa-bangsa Latin (Itali, Spanyol, Perancis) dan bangsa-bangsa Anglo-Saxon (Jerman, Belanda, Inggris) serta bangsa-bangsa Skandinavia (Denmark, Swedia, Skandinavia). Dan jika kita masukkan aliran-aliran Protestan, maka termasuk pula bangsa Amerika dan Kanada.
Padahal jika kita lihat dalam Perjanjian Baru umat dalam Gereja Purba itu adalah bangsa Syria, Yahudi, Etiopia, dan Yunani, sehingga Gerejanya bukan termasuk Gereja Barat baik secara geografis, etnis maupun historis dan aqidahnya. Gereja Rasuliah Purba inilah yang disebut Gereja Orthodox dan berasal dari zaman awal munculnya Kekristenan itu sendiri. Gereja Orthodox adalah Gereja Purba yaitu Gereja Perjanjian Baru itu sendiri yang masih hadir di dunia ini tanpa berubah baik dalam ajaran, ibadah, maupun ethos dan cara pemerintahan Gerejanya sejak zaman para Rasul itu sendiri. Sejarah Gereja Orthodox lebih berlatar-belakangkan zaman Patristik Purba, Zaman Konsili-Konsili Ekumenis dalam lingkup Kerajaan Byzantium, Munculnya Islam, Penyebaran ke Eropa Timur dan Rusia, Penjajahan Turki, Penyerangan Bangsa Tartar, Penjajahan Komunis, Kemerdekaan negara-negara Balkan, dan sampai kepada zaman modern ini.
            Dimulai dari munculnya Islam, penyebaran ke Eropa Timur dan Rusia, sampai kepada penjajahan Komunis merupakan puncak daripada perpecahan gereja orthodox timur dan barat sehingga menyebabkan terjadinya perang salib yang mencoba merebut Tanah Suci pada tahun 1096. Mereka bergerak maju menuju ke Timur dari Eropa Barat dengan dipimpin Uskup dan para pastor serta tentara-tentara Katolik Barat. Gerakan ini tak terpisah dari apa yang terjadi di Gereja Barat. Permasalahan tidak kunjung pulih melainkan memburuk oleh sebab kegagalan gereja dalam menyingkirkan Islam dan paus serta uskup yang menjabat pada saat itu berpolitik di dalamnya sehingga menimbulkan tujuh kali perang salib. Pada saat itu merupakan zaman kesesakan bagi gereja sehingga Konstantinopel pun akhirnya jatuh ke Tangan Turki (1453) dan mengalami masa Turkokratia (abad 15 s/d abad 19). Jatuhnya Konstantinopel pun mengakibatkan Orthodoxia di bawah Islam. Serangan pasukan Turki yang terus menerus, serta bantuan Gereja Barat yang selalu diharapkan namun tak pernah terbukti itu, akhirnya dampaknya tak dapat dibendung lagi. Dibawah pimpinan Sultan Muhammad II, pada tanggal 29 Mei 1453,
pasukan Turki Muslim berhasil menyerbu Konstantinopel dan menjebolnya. Konstantinopelpun jatuh ke tangan Turki, dan ini menandai runtuhnya Kekaisaran Byzantium.. Dan Muhammad II merebut kota itu serta menamakannya “Istanbul” sampai saat ini. Gereja Aghia Sophia dijadikan Mesjid. Berturut-turut Serbia pada tahun 1459, Yunani pada tahun 1459-60, Bosnia
pada tahun 1463 (dimana banyak kaum “Bogomil” yang keluar dari Gereja itu akhirnya menjadi Muslim), dan akhirnya Mesir pada tahun 1517, jatuh ke tangan Turki. Selama 400 tahun sesudah itu bangsa Turki Muslim menjajah ummat Kristen Orthodox di seluruh bekas wilayah Kerajaan Byzantium. Inilah masa yang terkenal dalam sejarah Gereja Orthodox sebagai masa "Turkokratia" atau masa “Kekuasan Penjajahan Turki”. Pada saat ini Patriarkh Konstantinopel dalam keadaan yang sangat sulit, karena sekarang harus berada dibawah kekuasaan Penguasa yang bukan Kristen. Dari waktu ke waktu Sultan yang berbeda-beda memperlakukan para Patriarkh dengan cara yang berbeda-beda juga. Sering mereka dipecat dan diganti sekendak Sultan, banyak diantaranya yang mati digantung tanpa sebab-sebab yang jelas. Tak jarang pula Sultan memperjual-belikan kedudukan Patriarkh ini bagi siapa yang mau membayar paling mahal kepada Sultan. Patriarkh dijadikan sebagai “Ethnarkh” yaitu pemimpin masyarakat Kristen Orthodox, yang harus menarik pajak pada umat Kristen yang ada di seluruh wilayah Turki.
Masuk ke dalam abad keenam belas di Gereja Barat kita menemukan Gerakan Reformasi Protestan dan Kontra Reformasi Roma Katolik. Martin Luther, Yohanes Calvin dan Ulrich Zwingli menyerang penyimpangan-penyimpangan praktek Gereja Roma serta pengajaran-pengajaran resminya. Pengaruh reformasi di daratan Eropa ini dibawa ke Inggris sehingga Raja Henry VIII mendirikan Gereja Anglikan pada tahun 1534, dan John Knox membawa ajaran Calvinisme ke Skotlandia. Sebagai reaksinya Gereja Roma Katolik mengadakan Konsili di Trente (1561-1563) yang secara resmi merumuskan doktrin khas Roma Katolik: Api Penyucian, Indulgensia, Transubstansiasi, dan posisi-posisi lain yang diserang Protestantisme. Abad kedelapan belas adalah abad kebangunan rohani dan perluasan misi bagi Gereja Barat. Yohanes Wesley memulai Gerakan Methodisme di Inggris, dan dibawanya ke Amerika sampai mempengaruhi “Kebangunan Besar” di Amerika, yang merobohkan tembok-tembok pemisah diantara kaum Protestan, dan menjadi sumber theologia Evangelikal (Injili) nantinya. Jonathan Edwards (wafat.1758) dan George Whitefield (wafat 1770) pemimpin dai Gerakan Kebangunan Rohani Protestan ini. Namun pada saat ini juga semangat pencerahan dan romantisisme juga telah masuk ke dalam masyarakat Barat yang akan menjadi sumber bagi theologia liberal dalam kalangan ummat Protestan dan juga Katolik Roma. David Hume, Immanuel Kant, dan Frederich Schleimacher muncul pada saat ini pula Gereja Roma Katolik pada abad kedelapan belas mengalami gerakan misioner yang amat besar namun juga konflik dengan semangat pencerahan. Sehingga pada abad kesembilan belas Protestantisme sedang mengalami konflik antara aliran theologia liberal dan Neo-Orthodoxy dengan kaum Konservatif, Evangelikal dan Fundamentalis. Sedangkan dalam Gereja Roma Katolik, pada awal abad ini dicanangkan Dogma Roma Katolik “Maria Terkandung Tanpa Dosa Asal” oleh Paus Pius IX, tahun 1854. Sedangkan pada tahun 1870, Konsili Vatikan I, menegaskan doktrin “Paus Tak dapat Salah”, suatu doktrin yang makin menjauhkan Gereja Roma Katolik dari Gereja Orthodox. Pada tahun 1848 menanggapi sindiran-sindiran Paus Pius IX yang ditujukan
kepada Gereja Orthodox termasuk kedua doktrin baru yang dicanangkan oleh Gereja Roma Katolik, namun yang tak dapat diterima oleh Gereja Orthodox itu, maka para Patriarkh dari Timur mengeluarkan Surat Edaran yang menegaskan Sifat Konsiliar dari Gereja Orthodox.
            Hal itulah ya g menyebabkan gereja orthodox Timur dengan Gereja Roma Katolik Barat terpisah, bahkan Gereja Orthodox masakini berada dalam Diaspora. Ada banyak hal terjadi selama abad kedua puluh dalam Gereja Orthodox. Terutama perpindahan ummat Orthodox dari negera asli masing-masing ke daerah-daerah yang telah kita sebutkan diatas. Sehingga terbentuk kelompok-kelompok umat Orthodox yang berkumpul atas dasar kebangsaan. Dan mereka ini loyal kepada patriarkhat asal mereka masing-masing, sehingga terbnentuklah yurisdiksi-yurisdiksi yang bermacam-macam sesuai dengan asal negara mereka. Kini Gereja Orthodox berdiaspora atau tersebar di berbagai negara yakni di benua Afrika, Amerika, Eropa dan Inggris, dan Asia dimana Indonesia masuk di dalamnya.
Di Indonesia yaitu Masa Sebelum GOI, Gereja Timur dari Persia telah hadir di Indonesia pada abad ketujuh di Pancur dan Barus, bahkan di Majapahit. Kisah mereka itu tidak ada kelanjutannya. Sejak zaman Belanda dan terutama pada tahun 1950an terdapat pula
Gereja Timur, meskipun itu adalah Gereja Orthodox Oriental Armenia di Jakarta, namun dari anggota-anggotanya di dalamnya terdapat juga orang-orang Yunani. Mereka memiliki Gereja di Jalan Thamrin sekarang dan telah dibongkar menjadi Bank Indonesia pada tahun 1960an ketika zaman penerintahan Orde Lama., dan di Surabaya di Jalan Pacar 6, yang telah dibeli oleh
komunitas Kristen Protestan, etnis Tionghoa. Namun ketika terjadi pemberontakan G-30-S banyak mereka ini yang meninggalkan Indonesia pindah ke negara lain, dan sejak saat itu komunitas Armenia ini tak ada lagi di Indonesia.
Munculnya GOI (Gereja Orthodox Indonesia), Gereja Orthodox Indonesia didirikan oleh
Presbyter Daniel Bambang Dwi Byantoro (penulis buku ini) pada tanggal 8 Juni 1988. Ia mulai pelayanannya di Mojokerto, namun kemudian pindah ke Solo. Di Solo ia mendirikan Yayasan “Suara Dharma Tuhu” sebagai wadhah pelayannanya, kemudian diubah menjadi “Yayasan Orthodox Injili.’ Mulai dari saat itulah Gereja berkembang secara pelan-pelan di Solo, sampai kini telah memiliki Gedung Gereja yang permanen. Sejak semula usaha untuk mendaftarkan ke Departemen Agama dilakukan. Pada tahun 1991 secara resmi Gereja Orthodox Indonesia yang berpusat di Solo telah di daftar di Departemen Agama Pusat, dengan Keputusan No: 189/th.1991,
dan diperbarui lagi dengan nomor: F/Dep.Kep./ Hk 005/ 19/637/ 1996 Tanggal 12 Maret 1996.
Gereja Orthodox Indonesia sekarang (tahun 2000) memiliki 7 presbyter Indonesia asli, dua orang diaken, seperti yang telah kita sebut diatas. Sedangkan Diaken Gabriel Raul masih sedang belajar di Amerika. Masih ada empat orang lagi pemuda Orthodox yang sedang belajar di luar negeri: Timotheos dan Margaretha di Athena, Yunani, Gregorios Eko di Tesalonika serta Yosua Waluyo Utamo di Amerika Serikat. Gereja Orthodox di Jakarta tadinya mengadakan pertemuannya sekali sebulan di Kedutaan Yunani. Kemudian ada perkembangan baru dimana pada tanggal 18 April 1997 diadakan baptisan yang menandai terbentuknya jemaat Gereja Orthodox di Jakarta. Pada tanggal 5 Oktober 1997 secara resmi Jemaat lokal (paroikia) Gereja Orthodox ini diberi nama “Aghia Epiphania” suatu nama yang diberikan oleh Episkop sendiri. Sambil menunggu dibangunnya “Orthodox Christian Center” di tanah milik Gereja di Cinere, saat ini Gereja Orthodox beribadah tiap minggunya di rumah Bapak Roy Martin.
 Pada tahun 1994 Presbyter Daniel diangkat sebagai “Arkhimandrit” ( gelar jenjang tertinggi untuk presbyter yang tidak menikah) oleh Metropolitan Dionysios dari New Zealand, serta ditetapkan sebagai Vikaris (Wakil) Episkop Agung untuk Indonesia, dan bertanggung jawab kepadanya. Karena perkembangan yang ada di Asia dan karya yang makin meluas dari Gereja Orthodox di Asia, maka Patriarkh Konstantinopel, Bartholomeus I, memutuskan untuk mendirikan suatu Ke-Episkopan Agung yang baru untuk Asia. Itulah sebabnya pada bulan Agustus tahun 1997, maka telah diciptakan suatu wilayah Ke- Metropolitan-an Hong Kong dan Asia Tenggara yang berkantor pusat di Hong Kong. Wilayah Gerejawi yang baru ini
bertanggung-jawab atas semua Gereja-Gereja Orthodox di Asia: India, Singapura, Thailand, Filipina, China, Taiwan dan HongKong. Jepang dan Korea termasuk dalam wilayah New Zealand. Episkop Agung yang menjabat pada saat ini adalah Metropolitan Nikitas Lulias berkedudukan di Hong Kong. Dengan demikian Gereja Orthodox Indonesia ini dibawah penggembalaan rohani dari Metropolitan Nikitas Lulias tersebut. Perkembangan selanjutnya yang terjadi pada tahun 2000 ini adalah, untuk pertama kalinya wakil-wakil rohaniwan
dan wakil-wakil pengurus dari Gereja Orthodox Indonesia secara resmi bersilaturahmi dengan Presiden Republik Indonesia: Bapak K.H. Abdurrahman Wahid di gedung Bina Graha, Jakarta pada tanggal 13 Maret 2000. Serta diikut-sertakannya Gereja Orthodox Indonesia secara resmi dalam dialog interaktif dengan Presiden bersama-sama dengan tokoh-tokoh agama lain
serta tokoh-tokoh masyarakat di Gedung Pola, pada tanggal 20 Maret 2000. Dan yang tak kalah pentingnya adalah keikutsertaan Gereja Orthodox Indonesia dalam Sidang Raya XIII PGI di Palangka Raya, Kalimantan Tengah pada tanggal 20-31 Maret 2000, yang dengan demikian makin mengokohkan tempat Gereja Orthodox dalam hubungan kemasyrakatan maupun
ke-Gereja-an di bumi Indonesia ini. Ini penting bagi Gereja Orthodox Indonesia karena PGI itu terkait dengan WCC atau DGD (Dewan Gereja-Gereja seDunia) yang berpusat di Geneva Swiss. Sedangkan berdirinya WCC itu awal-mulanya berasal dari inisiatif dari Patriarkh Athenagoras dari Konstantinopel, yiatu Patriarkh dari Gereja Orthodox melalui Surat Edarannya yang
dikeluarkan pada tahun 1920an. Padahal Gereja Orthodox Indonesia adalah bagian dari wilayah Patriarkh Ekumenis Konstantinopel ini. Dan di WCC Geneva, Gereja Orthodox adalah merupakan bagian yang integral dari lembaga persekutuan Gereja-Gereja secara internasional itu. Demikianlah sejarah Gereja Orthodox Indonesia, yang merupakan bagian resmi dari seluruh Gereja Orthodox di dunia ini.


Kesimpulan

Dari bukti-bukti sejarah yang kita bahas diatas terbuktilah bahwa Gereja Orthodox mempunyai sejarah yang tak terputus dengan Gereja Purba dan bahkan Gereja Perjanjian Baru itu sendiri. Gereja Orthodox tetap memelihara ajaran Rasuliah Gereja Purba itu tanpa tambahan ataupun pengurangan, serta mempraktekkan ibadah yang sama dengan Gereja Purba, dan tetap
memiliki pusat-pusat dimana asal mula Kekristenan itu berada. Bahkan para patriarkh dan episkop serta presbyternya memiliki mata-rantai pentahbisan yang dapat dilacak ke belakang langsung kepada para rasul itu sendiri. Gereja Orthodox tak pernah mengalami dan tak memerlukan Reformasi ataupun Kontra-Reformasi, karena ajarannya tak ada satupun yang asing
dari Injil itu sendiri. Pandangan theologinya bukanlah pandangan perorangan, misalnya: Agustinus atau yang lain, para sarjana Skolastik dalam Gereja Roma Katolik, ataupun pandangan perorangan seperti Luther atau Calvin dalam pihak Protestan, namun pandangannya bersifat konsiliar dari segenap Gereja. Iman Orthodox tidak tunduk pada negosiasi atau perubahan-perubahan keinginan filsafat manusia. Singkat kata Gereja Orthodox bukanlah hanya ingin meniru-niru Gereja Perjanjian Baru namun adalah Gereja Perjanjian Baru itu sendiri yang tetap hadir sepanjang dua puluh abad ini. Biarpun sejarahnya mengalami jatuh bangun dan derita, namun imannya, ajarannya, ibadahnya, dan ethosnya tak mengalami perubahan serambutpun. Ini tak berarti Gereja Orthodox tak pernah berkembang, namun perkembangan Gereja Orthodox selalu berlandaskan dan mengacu kepada Iman Rasuliah yang satu dan yang sama yang memang tak pernah berubah dalam hakekat isinya itu. Dengan kata lain dapat dikatakan Gereja Orthodox tetap setia memelihara kepenuhan dan keutuhan kehidupan dan Iman Perjanjian Baru itu tak terkoyakkan ataupun tergeserkan. Seutuh-utuhnya dan sepenuh-penuhnya Injil itu dipelihara tak berubah tanpa pengurangan ataupun penambahan selama 2000 tahun ini oleh Gereja Orthodox.



No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..