Paper- Respon Yang Salah Terhadap Anugerah Allah- Yuke




STT Soteria Purwokerto


Penulisan Karya Ilmiah


Magdalena H. Triyanti, M.Th








RESPON YANG SALAH TERHADAP ANUGERAH ALLAH
(Eksposisi Hakim-hakim 2:6-23)




Oleh

Eka Nur Cahyani

Purwokerto

12 Desember 2016


RESPON YANG SALAH TERHADAP ANUGERAH ALLAH
 (Studi Eksposisi Kitab Hakim-hakim 2:10-23)

Philip Yancey menjumpai adanya kebenaran yang mempesona dengan pengamatan luar biasa pada konsep lama yang tidak pernah ketinggalan jaman mengenai kasih karunia. Yancey dalam What’s so amazing about grace menuliskan sebuah kalimat yang menjadi fokus dari bukunya, yaitu sebuah kutipan dari novel Georges Bernanos Diary of a Country Priest yang mengatakan, “ Kasih karunia ada di mana-mana.”[1] Ia kemudian memberitahu dan menunjukkan kepada pembaca mengenai dunia tanpa kasih karunia melalui narasi-narasi yang nyata dan pernah terjadi. Penekanan ini diberikan oleh Yancey sebab ia ingin pembaca dalam pikirannya tidak hanya berfokus kepada keselamatan saja melainkan kepada “kasih karunia”. Hal ini juga disetujui oleh John Bunyan pada sebuah kalimat dalam cerita kisah hidupnya, ia mengatakan “Grace abounding to the chief of sinner”.[2] Hal ini menarik oleh karena grace menjadi sangat penting, namun jika melihat saat ini di suatu era dimana dunia terus berupaya menyajikan kemudahan, kenyamanan, kepuasan dan ketentraman bagi manusia. Pada saat yang sama, di dunia rohani telah berkembang suatu ajaran yang sama dengan karakter tersebut. Ajaran “kasih karunia” yang biasa disebut Grace Revolution, Gospel Revolusion atau pun Radical Grace ini muncul pada abad ke-11 yang berarti sekitar tahun 1200-an terdapat seorang teolog yang berpengaruh waktu itu yang bernama Marcion, dikembangkan dan dipopulerkan oleh Joseph Prince, Gembala Senior di New Creation Church, Singapura. Hal ini menjadi sebuah tanda seru bagi pemimpin-pemimpin gereja sekaligus menjadi sebuah tanda tanya bagi orang-orang Kristen yang belum berakar, dalam hal ini adalah sebuah pengajaran bagaimana respon yang benar terhadap anugerah Allah sebab adanya fakta-fakta mengenai kekeliruan umat dalam memahami anugerah Allah.
Tulisan ini mencoba untuk melihat lebih dalam realita ini dari sudut pandang Alkitab melalui suatu siklus dalam sejarah Israel[3] ketika menduduki tanah Kanaan pada jaman hakim-hakim dan kemudian menghubungkannya dengan konteks kekinian.  Proses penulisannya adalah sebagai berikut: pertama-tama penulis akan memberikan pemaparan hasil observasi dan eksposisi terhadap Kitab Hakim-hakim pasal 2:10-23. Pada bagian ini penulis akan memaparkan prilaku pemurtadan umat Allah, penyebabnya dan implikasi terhadap anugerah Allah. Dari sana penulis akan memaparkan prinsip-prinsip yang dapat dihasilkan. Kedua, penulis akan mengadakan perbandingan dengan contoh dan prinsip kekinian dan meninjau sejauhmana hal tersebut mendapat dukungan dari Alkitab. Ketiga, berupa kesimpulan yang berisikan pandangan akhir dari penulis. Penulis berharap melalui tulisan ini, para pembaca dapat melihat respon yang seharusnya pada masa kini terhadap anugerah Allah.
.    
RESPON YANG SALAH TERHADAP ANUGERAH ALLAH DALAM TINJAUAN TEOLOGIS (Eksposisi terhadap kitab hakim-hakim 2:10-23)

Ray C. Stedman menyebut kitab Hakim-hakim sebagai kitab kekalahan dan kegagalan.[4] Oleh karena itu kitab ini dimulai dengan kegagalan umat Allah untuk setia terhadap hal-hal kecil. Di mana ketika mereka menduduki Tanah Perjanjian, mereka melakukan kompromi terhadap perintah Allah untuk menghalau penduduk negeri itu (1:11-25). Ini membawa kepada perkawinan campur dan penyembahan berhala (2:6-3:7), dan hal ini juga yang menyebabkan mereka, yakni orang-orang Israel menjadi tawanan. Dalam keputusasaan, mereka memohon kepada Allah untuk menyelamatkan mereka. Karena setia pada janji-Nya dan oleh kasih setia-Nya, Allah mengangkat seorang hakim untuk membebaskan umat-Nya, dan untuk sementara waktu akan ada kedamaian. Namun berkali-kali umat Allah tersebut jatuh ke dalam dosa yang membangkitkan murka TUHAN. Di sinilah terlihat bahwa umat Allah gagal dalam meresponi Anugerah-Nya.
Kisah segala macam kegagalan ini pun dirangkum oleh Gary Inrig di dalam judul commentary-nya yaitu “Hearts of Iron, Feet of Clay”[5]. Adalah pengungkapan kedegilan umat Allah oleh karena suatu siklus yang dikarakterkan dengan adanya putaran waktu yang terulang (ambiguitas pertobatan), tindasan, keadaan yang sulit, dan anugerah TUHAN yang berkelimpahan, berada pada zaman di mana tidak ada raja yang memimpin dan setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.
Pemurtadan Umat Allah (ayat 11-13).

Bangsa Israel adalah bangsa yang mendapatkan hak istimewa daripada bangsa-bangsa yang lain. Tuhan telah mengikat suatu perjanjian terhadap nenek moyang bangsa Israel yaitu Abraham. Di dalam perjanjian itu terdapat berkat-berkat yang dijanjikan Tuhan untuk diberikan kepada keturunan Abraham yaitu Israel. Kemudian, bukti kasih setia dan pemeliharaan Tuhan adalah ketika Ia mengeluarkan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir (Kel.13) dan waktu  itu banyak mujizat-mujizat yang telah Tuhan lakukan untuk menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang menyelamatkan dan memelihara mereka. Sebagai umat Allah, mereka mendapatkan perlakuan yang khusus. Namun perjanjian Tuhan selain tidak bersyarat,  juga mengandung syarat. Yaitu jikalau mereka taat maka mereka akan diberkati, sedangkan jika tidak mereka akan mendapat hukuman (Ulangan 11:8). Berkaitan dengan kondisi umat Israel setelah meninggalnya Yosua, umat Israel gagal dalam mengenal karakter kasih setia TUHAN. Kegagalan tersebut dapat dilihat dengan respon umat Israel yang tak terduga  dengan melakukan apa yang jahat dan melupakan Tuhan. Pemurtadan umat Allah dapat dilihat dalam Hakim-hakim 2:10-13.
10 All that generation also were gathered to their fathers; and there arose another generation after them who did not know the Lord, nor yet the work which He had done for Israel. 11Then the sons of Israel did evil in the sight of the Lord and served the Baals, 12 and they forsook the Lord, the God of their fathers, who had brought them out of the land of Egypt, and followed other gods from among the gods of the peoples who were around them, and bowed themselves down to them; thus they provoked the Lord to anger. 13 So they forsook the Lord and served Baal and the Ashtaroth”. (New American Standart Bible)

Mengapa ada angkatan yang tidak mengenal TUHAN? Dan mengapa mereka selalu jatuh dalam dosa penyembahan kepada para Baal? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini seringkali muncul ketika membaca kitab sejarah umat Allah, oleh karena mereka seringkali gagal untuk hanya mempercayai TUHAN sebagai satu-satunya Allah mereka. Leon Wood dalam Distressing Days of the Judges mengatakan bahwa munculnya kejahatan yang merajalela diawali dengan kematian Yosua yang merupakan pemimpin yang baik.[6]
 Hal ini dapat diketahui melalui Kitab Hakim-hakim yang menyajikan gambaran Israel yang kontras dengan Kitab Yosua. Dengan demikian dapat diketahui pula bahwa Yosua adalah salah satu tokoh besar dari Perjanjian Lama. Dia adalah seorang prajurit yang besar, organizer brilian, pemimpin karismatik, dan administrator yang berbakat.[7] Tetapi hanya untuk daftar karakteristik mereka adalah menjadi sangat dangkal, karena tidak satupun dari mereka mengungkapkan hati manusia itu. MeskipunYosua bukan orang yang sempurna, dan Kitab Suci cukup jujur ​​untuk merekam kegagalannya. Tapi Tuhan memakai dia, bukan penyebab hadiah dan kemampuannya, tetapi karena ia percaya dan hidupnya taat dengan Firman Tuhan (Yosua 24:14).
“There arose another generation after them who did not know the Lord, nor yet the work which He had done for Israel.Nico Ter Linden  mengungkapkan bahwa generasi baru tersebut hanya mengenal Tuhan secara pengetahuan, dan belum pernah melihat sendiri karya Tuhan seperti yang Tuhan sendiri tunjukkan kepada generasi-generasi yang sebelumnya.[8] Sangat penting untuk mengerti kata kerja yang dipakainya untuk ‘mengenal’. Dalam bahasa yunani, kata ‘mengenal’ berarti γινώσκω[9] (yaitu ginosko yang berarti come to know) yang hampir selalu menunjuk pada pengenalan pribadi. Artinya bukan hanya pengetahuan intelektual, pengetahuan akan fakta-fakta, bahkan prinsip-prinsip tertentu. Hal ini adalah suatu pengalaman pribadi mengenai orang lain.[10] Kedalaman makna kata ini dapat terlihat berdasarkan pemakaiannya dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama memakai kata ‘mengenal’ untuk mengartikan hubungan seksual. “Adam mengenal Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain (Kej 4:1). Dalam bahasa Ibrani kata kerja tersebut adalah ידע (yaitu yada yang berarti to know).[11] Kata itu berarti pengenalan yang paling intim terhadap orang lain. Dalam hal ini terjadi adanya suatu ketidaklancaran dalam meneruskan kebenaran firman Tuhan kepada generasi yang selanjutnya sebab tidak ada hubungan intim antara umat dengan Tuhan dan umat terhadap sesama. Di mana para imam gagal mengajarkan semua ketetapan-ketetapan Tuhan yang diberikan melalui Musa kepada bangsa Israel. Meskipun demikian yang menjadi faktor utama adalah generasi berikutnya yang muncul dalam kehidupan itu, di mana satu angkatan baru yang tidak tahu-menahu akan semuanya itu. Mereka tidak mengenal Allah dan juga tidak tahu karya Allah yang besar.[12]
“Then the sons of Israel did evil in the sight of the Lord (ay. 11).” Frase tersebut digunakan sebanyak enam puluh kali dalam Perjanjian Lama, dan delapan kali dalam Kitab Hakim-hakim. Frase ini juga dihubungkan di dalam Maleakhi 2:17, di mana Nabi menuduh sekelompok orang yang disebut orang percaya. Ia mengatakan bahwa mereka telah menyusahi Tuhan dengan anggapan mereka bahwa setiap orang yang berbuat jahat di mata Tuhan adalah baik. Istilah “kejahatan” disini mengacu kepada pelanggaran terhadap perintah Allah yang disengaja, dan bukan karena melanggar sesuatu yang di luar kesadarannya, melainkan melanggar apa yang sebelumnya ia sendiri berjanji untuk tidak melanggarnya.[13]
And served the Baals.” Baal adalah dewa kesuburan yang dengan menyembahnya dianggap akan mendatangkan kesuburan bagi manusia, hewan, dan hasil ladang (ay. 11). Forsook the Lord, the God of their fathers. Umat Israel telah melupakan apa yang telah diajarkan oleh nenek moyangnya. Mereka meninggalkan Tuhan yang telah membawa nenek moyang mereka keluar dari Mesir. Frase “Followed other gods from among the gods” berarti Bangsa Israel telah berpaling kepada allah-allah lain, Leon Morris mengatakan bahwa seharusnya semua bukti-bukti dari tradisi mereka membuat mereka untuk setia, tetapi mereka malah berpaling kepada para dewa dari orang-orang yang ada di tengah-tengah mereka, yang agamanya terkesan langsung memperhatikan kesejahteraan mereka.[14]Provoked the Lord to anger” berarti perilaku bangsa Israel tersebut membangkitkan kemarahan Tuhan. Hal yang ironi adalah bangsa Israel menyembah allah bangsa kanaan yang hanya terbuat dari logam, batu dan kayu, sementara itu Tuhan sendiri adalah pencipta dari material-material itu, dan hal ini menyebabkan Tuhan menjadi marah (ay. 12).[15] Bangsa Israel “....served Baal and the Ashtaroth”. Ashtaroth adalah dewi kesuburan pasangan Baal (ay.13).
Perbuatan bangsa Israel menjadikan TUHAN murka sehingga menghukum mereka dengan cara diserahkan  kepada musuh-musuhnya yang ada ditengah-tengah mereka yaitu bangsa yang tidak dihalau oleh mereka. TUHAN memakai bangsa itu sebagai alat untuk melampiaskan murka-Nya (ay 14). Ia bertindak sesuai dengan keadilan-Nya dan menunjukkan kepada umat-Nya bahwa ketidaktaatan yang mereka lakukan sesungguhnya selalu membawa mereka kepada penghukuman Tuhan. Bangsa yang tidak dihalau oleh mereka ternyata menjadi lawan yang menindas mereka dan penindasan yang dilakukan kepada bangsa Israel adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri yang memilih menjauh dari segala perintah-perintah-Nya (ay. 15). Dalam perlawanan terhadap musuh-musuh-Nya, bangsa Israel selalu mengalami kekalahan, oleh sebab Tuhan sendirilah yang membuat kekalahan itu, bahkan Tuhan yang menyerahkan umat-Nya kepada para musuh mereka. Penghukuman Tuhan begitu keras hingga mereka tertekan dan terjepit di dalam keadaannya. Wiersbe mengatakan bahwa hal ini adalah merujuk kepada apa yang pernah dikatakan oleh Musa dan akan terjadi yaitu musuh-musuh Israel pada akhirnya menjadi tuan atas mereka (Ul. 28:25). Tuhan mengijinkan satu demi satu bangsa untuk menyerang tanah perjanjian dan memperbudak umat-Nya yang membuat hidup mereka begitu sengsara hingga mereka berteriak minta tolong kepada-Nya.[16]

Implikasi Respon Yang Salah Terhadap Anugerah Allah: Anugerah Tidak Logis
Menarik sekali ketika membahas bagian ini oleh karena suatu hal yang tidak pernah terduga justru itu yang dimunculkan dalam bagian ini. Penulis meliht meskipun perbuatan yang telah dilakukan bangsa Israel yaitu beribadah kepada berhala mengakibatkan mereka jatuh ke dalam pengadilan Allah. Di dalam penghukuman itu mereka mengalami tekanan yang akhirnya membuat mereka sadar dan membutuhkan Allah (ay.14). Menariknya, Allah murka namun tindakan yang dilakukan Allah adalah menolong mereka dengan membangkitkan hakim-hakim (ay. 16). Dalam bahasa Ibrani kata “judge” yaitu וַיּ֣וֹשִׁיע֔וּם (niph) memiliki arti “to save, to rescue”. Para hakim yang adalah penyelamat memenangkan kemenangan militer yang besar dan pertolongan Tuhan dan para hakim ini jugalah yang menjadi pemimpin yang menolong orang Israel menyelesaikan masalahnya.[17]
Menariknya penulis Alkitab menempatkan ayat 16 tersebut yang berbicara tentang belas kasihan Allah setelah di ayat 15 yang konteksnya adalah hukuman Allah yang sedang diberikan kepada bangsa Israel. Kedua ayat ini begitu kontras dan secara eksplisit menggambarkan karakter Allah sendiri dimana di satu sisi Ia adalah adil sedangkan di sisi yang lain Ia juga mengasihi. Ini sekali lagi berbicara umat Israel gagal dalam meresponi anugerah Allah dan dampaknya. Sulit untuk diterima oleh pikiran manusia, namun ini mengingatkan bahwa Tuhan memberikan anugerah-Nya kepada orang yang tidak layak menerimanya. Ini pun sejalan dengan Yancey yang mengatakan bahwa kasih karunia tidak menyetujui dosa tetapi menghargai pendosa.[18] Kasih karunia sejati itu mencengangkan, tidak masuk di akal serta mengguncang adat kebiasaan yang dimiliki dengan kegigihannya untuk mendekati orang berdosa dan menyentuh mereka dengan belas kasih dan harapan. Demikian pula W.L Alexander yang mengatakan bahwa ini adalah tanda dari kekayaan belas kasihan Allah.[19]

Prinsip-prinsip Yang Dapat Dihasilkan Melalui Kisah Sejarah Israel.
 Umat Allah atau orang percaya seharusnya memiliki pemahaman karakter Allah yang baik. Melihat ini maka dapat diketahui bahwa salah satu implikasi dari respon umat yang salah terhadap anugerah Allah adalah umat gagal memahami karakter Allah. Beberapa karakter Allah yang perlu dipahami ketika umat pada zaman Hakim-hakim gagal untuk memahami adalah yang pertama, Kasih bukanlah Allah yang memanjakan  (Ayat 17). Pertolongan Tuhan ternyata tidaklah membuat mereka semakin takut kepada-Nya. Hal ini dibuktikan dalam tindakan mereka yang semakin jahat ketika hakim yang memimpin mereka telah meninggal (ay. 19). Oleh karena Tuhan telah berbelas kasihan[20] terhadap mereka dimana hakim yang dipakai Tuhan tersebut menyelamatkan mereka dari tangan musuh-musuhnya (ay. 18), namun sayangnya mereka tidak lagi menghargai akan hal itu dan cenderung mengikuti keinginan mereka sendiri.
Kedua, Belas kasihan yang diberikan pada umat yang tidak layak[21] (ay. 16). TUHAN adalah Allah yang mengerti keadaan dan kebutuhan umat-Nya. Ia mengetahui apa yang dirasakan umat-Nya ketika mereka sedang menderita. Dalam konteks perikop tersebut walaupun Ia murka melihat kejahatan yang dilakukan oleh umat-Nya yaitu mereka telah berzinah dengan menyembah berhala namun Tuhan tetap menunjukkan belas kasihan kepada umat Israel. Ia membangkitkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka (ay. 16). Ia menyatakan pertolongan-Nya disaat mereka betul-betul tidak berdaya untuk menghadapi lawan-lawan mereka.
Ketiga, Kasih yang mendidik tercermin dalam keadilan-Nya (ay. 19-23).[22]  Segala sesuatu pelanggaran memiliki konsekuensinya. Dalam hal ini umat Israel telah melanggar perjanjian dengan Tuhan. Allah yang adil, adalah Allah yang menghukum akan setiap pelanggaran yang mencoba untuk mengabaikan kekudusan Allah. Hukuman Allah ada karena akibat dari dosa. D.A Carson mengatakan bahwa hukuman Allah adalah implikasi kekudusan Allah melawan dosa.[23] Tuhan menghukum Israel dengan cara tidak mau menolong menghalau musuh-musuhnya (Hak. 2:21). Namun ini adalah sebuah tujuan Allah untuk mendidik bangsa Israel. Didikan itu diwujudkan melalui ujian melalui bangsa-bangsa disekitarnya yang akan mempengaruhi mereka beribadah kepada allah-allah lain. Yaitu apakah mereka tetap setia atau tidak memagang imannya.
F. Duane Linsey mengatakan bahwa ada empat alasan mengapa Tuhan membiarkan bangsa Kanaan tetap tinggal di tengah-tengah umat Israel, yaitu: Untuk menghukum Israel atas kemurtadannya dalam penyembahan berhala, untuk menguji kesetiaan iman mereka kepada Tuhan, Tuhan memberikan pengalaman kepada mereka dalam berperang, untuk mencegah tanah Kanaan menjadi padang gurun sebelum penduduk Israel meningkat dan cukup untuk menempati seluruh negeri.[24] Banyak penafsir yang menafsirkan demikian, namun perlu diketahui bahwa akibat dari kebebalan bangsa Israel adalah Tuhan justru membangkitkan seorang hakim untuk menolong umatnya, hal ini yang menjadi center pada kitab ini, dimana zaman yang begitu rusak tetapi tidak menghilangkan kasih Allah kepada umat-Nya.

Pertanggung-jawaban dan Ajaran Yang Keliru Mengenai Anugerah Allah Dalam Tinjauan Kekinian

Saat ini kita hidup di suatu era dimana dunia terus berupaya menyajikan kemudahan, kenyamanan, kepuasan dan ketentraman bagi manusia. Pada saat yang sama, di dunia rohani telah berkembang suatu ajaran yang sama dengan karakter tersebut. Di tahun 2007 muncul sebuah “Radical Grace” ajaran kasih karunia yang mudah dicerna dan diterima logika, memberi memotivasi dan inspirasi, berpandangan positif dengan menghindari segala hal negatif yang bersifat memberatkan, menyengsarakan, menuduh, menghakimi dan menuntut seseorang. Pada bagian ini penulis akan lebih banyak membahas mengenai ajaran Hyper Grace sebab ajaran ini mengandung kekeliruan umat dalam memahami anugerah Allah dan semakin meluas khususnya di Asia.
Ajaran “kasih karunia” yang biasa disebut “Grace Revolution, Gospel Revolusion atau pun Radical Grace “, dikembangkan dan dipopulerkan oleh Joseph Prince, Gembala Senior di New Creation Church, Singapura. Sebuah ajaran yang menarik hati oleh karena pusat dari ajaran tersebut adalah Kristus telah menebus setiap dosa manusia sehingga tidak lagi ada penghukuman bagi orang yang percaya kepada-Nya.[25] Ajaran ini didasarkan dengan sebuah ayat Alkitab yang keliru dalam memahaminya yaitu dalam Roma 8:1. Di mana Prince mengatakan “If you are in Christ Jesus Today, there is no condemnation over your life!”[26]
            Ajaran yang mengandung respon yang salah terhadap anugerah Allah ini memiliki beberapa pokok ajaran yang telah mempengaruhi kehidupan dan mindset umat Kriten akhir-akhir ini adalah; Pertama, Mengenai Keselamatan, “Keselamatan adalah kasih karunia dan dampak kasih karunia bagi kehidupan orang percaya” dengan muatan-muatan ajaran sebagai berikut : Pertama, Kasih karunia bersifat semua dan selamanya. Konsep dasar kasih karunia Radical Grace di dasarkan pada kata “segala dan selama-lamanya“ dalam Kolose 2:13, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita.” Dan Ibrani 10:14, “Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.” Berdasarkan ayat-ayat itu, Radical Grace mengajarkan bahwa kasih karunia bagi penebusan dosa bersifat semua dan selamanya, yang berarti setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, maka semua dosanya sudah diampuni. Baik dosa keturunan, dosa yang diperbuat di masa lalu, dosa yang diperbuatnya saat ini dan dosa yang belum diperbuatnya di masa akan datang.
Kedua, Mengenai Dosa, Prince mengatakan,
” Semua dosa anda di masa lalu, masa kini, dan masa depan sudah dibasuh oleh darah-Nya yang kudus. Anda sepenuhnya diampuni saat Anda menerima Yesus ke dalam hidup Anda. Anda tidak pernah lagi dianggap bertanggung jawab atas dosa-dosa Anda. Anda telah dibenarkan sama seperti Yesus bukan karena tingkah laku Anda sendiri, melainkan iman kepada-Nya dan karya-Nya yang sempurna di kayu salib”[27]

Melalui konsep dasar ini kemudian dibangunlah pemahaman-pemahaman lain yang sebenarnya juga lahir atau merupakan konsekuensi logis dari apa yang diyakininya tersebut yakni orang percaya tidak perlu bertanggungjawab dan minta ampun atas dosanya sekarang. Ajaran Radical Grace menyebutkan bahwa orang percaya tidak perlu lagi bertanggung jawab atas dosa-dosanya yang diperbuatnya sekarang dan meminta ampun karena secara otomatis sudah diampuni,
”Kita tidak perlu mengakui dosa-dosa kita supaya kita diampuni. Kita mengakui dosa-dosa kita karena kita sudah diampuni. Jika saya mengatakan “ mengakui dosa-dosa kita “, saya sedang berbicara tentang bersikap terbuka kepada Tuhan. Saya tidak pergi ke hadirat-Nya untuk memohon pengampunan. Tidak, berbicara kepada-Nya karena saya mengetahui bahwa saya sudah diampuni[28] (Prince)

Hal yang mengejutkan dalam ajaran mengenai dosa ini adalah orang percaya tidak perlu mengoreksi diri atas dosanya. Orang percaya juga tidak perlu mengoreksi diri, menyadari dosanya, bahkan kalau ada suara hati dan pikiran yang menunjukkan dosanya, itu dianggap suara dari iblis, karena dosa orang percaya sudah diampuni. Prince mengajarkan,
”Strategi iblis adalah membuat Anda merasa tidak layak untuk memasuki hadirat Tuhan. Ia akan membanjiri Anda dengan pemikiran-pemikiran penghakiman dengan menuduh Anda tidak layak karena mempunyai pikiran-pikiran yang salah atau mengatakan kata-kata kasar terhadap seseorang. Ia akan memberikan Anda 1001 macam alasan mengapa Anda tidak layak untuk menerima berkat-berkat Tuhan. Namun, sebenarnya apa pun perasaan salah Anda atau kebiasaan buruk yang telah menundukkan Anda, darah Yesus menjaga Anda tetap bersih. Darah Yesus membuat Anda layak mempunyai akses terus-menerus kepada Tuhan Yang Mahatinggi. Karena Anda berada di bawah air terjun pengampunan ini, setiap doa yang Anda panjatkan sangat bermanfaat.[29]

Ketiga, Mengenai Roh Kudus tidak pernah menegur orang percaya. Pengajaran Radical Grace ini menyebutkan bahwa Roh Kudus tidak pernah menegur setiap orang percaya tentang dosa-dosanya. Ia tidak pernah menunjukkan kesalahannya, bahkan Prince menantang orang percaya untuk menemukan ayat dalam Alkitab yang memberitahukan bahwa Roh Kudus telah menegur tentang dosa-dosa orang-orang percaya.[30] Ia menganggap bahwa orang percaya tidak bisa melakukan dosa yang tidak bisa diampuni. Radical grace mengajarkan bahwa orang percaya tidak bisa melakukan apa yang disebut dosa yang tidak bisa diampuni, karena semua dosanya sudah diampuni, hal ini di dasarkan kepada Yesus yang telah mati di kayu salib dan mengampuni semua dosa orang yang percaya kepada-Nya, dengan menyatakan sekali dan untuk selamanya bahwa tidak ada dosa yang dilakukan orang Kristen yang tidak dapat diampuni. Jadi ketika seseorang mengerti mengapa Tuhan mengutus Roh Kudus, maka akan menyadari bahwa dosa yang tidak dapat diampuni adalah menolak Yesus secara konsisten[31] dengan alasan menghujat Roh Kudus berarti secara konsisten menolak pribadi Kristus yang Roh Kudus saksikan.
Keempat, Mengenai Kasih karunia adalah pribadi Yesus sendiri. Menurut pengajaran Radical Grace, “ Kasih karunia itu adalah pribadi yaitu Tuhan Yesus sendiri,”[32] Kasih karunia bukan suatu teologi. Itu bukan suatu topik yang dibicarakan. Itu bukan suatu dokrin. Itu adalah suatu Pribadi dan nama-Nya adalah Yesus. Itulah sebabnya Tuhan ingin setiap orang percaya menerima kelimpahan kasih karunia karena mempunyai kelimpahan kasih karunia adalah mempunyai kelimpahan Yesus.[33] Bagi kaum Radical Grace, kasih karunia itu dimulai dari ketika Tuhan Yesus di salib,[34] mereka tidak menyadari bahkan beberapa perkataan yang Yesus ucapkan dalam keempat Injil adalah bagian dari Perjanjian Lama. Semua itu diucapkan sebelum salib. Perjanjian Baru dimulai baru setelah salib, saat Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta.
Adapun secara eksplisit mengerti bahwa mengenai iman timbul dari mendengarkan Firman Tuhan, namun Radikal Grace meyakini bahwa,” Iman tidak timbul hanya dari mendengarkan Firman Tuhan karena Firman Tuhan akan meliputi segala sesuatu dalam Alkitab, termasuk hukum Taurat Musa.” Sehingga tidak ada pemberian iman orang percaya mendengarkan Sepuluh Perintah Allah diberitakan. Iman timbul hanya dari mendengarkan Firman Kristus. Ini tidak berarti bahwa orang percaya seharusnya hanya mendengarkan khotbah dari bagian-bagian Alkitab orang percaya yang ditulis dengan huruf berwarna merah, yang menandakan bahwa Yesuslah yang mengucapkannya. Ia menganggap bahwa menuliskan apa yang Yesus ucapkan dalam Alkitab dengan huruf merah hanyalah kebiasaan manusia. Dengan demikian Radical Grace Mendengarkan Firman Kristus adalah mendengarkan pemberitaan dan pengajaran yang telah disaring melalui Perjanjian Baru kasih karunia dan karya Yesus yang sempurna.[35]
Pembahasan “Radical Grace” adalah “Hyper Grace.” Apa yang diajarkan oleh “Radical Grace” adalah “Hyper Grace,” dianggap sebagai “Hyper Grace” karena ajaran kasih karunia yang radikal ini melampaui, melebihi, bahkan bertentangan dengan apa yang dikatakan dan diajarkan Alkitab. Ada kecenderungan menghubungkan ajaran Radical Grace dengan pemahaman Calvinis. Perlu digaris-bawahi bahwa dua ajaran ini sangat berbeda, tidak sama dan tidak berhubungan. Pemikiran dasar yang melatar belakangi, metode penafsiran, melihat Alkitab dan teologi yang dibangun juga sangat berbeda. Jadi Radical Grace bukan bagian dari Calvinis demikian juga sebaliknya. Hal tersebut merupakan salah satu contoh dari sekian banyak dalam tinjauan kekinian di mana umat keliru dalam memahami anugerah Allah dengan benar.

Kesimpulan
            Pertama, respon yang salah terhadap anugerah Allah terjadi pada bangsa Israel pada zaman Hakim-hakim. Dimana “In those days there was no King ini Israel; every man did what was right in hi own eyes” (Judges 17:6). Demikian pada kitab ini dinyatakan bagaimana orang Israel melakukan apa yang jahat di hadapan Tuhan, dan Tuhan menyerahkan mereka ke tangan musuh. Masalah pokoknya segera menjadi jelas, yaitu umat Israel meninggalkan Allah dan berpaling kepada ilah-ilah Kanaan. Allah berduka oleh karena adanya perbudakan dosa yang terus-menerus dan pertobatan semu umat Israel. Dengan demikian mereka mempermainkan anugerah Allah. Namun yang terpenting dalam pembahasan ini ialah adanya suatu konsep sejarah yang sedang berkembang dalam Perjanjian Lama. Di mana hal-hal yang terjadi pada umat Israel semuanya saling berhubungan dengan karya dan anugerah Allah.
            Kedua, hal yang perlu dipahami dari perkembangan zaman di mana banyak ajaran yang bermunculan dan yang menjadi tanggung jawab bagi pemimpin-pemimpin gereja adalah tidak terpengaruh pada ajaran Hyper Grace yang telah merajalela. Meskipun merupakan suatu kasih karunia di mana keselamatan berdampak pada kehidupan orang percaya, namun tidak pada tempatnya menyeret pesan Alkitab yang tidak sesuai dengan konteks dan tujuannya. Hal ini menimbulkan kebingunagn dan tidak utuh, bahkan menjadi suatu kesalahan fatal. Hyper Grace adalah suatu pengajaran yang mengajarkan Tuhan ingin kita berhenti berusaha mengupayakan keberhasilan, dan mulai menerima kemurahan berkat-berkat dan kesembuhan yang Yesus capai di kayu salib. Hal itu tentu respon yang salah terhadp anugerah Allah. Benar bahwa Allah selalu memberikan anugerah kepada umat-Nya, namun bukan berarti menghilangkan tanggung jawab dari anugerah tersebut. Oleh karena di seluruh Alkitab di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kita dapat menemukan kata dan kalimat yang berisi larangan, anjuran, teguran, nasehat, peringatan, dan lain-lain yang menunjukkan supaya kita menjadlani dan melakukan segala seuatu di dalam hidup ini sebagai orang percaya.















BIBLIOGRAFI



Alexander, W.L.  The Book of Judges dalam The Pulpit Commentary ed. H. D. M. Spence dan Joseph S. Exell. Peabody, Massachusets: Hendrickson Publisher, 1985.
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari. Jakarta: Gunung Mulia, 1999.
Bunyan, John. Abounding to the Chief of Sinner. Surabaya:Momentum, 2005.
Cundall, Arthur E.  dan Moris, Leon. Tyandale Old Testament Commentary: Judges. Downers Grove: InterVarsity, 1968.
Inrig, Gary. Hearts of Iron, Feet of Clay. Chicago: Moody Press, 1979.
Linden, Nico Ter. Cerita itu berlanjut: Cara baru membaca Hakim-Hakim dan Raja-Raja Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2009.
Linsey, F. Duane. Judges dalam The Bible Knowledge Commentary:  Old Testament ed. John F. Warvood dan  Roy B. Zuck. Colorado Springs, CO: David C. Cook, 1983.
Philips, W. Gary. Holman Old Testament Commentary: Judges. ed. Max Anders. Nasville, Tennesse: Broadman & Holman Publisher, 1984.
Prince, Joseph. Distined To Reign. Singapore: 22Media, 2007.
Schneider, Tammi J.  Judges dalam Studies in Hebrew Narrative and Poetry ed. David W. Cotter  Collegeville, Minnesota: The Order of  St. Benedict, Inc., 2000.
S. Chafer, Lewis. Grace. Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1973.
Stedman, Ray C. Petualang menjelajahi Perjanjian Lama. Jakarta: Duta Harapan Dunia, 2003.
Wiersbe, Warren W. The Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament. Colorado Springs, CO: David C. Cook, 2007.
Wood, Leon. Distressing Days of the Judges. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1975.

Yancey, Philip. Keajaiban Kasih Karunia: What’s so amazing about grace?. Batam:
Interaksara, 1999.





[1] Philip Yancey, Keajaiban Kasih Karunia: What’s so amazing about grace? (Batam: Interaksara, 1999), 15.
[2] John Bunyan, Grace Abounding to the Chief of Sinner (Surabaya: Momentum, 2005), 3.
[3] Gary Inrig, Hearts of Iron, Feet of Clay (Chicago: Moody Press, 1979), 6.
[4] Ray C. Stedman, Petualang Menjelajahi Perjanjian Lama (Jakarta: Duta Harapan Dunia, 2003), 167.
[5] Hearts of Iron, Feet of Clay (Chicago: Moody Press, 1979), 6.
[6] Leon Wood, Distressing Days of the Judges (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1975), 135.
[7] Wood, Distressing, 135.
[8] Nico Ter Linden, Cerita itu Berlanjut: Cara Baru Membaca Hakim-Hakim dan Raja-Raja (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia 2009), 21.
[9] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari (Jakarta: Gunung Mulia, 1999), 100.
[10] Barclay, Pemahaman, 100.
[11] Barclay, Pemahaman, 100.
[12] Linden, Cerita, 21.
[13] W. Gary Philips, Holman Old Testament Commentary: Judges, ed. Max Anders (Nasville, Tennesse: Broadman & Holman Publisher, 1984), 44.
[14] Arthur E. Cundall dan Leon Moris, Tyandale Old testament Commentary: Judges and Ruth (Downers Grove: Intervarsity, 1968), 68.
[15] W. Gary Philips, Holman Old Testament Commentary: Judges, 44.
[16] Warren W. Wiersbe, The Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament (Colorado Springs, CO: David C. Cook, 2007), 431.
[17] Wiersbe, The Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament, 431.
[18] Yancey, What’s so amazing about grace?, 15.
[19] W.L. Alexander, The Book of Judges dalam The Pulpit Commentary ed. H. D. M. Spence dan Joseph S. Exell (Peabody, Massachusets: Hendrickson Publisher, 1985), 24.
[20] Alexander, The Book of Judges, 24.
[21] Lewis S Chafer, Grace (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1973), 55.
[22] Bunyan, Grace, 19.
[23] D.A Carson, The Book of Judges dalam The Pulpit Commentary ed. H. D. M. Spence dan Joseph S. Exell (Peabody, Massachusets: Hendrickson Publisher, 1985), 26.
[24] F. Duane Linsey, Judges dalam The Bible Knowlegde Commentary: Old Testament ed. John F. Warvood dan Roy B. Zuck (Colorado Springs, CO: David C. Cook, 1983), 384.
[25] Joseph Prince, Distined To Reign (Singapore: 22Media, 2007), 149.
[26] Prince, Distined, 149.
[27] Prince, Distined, 2.
[28] Prince, Distined, 101-102.
[29] Prince, Distined, 112.
[30] Prince, Distined, 132.
[31] Prince, Distined, 89.
[32] Prince, Distined, 24.
[33] Prince, Distined, 24.
[34] Prince, Distined, 90.
[35] Prince, Distined, 73.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..