Dampak Oikumene Terhadap Pertumbuhan Gereja




STT Soteria Purwokerto


Oikumenika


Robert Pasanda, M.Th






DAMPAK OIKUMENE TERHADAP PERTUMBUHAN GEREJA








Oleh

Eka Nur Cahyani

Purwokerto

14 Juni 2017


DAMPAK OIKUMENE TERHADAP PERTUMBUHAN GEREJA

          Seiring dengan perkembangan zaman hingga di dunia masakini begitu banyak aliran keagamaan yang menamakan dirinya Kristen atau Gereja. Namun demikian sering dijumpai bahwa dalam masalah ajaran, aliran-aliran yang satu amat berbeda dengan aliran yang lain. Juga bagi banyak orang hanya mengenal Kekristenan dalam dua bentuk saja yaitu: Katolik Roma dan denominasi-denominasi Protestan. Dua bentuk inipun sementara masing-masing menyatakan dirinya sebagai ajaran Injil yang benar dan sejati atau sebagai Gereja Kristus yang benar, dalam realitanya banyak praktek dan ajarannya itu saling bertentangan satu dengan yang lain. Demikian pula dalam denominasi-denominasi Protestan, begitu banyak aliran yang satu sungguh-sungguh berbeda akidah dan ajarannya dengan yang lain. Dan semuanya itu mengaku sebagai Gereja yang benar. Dengan demikian yang mencari kebenaran dijadikan bingung karenanya. Mungkinkah dengan Kitab Suci yang satu, Allah yang Satu, Yesus yang satu, Roh Kudus yang Satu, terdapat Iman atau pengajaran dan Gereja yang bermacam-macam dan saling bertentangan dan kontradiksi satu dengan lainnya itu?
          Menurut Kitab Suci, jikalau yang dimaksudkan adalah Gereja Kristus dan ajaran Injil Kristus yang sejati jelas tidak mungkin, karena Kitab Suci mengatakan :”…….satu tubuh…..” ( Efesus 4:4), “satu Tuhan, satu Iman….” (Efesus 4:5). Surat Efesus yang sama ini menegaskan bahwa yang disebut Tubuh Kristus itu adalah Jemaat (Ekklesia, Iglesia, Igreja, Gereja): ”Jemaat (Ekkelsia= Gereja) yang adalah TubuhNya….” ( Efesus 1:23). Jikalau hanya ada satu tubuh, dan yang dimaksud dengan Tubuh itu adalah Gereja, jadi menurut Alkitab Gereja itu hanya satu saja. Gereja yang satu itu yang bagaimana, yatu yang memiliki “satu Iman” karena memiliki “satu Tuhan”. Berarti jikalau imannya tidak satu, ajarannya tidak satu, pemahamannya tentang Tuhan yang satu itu tidak satu, pastilah itu bukan bagian dari “satu Tubuh” atau Gereja yag dimaksud itu. Demikianlah kesimpulan yang dapat kita ambil mengenai adanya macam-macam aliran ajaran yang semuanya mengaku Kristn dan semuanya mengaku Gereja, tak mungkin semuanya itu benar dan tak mungkin semuanya itu Gereja Kristus. Sebab jikalau mereka itu adalah bagian dari Gereja Kristus yang hanya satu pastilah ajarannya itu satu dan sama dimana-mana. Lalu mengapa ada macam-macam aliran pengajaran seperti itu. Kitab Suci mengajarkan bahwa ada Yesus yang lain, Injil yang lain dan Roh yang lain ( II Korintus 11:4).
Dan Kitab Suci juga mengatakan tentang adanya Injil yang lain dan yang berbeda dari Injil yang diberitakan oleh Rasul dan yang diterima oleh Gereja ( Galatia 1: 8-9), dan Kitab Suci juga mengajarkan tentang adanya ajaran-ajaran bidat ( Titus 3:1011). Itulah sebabnya terjadi munculnya ajaran-ajaran-ajaran yang bermacam-macam itu. Dan menurut Kitab Suci ajaran yang bermacam-macam yang tak sesuai dengan ajaran Rasul dan Iman Gereja Kristus yang benar itu membawa kutuk ( Galatia 1:8-9), mendatangkan dosa dan hukuman ( Titus 3:10-11). Padahal mengenai ajaran Imanl yang benar itu Kitab Suci mengatakan demikian:”…….iman yang sudah sekali bagi sekalian (Yunani: “apax”) dikaruniakan kepada segala orang suci” ( Yudas 1:3, TL). Sayang terjemahan baru Alkitab bahasa Indonesia tak menterjemahkan kata penting “apax” ini dalam Alkitab terjemahan sekarang. Padahal kata ini bermakna bahwa Iman Kristen yang benar itu adalah “sudah sekali” yaitu sekali pada jaman rasul itu saja diberikan kepada segala orang suci (Gereja), dan iman yang sekali diberikan kepada Gereja itulah, iman “bagi sekalian” orang dan bagi sekalian jaman. Berarti sampai kapanpun Gereja itu imannya hanya satu itu dan tak akan pernah berubah.[1]
Tulisan ini mencoba untuk melihat lebih dalam realita ini dari sudut pandang Alkitab mengenai gereja yang oikumenis dan dampaknya bagi pertumbuhan gereja yang kemudian menghubungkannya dengan tinjauan kekinian. Proses penulisannya adalah sebagai berikut: pertama-tama penulis akan memberikan pemaparan hasil observasi terhadap gereja yang oikumenis. Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai definisi daripada gereja yang oikumenis dan pentingnya persatuan gereja. Dari sana penulis akan memaparkan prinsip-prinsip yang dapat dihasilkan. Kedua, penulis akan mengadakan perbandingan dengan contoh dari Alkitab mengenai dampak gereja yang oikumenis bagi pertumbuhan gereja yakni pertumbuhan gereja secara kuantitas juga kualitas. Ketiga, berupa kesimpulan yang berisikan pandangan akhir dari penulis. Penulis berharap melalui tulisan ini, para pembaca dapat melihat bagaimana oikumene menjadi suatu hal diharapkan sebagai tempat permusyawaratan dan usaha bersama menuju keesaan gereja.
         
GEREJA YANG OIKUMENIS
Oikumene merupakan sebuah istilah dalam bahasa Yunani, 'oikos' yang berarti: rumah, tempat tinggal; sedangkan 'menein' berarti: tinggal atau berdiam.[2] Pada dasarnya kata Oikumene sama sekali tidak ada hubungan atau bersangkut paut dengan gereja. Karena yang dimaksud dengan kata Yunani ini adalah dunia yang didiami dalam pengertian politis. Jadi istilah Oikumene sebenarnya berasal dari suasana politik, lalu dipindahkan ke dalam situasi gereja. Dr. W.H. Visser't Hufft mendaftarkan beberapa arti kata Oikumene seperti yang didapati di dalam sejarah, yaitu Oikumene adalah seluruh dunia yang didiami; seluruh kekaisaran Roma; gereja seluruhnya; gereja yang sah; hubungan-hubungan beberapa gereja atau orang Kristen yang pengakuannya berbeda-beda; usaha dan keinginan untuk mendapatkan keesaan Kristen.[3] Keesaan inilah yang dijadikan sebagai tujuan utama daripada gerakan Oikumene. Dan sebagai landasan Alkitabnya sering menggunakan Yohanes 17:21.
Ada beberapa bagian Alkitab yang ada sangkut pautnya membicarakan mengenai keesaan gereja. Salah satu di antaranya yaitu terdapat di dalam Yohanes 17:20-26. Bagian ini menunjukkan perhatian Tuhan Yesus yang khusus untuk semua orang percaya atau gereja yang universal. Perhatian yang dominan dalam bagian ini adalah merupakan suatu kesatuan dan kemuliaan Ilahi.[4] Kesatuan disini merupakan kesatuan orang percaya dibandingkan dengan kesatuan antara Bapa dan Anak (ay. 21a). Sifat kesatuan ini bukan persamaan melainkan merupakan suatu analogi. Tetapi yang jelas bahwa kesatuan antara orang percaya permulaannya hanya mungkin diperoleh dalam hubungan Bapa dan Anak. Namun selanjutnya kesatuan yang dimaksud dalam doa Tuhan Yesus ini dapat ditafsirkan dalam dua cara; yaitu pertama, keberadaan kesatuan di antara orang percaya dan kesatuan antara Bapa dan Anak ada dalam kekekalan. Keduanya ini jelas sifat dasar kesatuan antara Bapa dan Anak yang rohani dapat bersatu menghadapi dunia ini. Ketika orang percaya bersatu dalam iman mereka ini, maka mereka mempunyai kuasa dan pengaruh dalam menghadapi dunia.[5] Kedua, Kesatuan yang diutarakan oleh Berkouwer, yaitu yang dimaksud dalam bagian ini (Yoh. 17:21), bukan 'kesatuan yang mistik' atau kesatuan batiniah yang tidak kelihatan tetapi kesatuan kebenaran, pengudusan dan kasih sebagai suatu realitas yang nampak, yang dapat dilihat oleh tiap-tiap orang.[6]
Kedua cara pandangan di atas mempunyai hubungan satu dengan yang lain. Kesatuan di antara orang percaya dalam realitas itu akan mungkin karena terlebih dahulu ada kesatuan kepercayaan dalam Kristus. Sebaliknya kesatuan rohani antara orang percaya perlu suatu perwujudan supaya dunia boleh melihat dan percaya. Hal keyakinan pada dasarnya adalah rohani; dan kesatuan di antara orang percaya pada hakekatnya adalah rohani (I Kor. 1:2,9; 12:12-13), tetapi juga perlu kenyataan atau perwujudan dalam kehidupan (band. Efesus 4:1-6). Tuhan Yesus dalam doaNya mengungkapkan bahwa kesatuan itu pada dasarnya adalah rohani, namun hendaknya kesatuan itu ada dalam realitas, dapat dilihat oleh tiap-tiap orang. Pembahasan lebih lanjut akan menelaah mengenai kesatuan (kesatuan diartikan sama dengan keesaan, hal ini diterima oleh kebanyakan tokoh gereja hingga saat ini) di antara orang percaya. Kesatuan di antara orang percaya hanya dimungkinkan karena kepercayaan kepada Kristus (Yoh. 17:20). Kesatuan di antara orang percaya berhubungan dan berdasarkan pada kesatuan Bapa dan Anak. Kesatuan di sini erat hubungannya dengan kebenaran, kekudusan (ay. 17-19), kemuliaan (ay. 22,24) dan kasih (ay. 23,26), semuanya untuk dapat dilihat orang (ay. 21,24).
Bapa dan Anak secara zat atau esensi adalah satu (Yoh. 10:30), sehingga apa yang Bapa miliki juga dimiliki oleh Anak (Yoh. 16:15). Tetapi kesatuan ini tanpa dinyatakan kepada manusia, maka itu tidak akan berarti dan tidak dimengerti oleh manusia. Sebab itu Kristus yang mulia harus datang ke dalam dunia untuk menyatakan hal ini (Yoh. 1:14; band. Yoh. 17:24). Kedatangan Kristus sejak semula yaitu melakukan kehendak Bapa untuk mati di atas kayu salib (Yoh. 3:14-17; band. Fil. 2:8). Kristus datang untuk menyatakan Allah Bapa kepada manusia (Yoh. 14:9-10). Tetapi dalam melihat hubungan Kristus yang unik dengan Allah Bapa, dan sekaligus memperkenalkan Allah Bapa kepada manusia, maka itu diwujudkan melalui perbuatan-perbuatanNya (Yoh. 14:11). Segala sesuatu yang Kristus lakukan dan katakan semuanya sesuai dengan kehendak Allah Bapa (Yoh. 8:28; 14:24).
Jikalau kesatuan orang percaya ada dalam kesatuan Bapa dan Anak (ay. 21), maka kesatuan itu juga adalah dalam melakukan segala pekerjaan yang sesuai dengan Firman Tuhan, atau melakukan segala pekerjaan seperti Kristus melakukan pekerjaan Allah. Kesatuan di antara orang percaya atau gereja akan terwujud jikalau orang percaya atau gereja melakukan pekerjaan Tuhan sesuai dengan yang difirmankan Tuhan, dengan demikian barulah dapat membawa orang-orang untuk percaya kepada Kristus dan mengaku Kristus sungguh diutus Allah, sebagai Juru Selamat (ay. 21,23).[7] Berhubungan dengan kemuliaan, jika orang-orang percaya menyatakan kemuliaan Kristus, maka ini akan menghasilkan kesatuan asasi. Pemahaman tentang kesatuan di antara orang percaya atau gereja di atas, hampir sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Dr. Harun Hadiwijono yakni bahwa kesatuan yang dirindukan oleh Kristus dalam doanya itu, adalah terletak dalam berkata dan berbuat seperti yang difirmankan dan diperbuat oleh Bapa dan Anak: Perkataan dan perbuatan mereka harus mendemonstrasikan Firman dan karya Kristus dan Bapa. Di situlah mereka dipersatukan dengan Bapa dan Anak. Jikalau semua itu terjadi, maka dunia akan percaya bahwa Allah Bapa benar-benar telah mengutus Kristus untuk menyelamatkan dunia ini. Berdasarkan hal ini, maka tidak benar untuk menafsirkan doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:20, 21, sebagai amanat untuk mendirikan satu gereja yang esa.[8]

PERTUMBUHAN GEREJA: KARYA ROH KUDUS DALAM MENDIRIKAN GEREJANYA (KIS. 2:37-47)

Pertobatan
Kata pertobatan atau bertobat digunakan sekitar 60 kali dalam Perjanjian Baru. Kata Yunani untuk pertobatan adalah “metanoia. Iverson dan Asplund mengatakan bahwa, “metanoia merujuk pada perubahan pemikiran dan perasaan atau sebuah perubahan prinsip dan praktik yang mengubah masa lalu. Ini merupakan sebuah perubahan nilai-nilai batin yang menghasilkan perubahan tindakan.”[9] Iverson dan Asplund juga mengutip perkataan Robertson yang menafsir kalimat Petrus sebagai berikut “ubahlah pemikiran dan kehidupanmu; berbalik pada haluan yang benar dan lakukanlah sekarang. Anda telah  menyalibkan Yesus. Sekarang nobatkan Dia dalam hatimu sebagai Tuhan dan Kristus.”[10]
 “Jadi “bertobatlah” (BIS: tinggalkanlah) dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; (Kis. 8:22). Kata “Μετανόησον ataubertobatlah” dalam ayat ini ialah verb imperative aorist active 2nd person singular. Menurut Louw-Nida Lexicon, memiliki arti yang sama dengan kata Μετανόησον pada pasal 3 ayat 19. Newman dan Nida menulis, bertobat disini berarti “berhenti memikirkan dan melakukan hal yang jahat.”[11]
            Pertobatan mencakup hal berpaling dari tingkah laku yang buruk (Kis. 8:22) dan berbalik pada cara berpikir yang baru (Mrk. 1:15). Bertobat bukan sekadar sadar akan dosa. Dukacita dari Allah mendahului pertobatan. Roh Kudus membuat para pendengar di Yerusalem “sangat terharu” (Kis. 2:37). Mereka sadar akan dosa mereka, namun belum bertobat. Orang-orang boleh berada dalam kebaktian ibadah, dihadirat Tuhan, dan hati mereka tertusuk. Mereka menyadari kebobrokan mereka dihadapan Allah yang kudus, serta menemukan suatu cara untuk mengungkapkan perasaan itu. Tetapi apabila mereka meninggalkan ibadah tanpa mengubah pikiran mereka serta arah kehidupan mereka dan terus melakukan apapun yang sudah diinsafkan oleh Tuhan, mereka tentu saja belum bertobat. Pertobatan palsu adalah sukacita yang berpusat pada diri sendiri tentang akibat-akibat dosa.
Bertobat dan berbalik kepada Allah untuk diselamatkan, dibaptis dan menerima Roh Kudus. Menyelamatkan orang Kristen dari angkatan yang jahat dan memimpin mereka memasuki jalan kehidupan yang baru, kehidupan yang normal dan berkemenangan. Kehidupan dan terang menjadi milik mereka (Kis. 4:12; 15:11; 16:30-31).

Baptisan
            Baptisan air merupakan pertanda awal bahwa seseorang telah bertobat dan percaya kepada Yesus. Kata “βαπτισθήτω” ialah verb imperative aorist passive 3rd person singular from βαπτίζω. Louw-Nida Lexicon memberi penjelasan  sebagai berikut, to employ water in a religious ceremony designed to symbolize purification and initiation on the basis of repentance - 'to baptize, baptism.[12]  
Donald Palmer menjelaskan,
In Pentecostal churches, every believer is not only to seek the baptism of the Holy Spirit, but also the continual filling and power of the Spirit for service. . . Eugene Kelly, director of the Christian and Missionary Alliance in Colombia, mentions the average Pentecostal's “implicit faith that God will work through him through the power of the Holy Spirit.” The Pentecostal's attitude is one of “God and I can do great things together.” This is clearly reflected in the words of one Pentecostal pastor, “Any man, any woman, any person can do miracles with the power of the Holy Spirit. Every believer can work miracles because every believer can have the power of the Holy Spirit.”[13]

Kisah Para Rasul 2:38 dapat diterjemahkan, “Kamu harus bertobat dan sebagai ungkapannya, biarlah setiap orang diantaramu dibaptis dalam nama Yesus Kristus supaya dosa-dosamu diampuni.” Ketika Petrus memerintah semua pendengarnya  untuk bertobat, dia menyuruh mereka secara perorangan untuk dibaptis. “Hendaklah kamu masing-masing  memberi dirimu dibaptis.” Hal ini bukan dengan paksaan melainkan setiap orang harus mengambil keputusannya sendiri. Dengan demikian tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya" (Kis. 10:43). untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan (Kis. 26:18).
            Kata “ἄφεσιν” atau “pengampunan” berarti benar-benar dibebaskan, dilepaskan dari penawanan, diampuni dan dimaafkan dari dosa.[14] Kata ini dapat diartikan sebagai tujuan, yaitu tujuan dari bertobat dan dibaptiskan. Misalnya, “supaya dosamu diampuni” atau dalam bentuk aktif “maka Allah akan mengampuni dosa kalian.”[15] Dan juga berarti bahwa to remove the guilt resulting from wrongdoing - 'to pardon, to forgive, forgiveness.”[16] Jadi pengampunan terjadi sebaagi hasil dari pertobatan, yang ditandai dengan baptisan. Pertobatan dan baptisan membebaskan orang-orang yang bertobat dari dosa. Orang-orang yang percaya menerima anugerah Allah untuk menaklukan dosa (Rm. 6: 3-4; Kol. 2: 11-13).

Roh Kudus
            Dari segi teologis, tema yang dominan dan berpengaruh dari Kisah Para Rasul adalah aktivitas Roh Kudus.[17]  Bahkan, kitab ini lebih tepat jika diberi nama Kisah Roh Kudus.  Lukas melihat turunnya Roh Kudus atas orang-orang percaya pada hari Pentakosta sebagai peristiwa kunci bagi lahir dan berkembangnya komunitas Kristen di aeon yang baru.[18]  Janji yang dibuat oleh Yesus yang telah bangkit mengenai Roh Kudus yang akan turun seperti tercantum dalam Kisah Para Rasul 1:4 dan ayat berikutnya. telah dipenuhi untuk murid-murid dalam pasal dua dan untuk orang percaya non-Yahudi di dalam pasal sepuluh.  Dengan kuasa Roh, yang dinyatakan dengan tanda-tanda adikodrati, para murid melakukan tugasnya; penerimaan Injil kepada orang-orang yang bertobat pun dihadiri oleh tanda-tanda kuasa Roh.
Secara khusus dalam hubungannya dengan Kisah Para Rasul 2, karya Roh Kudus sangat ditekankan oleh Lukas.  Dimulai dari ayat empat, bukan hanya Lukas berkata bahwa “penuhlah mereka dengan Roh Kudus,” tetapi lidah-lidah api ditebarkan dan hinggap pada “masing-masing dari mereka” (ay. 3). Aktivitas Roh Kudus pada hari Pentakosta dianggap sebagai penggenapan langsung dari nubuatan PL.  Kutipan dari Yoel 2:28-32 dalam Kisah Para Rasul 2:17-21 mengacu kepada “hari-hari terakhir” dan inaugurasi[19] dari “the great and manifest day of the Lord.” Bagaimana Petrus menangkap signifikansi penggepanan nubuatan ini, dan keberaniannya di dalam memproklamasikan berita ini, merupakan bukti nyata aktivitas Roh Kudus.
            Terakhir, janji akan Roh Kudus diberikan kepada mereka yang bertobat, dibaptis, dan menerima pengampunan (Kis. 2:38).  Sebagai dampaknya, hal ini berarti bahwa semua orang yang sungguh-sungguh bertobat dan percaya dan mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan kelompok orang percaya akan menerima karunia Roh Kudus (ay. 39).  Dengan demikian, tiga ribu orang yang dibaptiskan harus diasumsikan juga menerima Roh Kudus.  Roh Kudus diberikan kepada semua orang percaya.[20] Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika komunitas jemaat mula-mula dapat memiliki komitmen yang kuat ketika mereka bertekun dalam pengajaran, persekutuan, memecahkan roti, dan berdoa.
            Salah satu keuntungan pertobatan adalah pengampunan. Keuntungan lainnya adalah menerima karunia Roh Kudus. Ketika mengatakan “kamu akan menerima Roh Kudus,” Petrus  bermaksud bahwa pribadi Roh Kudus adalah karunia itu. Petrus memakai kata “domean,” sebuah kata umum untuk karunia, bukan charisma (1Kor. 12 - yang mengacu pada kesembilan karunia Roh). Kisah Para Rasul mencatat beberapa hal berkaitan dengan Roh Kudus yang merujuk pada: Orang-orang yang percaya dibaptis dalam Roh Kudus (1:5; 11:16). Roh Kudus turun ke atas mereka (1:8; 19:6; 10:44; 11:15). Penuh dengan Roh (2:4; 4:8, 31; 6: 3, 5; 7:55; 9:17; 11:24; 13:9, 52). Roh Kudus dicurahkan atas mereka (2:17, 18, 33; 10:45). Menerima Roh Kudus (2:38; 8:15, 17; 10:47; 19:2).
            Roh Kudus berdiam dalam diri orang-orang yang datang kepada Tuhan dengan pertobatan sungguh-sungguh dengan iman. Mereka menjadi anak-anak Allah (Yoh.1:12). Roh tidak hanya datang untuk diam di dalam umat-Nya, melainkan datang untuk membasahi, memenuhi, memimpin dan menguasai kehidupan mereka. Roh Kudus mengubah orang yang bertobat, membentuknya sesuai sifat Kristus dan menarik orang lain kepada Kristus.[21]
Orang-orang Kristen mula-mula pada awalnya dibaptis dan dipenuhi Roh Kudus, lalu mereka dengan berani memberitakan Firman Allah (Kis. 4:31). Memberi kuasa kepada orang-orang percaya untuk mengatasi rintangan-rintangan yang akan dihadapi. Orang Kristen harus memiliki kuasa Roh Kudus. Baptisan Roh memberi kekuatan dan harus selalu berjalan di bawah pengaruh Roh Kudus. [22]
             
Hidup Takut akan Tuhan
Karya Roh Kudus yang sering terjadi menimbulkan rasa hormat yang mengagumkan terhadap Allah kepada seluruh jemaat. Rasa takut ini dialami “mereka semua” (Kis. 2:43). Tanda-tanda adikodrati membuat rasa takut akan Tuhan bukan saja pada dalam jemaat gereja mula-mula, tetapi juga atas orang-orang di luar jemaat. Lukas seringkali merujuk kepada takut akan Tuhan dalam Gereja mula-mula di Kisah Para Rasul (Kis. 5:11; 9:31; 19:17).
Iverson dan Asplund menuliskan, takut akan Tuhan merupakan penghormatan dan respek yang mengagumkan kepada Tuhan, mengetahui bahwa Dia sungguh-sungguh adil dan penuh kemurahan hati dan kebenaran. Dia mengganti kerugian dan memberi penghargaan kepada orang yang patuh dalam iman. Dia mengadili dan menghukum orang yang tidak patuh dalam iman.[23]


DAMPAK OIKUMENE TERHADAP PERTUMBUHAN GEREJA

Gereja Bertumbuh Secara Kuantitas
            Kitab Kisah Para Rasul menunjukan tentang pertumbuhan gereja yang sangat drastis. Orang-orang yang menanggapi secara aktif – tidak pasif, memiliki keyakinan yang teguh, komitmen dan perubahan dalam hidup mereka. Kata “ditambahkan”berarti bergabung, menjadi bagian, kepunyaan, melibatkan diri.”[24] Gagasan yang mengatakan “ditambahkan” kepada gereja disebutkan berulang kali ketika gereja terus mengalami pertumbuhan secara kuantitas. Kenyataannya bahwa orang percaya mula-mula “ditambahkan kepada gereja.” 
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (Kis. 2:41, 47).

“ karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan (Kis.11:24).

Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan (Kis. 4:4).
      
Gereja mula-mula merupakan sebuah organisme yang hidup dan bertumbuh baik secara kuantitas maupun kualitas. Gereja di Yerusalem bertambah dari 120 menjadi 3.000 pada hari pertama. Setelah mujizat terjadi di halaman bait suci, jumlah itu bertambah menjadi sekitar 5.000 laki-laki, dan mungkin juga banyak wanita dan anak-anak. “Tetapi di antara orang yang mendengar ajaran itu banyak yang menjadi percaya, sehingga jumlah mereka menjadi kira-kira lima ribu orang laki-laki (Kis. 4:4). Dan makin lama makin bertambahlah jumlah orang yang percaya kepada Tuhan, baik laki-laki maupun perempuan (Kis. 5:14).
Pada akhirnya, pertumbuhan gereja secara kuantitas berubah dari penambahan menjadi pelipatgandaan. “Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya” (Kis. 6:7).

“… jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus. Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan (Kis. 9:31, 42).

“Dan tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan. … Dan tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan (Kis. 11:21, 24).

13:43 Setelah selesai ibadah, banyak orang Yahudi dan penganut-penganut agama Yahudi yang takut akan Allah, mengikuti Paulus dan Barnabas; kedua rasul itu mengajar mereka dan menasihati supaya mereka tetap hidup di dalam kasih karunia Allah.

                        Ada beberapa hal yang menjadi contoh dalam pekabaran Injil:

a.       Di Yerusalem, pertambahan jiwa disebabkan oleh doa dan pencurahan Roh Kudus (Kis. 4:4).
b.      Di Samaria, Filipus memberitakan Injil kepada orang Samaria disertai dengan mujizat kesembuhan (Kis. 8:5-8)
c.       Di Lida, Petrus menyembuhkan Eneas dan hasilnya semua penduduk di Lida dan Saron berbalik kepada Tuhan (Kis. 9: 34-35).
d.      Di Siria, Injil diberitakan oleh beberapa orang Siprus dan Kirene. Tuhan menyertai mereka dan sejumlah orang percaya dan berbalik kepada Tuhan (Kis. 11:20-21)
e.       Di Pisidia, orang Yahudi menolak Injil, tetapi orang non-Yahudi dengan gembira menerimanya (Kis. 13: 44, 48-49).
f.        Di Tesalonika, pengajaran yang sistematis dan persuasig di Bait Allah menjangkau orang-orang Tesalonika. Beberapa dari mereka menjadi yakin dan menggabungkan diri dengan Paulus dan Silas dan juga sejumlah besar orang Yunani yang takut kepada Allah dan juga perempuan-perempuan terkemuka (Kis. 17: 2-4).
g.      Di Korintus, Tuhan yang menjanjikan sebuah penuaian orang banyak dalam kota itu kepada Paulus (Kis. 18: 9-11).
h.      Di Efesus, Tuhan menunjukan bermacam-macam mujizat yang menakjubkan untuk menjangkau Efesus (Kis. 19:17-20).

       Dengan demikian Amanat Agung Tuhan Yesus tidak dapat diabaikan. Untuk menjalankan amanat-Nya, Ia memberikan berbagai macam cara untuk melaksanakannya.
            Pertumbuhan kuantitatif atau jumlah merupakan pertumbuhan yang alkitabiah sebagaimana terjadi dalam sejarah pertumbuhan gereja dimulai sejak zaman para Rasul. Pertumbuhan tersebut berlangsung secara berkesinambungan. Dalam kitab Kisah Rasul dituliskan bahwa pada awalnya orang-orang yang mengikut Kristus dan disebut sebagai murid Yesus berkumpul di Yerusalem untuk menanti turunnya Roh Kudus. Pada saat janji turunnya Roh Kudus tersebut digenapi maka orang-orang percaya tersebut dipenuhi dengan Roh Kudus dan atas mereka tampak seperti lidah-lidah api. Dari peristiwa pentakosta inilah terjadi suatu titik balik dimana para murid yang kemudian menjadi rasul-rasul memiliki kuasa untuk memberitakan Injil di seluruh negeri. Para rasul kemudian dengan berani memberitakan Injil, demikian pula murid-murid yang lain pada waktu itu menerima pencurahan Roh Kudus dengan keberanian memberitakan Injil.
Multiplikasi dan pertumbuhan terjadi setelah mereka menerima Roh Kudus dan berani memberitakan Injil Kristus. Khotbah Petrus telah menguncang banyak orang dengan penuh kuasa dan keberanian dari Allah, Ia menyampaikan Karya Kristus kepada orang-orang Yahudi sehingga pada hari itu sekitar tiga ribu orang menerima diri dan dibaptis.
Peran gereja disini adalah  menarik banyak orang melalui kesaksian, persekutuan, penggembalaan dan pemberitaan Injil. Sehingga bertambahlah para pengikut Kristus. Pemberitaan Injil disini memiliki peran yang besar baik secara langsung maupun melalui kesaksian pribadi.
Yesus Kristus menjadi isi pusat pekabaran Injil. Tentulah tidak kebetulan bahwa jemaat pertama berkumpul di Yerusalem, sebagai tanda persiapan berkumpulnya semua bangsa. Yerusalem ditunjuk oleh Tuhan Yesus juga selaku pangkalan pekabatran Injil sampai keujung bumi (Kis 1:8). Di situlah para murid, yang ditinggalkan oleh Tuhannya itu, harus menungguh kedatangan Roh Kudus, di situlah Roh Kudus dicurahkan (Kis 2:1-13).  Disitulah pula diadakan pemberitaan Injil yang pertama (Kis 2:14-39)
Jadi orang-orang Yahudi dari Diaspora yang sudah masuk Kristen. Mereka itu masih disebut orang Hellenis dalam kis 6:1. Juga golongan ini berpusat di Yerusalem, tetapi kemudian, akibat penganiayaan, mereka berserak-serak ke daerah Yudea dan Samaria (Kis 8:1), di mana mereka mulai mengabarkan Injil (Kis 8:4), misalnya Filipus kepada orang-orang Samaria (Kis 8:5,26), bahkan seorang sida-sida yang berasal dari Etiopia, rupa-rupanya seorang proselit, ditobatkannya sampai dibaptis (Kis 8: 26-40).
Kemudian yang menjadi pusat pekabaran Injil ialah terutama Kaisaria (Kis 8:40; 21:8). Kegiatan missioner golongan ini tak terbatas : Fenisia, Siprus, Antiokhia (Kis 11:19), dimana Injil Tuhan Yesus dibawa sampai kepada orang-orang kafirpun (orang-orang Yunani, kis 11:20). Berkat pekerjaan itu “Sejumlah orang dibawah kepada Tuhan (kis 11:24, 26).

Gereja Bertumbuh Secara Kualitas
Gaya Hidup Gereja Mula-Mula
42“Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. 43Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. 44Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, 45dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. 46Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, 47sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kis. 2: 42-47)
Dalam injil sinoptik, murid-murid pertama sangat mungkin menyadari bahwa mereka disatukan dalam sebuah komunitas yang telah dipersiapkan oleh Yesus. Dalam konteks kesatuan kepenulisan Lukas, hal ini dapat terlihat melalui usaha Lukas dalam injilnya yang menarasikan kehidupan dan pelayanan Yesus bersama dua belas murid yang senantiasa menyertai-Nya, di mana mereka menyaksikan sendiri apa yang Yesus perbuat dan ucapkan.  Semua ini untuk mempersiapkan murid-murid menjadi saksi-saksi bagi Kerajaan Allah dan meneruskan pelayanan-Nya.[25]
            Peristiwa penting yang menandakan kemunculan komunitas Kristen di suatu lokasi tidak diragukan lagi terjadi pada hari Pentakosta.  Komunitas ini bukan diaktifkan pada saat turunnya Roh Kudus.  Kuasa Roh dijanjikan untuk bersaksi tentang Yesus ke seluruh dunia (1:8).  Tetapi tidak ada petunjuk bahwa para murid pernah mendiskusikan rencana untuk pergi bermisi.  Ketika mereka mulai bersaksi, hal itu terjadi secara spontan.  Kisah Para Rasul meyakinkan kita bahwa gereja pada esensinya merupakan sebuah komunitas Roh. Komunitas ini dikontrol dan diarahkan oleh Roh dan kebenaran ini penting pada fungsi pelayanan.
            Komunitas jemaat mula-mula merupakan model yang secara spontan memancarkan pola-pola perilaku dalam hidup berkomunitas pasca turunnya Roh Kudus.  Paling tidak ada dua pola perilaku yang harus menjadi perhatian kita, yaitu:
Pertama: Orang-orang percaya tetap bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah milik bersama (2:44; 4:32).  Dana bersama disediakan untuk orang-orang yang memerlukan sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Orang-orang percaya memberikan kontribusinya dengan sukarela, bukan karena kewajiban apalagi keterpaksaan. Hal yang lebih penting dari masalah harta benda komunitas tersebut adalah kepedulian sosial yang kuat yang dirasakan di antara sesama orang-orang percaya. Pemenuhan kebutuhan khusus disediakan bagi para janda (6:1). Seluruh kegiatan yang ditekankan dalam komunitas kelihatannya dilakukan karena rasa tanggung jawab terhadap mereka yang secara status sosial disisihkan dan secara materi berkekurangan. Di kemudian hari, gereja Antiokhia melakukan tindakan yang sama kepada gereja Yerusalem yang lebih membutuhkan (Kis. 11:27 dab.), sebuah tindakan yang tidak dapat diragukan disarankan oleh rasul Paulus (bdk. 1Kor. 16:1 dab.), sebagai suatu alat untuk mendemonstrasikan kepedulian orang-orang kafir terhadap saudara-saudara mereka orang Yahudi.
Kedua: Pola perilaku lainnya yang secara spontan dibangun adalah proses penyembahan bersama di bait Allah dan perjamuan kasih di rumah-rumah orang percaya.  Saling berbagi dalam hal materi bukan satu-satunya ekspresi indahnya persekutuan. Apa yang signifikan adalah kombinasi dari penyembahan bersama dengan kepedulian bersama terhadap kebutuhan fisik masing-masing.[26]  Aspek penyembahan termasuk waktu untuk berdoa bersama dan memecahkan roti (Kis. 2:42-47).  Aktivitas-aktivitas ini menolong mengikat orang-orang percaya ke dalam sebuah persekutuan dan membuat mereka mengenali kesatuan esensi mereka dalam Yesus Kristus. Kisah Para Rasul tidak memberi indikasi bagaimana perjamuan Tuhan dilakukan, tetapi tidak ada keraguan bahwa orang Kristen mula-mula melihat hal ini sebagai suatu kebutuhan untuk dilakukan.  Pada mulanya, hal ini kelihatannya dilakukan setiap hari (2:46), karena dikaitkan dengan penyembahan di bait Allah yang dilakukan secara kontinu. Catatan Lukas memberi kesan bahwa pujian kepada Allah berpengaruh untuk mempersatukan murid-murid.  Penekanan pada doa bersama di bagian awal Kisah Para Rasul juga terlihat begitu impresif (bdk. 1:14 dsb.; 2:42; 3:1; 4:24 dab.; 6:6; 12:12; 13:1 dsb.).

Pelayanan (2:44, 45, 47; 4:32, 35; 10:2, 38; 6:4)
Pelayanan yang berkenan adalah pelayanan dengan Roh Kudus sebagaimana Yesus pernah lakukan ketika Ia ada di bumi yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia (Kis.16; 10:38). Roh Kudus menolong seorang Kristen untuk melayani karena kasih Kristus telah mendiami hati orang percaya dan berkewajiban memikul kuk yang diberikan oleh Tuhan untuk mengasihi sesama manusia.
Bagi Paulus, kata “pelayanan” mencakup seluruh dimensi tugas Kristen (Ef. 4:8,12). Semua murid Kristus terpanggil kepada tugas pelayanan ini. Ketika setiap anggota Tubuh “bekerja dengan benar”, Tubuh Kristus bertumbuh dalam ukuran, dalam kedalaman rohani dan dalam jangkauan (Ef. 4:16). “Pelayanan” internal mencakup pelayanan jemaat setempat kepada Tuhan adalah ibadah (melalui doa, pujian, sakramen, dan mendengar Firman-Nya), pelayanan anggota satu sama lain ”untuk kepentingan bersama” (1 Kor. 12:7; 2 Kor. 8:4), pelayanan mengajar yang melaluinya jemaat yang percaya itu ditanami norma-norma tradisi rasuli (Kis. 6:4; Rm. 12:7).
Ketiga hal ini: ibadah, berbagi, dan mengajar sangat penting bagi vitalitas kehidupan batin setiap jemaat Allah. “Pelayanan” eksternal juga mempunyai tiga komponen. Ketiga komponen ini sering digambarkan sebagai “misi” Gereja karena ketiganya mencakup semua hal yang harus dilakukan oleh orang Kristen dan karena itulah mereka diutus ke dunia. Ada panggilan khusus yakni mereka yang memiliki kebutuhan khusus: ”orang miskin, janda, yatim, tahanan, tunawisma dan lain-lain (Rm. 12:7-8; Gal. 6:10a).
Dan pelayanan tertinggi mereka adalah membawa orang bukan Kristen kepada Yesus Kristus sendiri.[27] Ada tiga rujukan tentang sifat kepelayanan dan kerendahan hati. Ketika Yesus menjelaskan bahwa Ia datang untuk melayani dan memberikan hidup-Nya sebagai tebusan untuk banyak orang, Ia memaksudkan hal itu sebagai teladan tentang kebesaran untuk kita (Mrk. 10:43-45; bandingkan dengan Mat. 20:25-28). Ketika terjadi perdebatan mengenai siapa murid yang paling besar, Yesus mengatakan bahwa yang paling besar adalah dia yang melayani. Ia kemudian mengatakan, “Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Luk. 22:24-27). Setelah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya, Ia memaksudkan tindakan itu sebagai hal yang harus diteladani oleh murid-murid-Nya (Yoh. 13:14-17).[28] Pelayanan Yesus adalah teladan terbaik untuk melayani dengan benar. Pelayanan yang digerakkan noleh belas kasihan dan bukan karena kebaikan semata.

Penderitaan
Banyak orang percaya telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja (Kis. 11:19). Hal ini menunjukkan bahwa mereka tetap berani memberitakan Yesus Kristus walaupun mereka dianiaya dan menderita ditangkap dan dipenjara.
Hal yang sama dialami oleh rasul-rasul yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara (Kis. 5:18; 13:50; 21:30). Namun mereka mendapat kabar: "Lihat, orang-orang yang telah kamu masukkan ke dalam penjara, ada di dalam Bait Allah dan mereka mengajar orang banyak" (Kis. 5:25). Sepanjang kehidupan rasul Paulus selalu ada penderitaan, tetapi ia tidak menyerah dan tetap berani menyatakan kebenaran dan Injil Yesus Kristus.
Penderitaan itu sendiri tidak membuktikan apa-apa. Tetapi penderitaan yang dialami karena “pengenalan akan Kristus”, dan kehilangan yang dialami “agar memperoleh Kristus” (Flp. 3:8) membuktikan bahwa Kristus sangat bernilai. “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya…Bersukacitalah dan bergembiralah karena upahmu besar di sorga” (Mat. 5:11-12). Kehilangan dan penderitaan yang kita terima dengan sukacita demi Kerajaan Allah menunjukkan supremasi kemuliaan Allah dengan lebih jelas lagi di dalam dunia daripada yang dapat ditunjukkan oleh ibadah dan doa.[29]
Melalui penderitaan yang dialami gereja mula-mula yang menyebabkan pertumbuhan gereja semakin pesat karena semua murid Yesus mengerti bahwa penderitaan diperlukan untuk meneguhkan iman dan menuju kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Ef. 4:13).

Kesimpulan

Pertama: Oikumene Dan Pertumbuhan Gereja Merupakan Kehendak Allah
Pertumbuhan gereja adalah kehendak Allah karena Allah sendirilah yang menghendaki agar gereja-Nya bertumbuh. Hal ini dengan jelas diungkapkan dalam Firman Tuhan berikut ini,  “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa” (Kis. 2:41). Kisah Para Rasul 2:47 mengatakan bahwa, “ . . . Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan.Frasa Tuhan “menambah jumlah mereka” (προσετίθει) ini adalah verb indicative imperfect active 3rd person singular. Ungkapan ini dapat diterjemahkan sebagai “membuat jumlah mereka semakin bertambah.”[30] Menurut Louw-Nida Lexicon, kata “προσετίθει” ialah to add something to an existing quantity - 'to add.[31] Frasa “menambah jumlah mereka” menunjuk pada penerimaan dari orang-orang Kristen mula-mula. Seluruh jenis dan tingkatan masyarakat yang berbeda menganggap baik para orang-orang percaya pertama ini.  Alkitab menekankan kedaulatan Allah. Tak satupun terjadi di luar kehendak Allah.
Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dari dosa dan kematian kekal. Allah adalah kasih dan Ia menginginkan agar tiap-tiap orang diperdamaikan kepada-Nya. Karena alasan itulah Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus. Kehendak Allah itu sudah jelas, “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Pet. 3:9). Ia menghendaki semua laki-laki dan perempuan di mana pun juga datang kepada-Nya dan ke dalam gereja-Nya. Dengan kata lain merupakan kehendak Allah gereja untuk bertumbuh (Mat. 16:18). Jelas yang membangun gereja adalah Yesus. Pembangunan gereja adalah pekerjaan Allah dan kehendak Allah dan oleh Allah.  Kitab Kisah Para Rasul menyatakan dengan tegas bahwa tiap-tiap hari “Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan (Kis. 2:47). Demikian juga Rasul Paulus menyatakan bahwa “pemberi pertumbuhan” bukan Apollos, bukan juga Paulus tetapi Allah (I Kor. 3:6-7). Maka jelas bahwa kehendak Allah merupakan prinsip mutlak dari pertumbuhan gereja dalam kitab Kisah Para Rasul. Jemaat mula-mula menyadari bahwa Allah menghendaki pertumbuhan gereja yang pesat. Jadi menolak pertumbuhan gereja berarti menolak kehendak Allah.
Yesus berfirman bahwa Dia akan membangun gerejaNya, dan kitab Kisah Para Rasul menunjukan bahwa Dia melakukannya. Kisah Para Rasul memelihara sejarah kehidupan dalam gereja pertama. Kitab yag ditulis oleh Lukas ini, memberi orang Kristen pada zaman sekarang pandangan sekilas tentang contoh ilahi sebelum manusia dapat mengacaukannya. J. B. Philliis menulis bahawa pembaca Kitab Kisah Para Rasul “melihat kekristenan sebagai hal yang nyata, sedang bertindak untuk kali yang pertama dalam sejarah manusia . . . gereja sebagaimana yang dimaksudkan Allah.[32]
             Allah adalah Allah yang memberi hidup dan adalah menjadi sifat-Nya untuk memberikan kehidupan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.[33] Ketika Yesus berkata tentang Gereja-Nya, Dia menjamin pertumbuhan Gereja-Nya: “Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat.16:18). Bagaimana Yesus mengklaim seperti itu? Sebagai Juruselamat, Sang Pemberi Kehidupan, Dia adalah kepala Gereja. Sifat-Nya adalah memberikan kehidupan, dan Gereja-Nya yaitu tubuh-Nya, bertanggungjawab untuk membagikan kehidupan itu kepada dunia.[34] Kita tidak bisa lari dari kenyataan bahwa Gereja yang memberikan kehidupan adalah ciptaan Allah. Itu sebabnya, pertumbuhan gereja yang Alkitabiah harus menyadari bahwa harus berakar di dalam sifat dan kehendak-Nya sebagai pemberi kehidupan.

Kedua: Bekerja Sama Dengan Allah Dan Sesama
Menjadi persoalan yang sering terjadi adalah bagaimana keesaan gereja itu diwujudkan. mengusahakan keesaan gereja yang dipahami sebagai keesaan dalam keanekaragaman sebagaimana terdapat dalam satu tubuh (bdk 1 Kor 12). Setiap anggota tubuh memiliki ciri yang berbeda, tetapi tetap merasa diri anggota seluruh tubuh, sedangkan keesaan tubuh tidak menghalangi keanekaragaman dalam karunia-karunia yang dimiliki masing-masing anggota. Jika demikian bagaimana dapat menyatukan? Jawabannya ialah Tuhan membutuhkanmu.[35] Dia telah memilih untuk bekerja melalui kita, anggota Tubuh-Nya. Dimasukkan ke dalam Tubuh melalui Pembaptisan dan diberi makan secara teratur melalui Ekaristi Kudus, kita anggota Tubuh menjadi alat yang dengannya Allah bekerja. "Kristus adalah Kepala Tubuh, Gereja," tulis St. Chrysostom, "tapi apa yang bisa dilakukan kepala tanpa tangan, tanpa kaki, tanpa mata, tanpa telinga, tanpa lidah?" "Tanpa Tuhan, kita tidak bisa. Tanpa kita, Tuhan tidak akan melakukannya, "kata Agustinus. Dan dia melanjutkan dengan mengatakan, "Berdoalah seolah-olah semuanya tergantung pada Tuhan. Bekerjalah seolah semuanya tergantung padamu." [36]
Orang Kristen mula-mula mencari mujizat dengan iman dan motivasi benar. Mereka tidak mencari uang (Kis. 8:18-24), pertunjukan kekuatan manusia (Kis. 14:11-15). Mujizat itu terjadi ketika orang-orang percaya dan terbuka pada pikiran Allah, berjalan di dalamnya, dan bertindak dengan iman bukan dengan dugaan. Jadi, gereja-gereja bertumbuh ketika mereka bekerja sama dengan Allah untuk membawa kehidupan kepada dunia yang tersesat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti konsep yang memberi kehidupan dari pertumbuhan gereja yang alkitabiah.
Dengan demikian oikumene menjadi suatu yang diharapkan sebagai tempat permusyawaratan dan usaha bersama menuju keesaan gereja. Suatu harapan untuk menjadi tempat bertemu dan bermusyawarah, guna saling bertukar informasi dan pengalaman serta merundingkan usaha-usaha bersama yang dapat dijalankan. Sehingga gereja-gereja yang sekian lama hidup terpisah dalam keterasingan sendiri-sendiri, sangat diperlukan tempat dan waktu untuk saling mengenal dan memahami. Demikian pula usaha bersama membutuhkan tempat untuk memusyawarahkannya dan menyepakatinya sehingga dapat dengan segera bertolak  dari perbedaan-perbedaan paham teologis yang hendak diatasi.  














BIBLIOGRAFI


C. Palmer, Donald. Explosion of People Evangelism. Chicago: Moody Press, 1974.

Darmaputera, Eka. Berbeda tapi bersatu. Jakarta: Gunung Mulia, 1974.

F. Glasser, Arthur. Rasul Paulus dan Tugas Penginjilan dalam Misi Menurut Perspektif
Alkitab. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007.

Fernando, Ajith. Allah Tritunggal dan Misi Jakarta:Yayasan Komunikasi bina Kasih, 2008.

Goodall, Norman. The Ecumenical Movement. London: Oxford University Press, 1966.

Iverson, Dick dan Larry Asplund, Gereja Yang Sehat dan Bertumbuh.  Malang: Gandum
Mas, 2003.

Jonge, Christiaan de. Menuju Keesaan Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 2014.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

L. McIntosh, Gery. Biblical Church Growth. Malang: Gandum Mas, 2012.

Morris, Leon (New Testament Theology. Grand Rapids: Zondervan, 1986.

M. Coniaris, Anthony. Philokalia: The Bible of Orthodox Spirituality. Mineapolis: Light and
Life Publishing Company, 1998.

M. Newman, Barclay dan Eugene Nida, A Translators Handbook of Acts. Jakarta: LAI dan
Yayasan Karunia  Bakti Budaya Indonesia, 2008.

Pattiasina, J.M dan Weinata Sairin. Gerakan Oikumene Tegar Mekar Di Bumi Pancasila.
Jakarta: Gunung Mulia, 1997.
Piper, John. Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita!. Bandung: Lembaga Literatur Baptis,
2003.

W. Klein, William et al., Introduction to Biblical Interpretation. Revised and Updated;
Nashville: Thomas Nelson, 2004.




[1] Dr. Christiaan de Jonge, Menuju Keesaan Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2014), xviii.
[2] J.M Pattiasina dan Weinata Sairin, Gerakan Oikumene Tegar Mekar Di Bumi Pancasila (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), 3.
[3] J.M Pattiasina dan Weinata Sairin, Gerakan, 257.
[4] Jonge, Menuju, 18.
[5] Norman Goodall, The Ecumenical Movement ( London: Oxford University Press, 1966), 357.
[6] Goodall, The Ecumenical Movement, 359.
[7] Eka Darmaputera, Berbeda tapi bersatu (Jakarta: Gunung Mulia, 1974), 94.
[8]  Darmaputera, Berbeda, 97.
[9]  Iverson dan Asplund, Gereja Sehat dan Bertumbuh, 34.
[10] Iverson dan Asplund, Gereja Sehat dan Bertumbuh, 34.
[11] Barclay M. Newman dan Eugene Nida, A Translator’s Handbook of Acts, 238.
[12] Lihat Louw-Nida Lexicon
[13] Donald C. Palmer, Explosion of People Evangelism (Chicago: Moody Press, 1974), 134.
[14] Dick Iverson dan Larry Asplund, Gereja Sehat dan Bertumbuh, 41.
[15] Barclay M. Newman dan Eugene Nida, A Translators Handbook of Acts, 72
[16] Lihat Louw-Nida Lexicon
[17] Donald Guthrie mengatakan, “ ... in Acts, we move into the age of the Spirit.  The activity of the Spirit is in fact in continuity with the mission of Jesus.”  (New Testament Theology (Downers Grove: InterVarsity, 1981), 535.  Dalam kesimpulannya, ia kembali mengatakan, “We may observe at once that this evidence from the book of Acts does not provide us with any reflection on the theology of the Spirit.  It is wholly concerned with his activity  ((New Testament Theology (Downers Grove: InterVarsity, 1981), 548.
[18] Lihat William W. Klein, et al., Introduction to Biblical Interpretation (Revised and Updated; Nashville: Thomas Nelson, 2004) 419.
[19] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia inaugurasi [n] yaitu : 1 pengukuhan resmi dl jabatan atau kedudukan; 2 pembukaan resmi (gedung dsb); 3 perkenalan resmi (mahasiswa baru)
[20] Leon Morris juga mengatakan hal yang sama: “God in Christ has given the Spirit to those who put their trust in Him, and this gift of the Holy Spirit is the necessary equipment for Christian service” (New Testament Theology [Grand Rapids: Zondervan, 1986), 212).
[21] Dick Iverson dan Larry Asplund, Gereja Sehat dan Bertumbuh, 45.
[22] Dick Iverson dan Larry Asplund, Gereja Sehat dan Bertumbuh, 47.
[23] Dick Iverson dan Larry Asplund, Gereja Sehat dan Bertumbuh, 149.
[24] Dick Iverson dan Larry Asplund, Gereja Yang Sehat dan Bertumbuh (Malang: Gandum mas, 2003), 55.
[25] Mengenai hal ini, Marshall mengatakan, “In his editing of Acts he [Luke] shows that the kingdom of God continued to be a theme in the apostolic preaching (Acts 1:8; 8:12; 19:8; 20:25; 28:23, 31).  He correctly recognizes the central place of this theme in the teaching of Jesus (Luke 4:43; 8:1).  In Acts he is right in showing that the kingdom was still a theme of apostolic instruction . . . it is now the kingdom and Jesus that are the theme of preaching.”  (Stuhlmacher, The Gospel), 284
[26]Penulis meyakini bahwa dalam seluruh kegiatan yang digambarkan dalam Kis. 2:42-47 didasarkan atau kasih terhadap Allah yang diekspresikan kepada sesama.  Guthrie mengatakan, “Although among the virtues produced by the Spirit there is no direct refrence to love, yet there are incidents included which show the strong bond of affection which existed among the first believers.  The spontaneous sharing in 2:44ff. and 4:34ff. was an expression of Christian love”.   Hal penting yang harus diperhatikan peran Roh Kudus yang memampukan orang-orang percaya memiliki kasih yang sedemikian besar.
[27] Arthur F. Glasser, “Rasul Paulus dan Tugas Penginjilan” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007),145-146.
[28] Ajith Fernando, Allah Tritunggal dan Misi (Jakarta:Yayasan Komunikasi bina Kasih, 2008),41.
[29] John Piper, Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita! (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2003),354.
[30] Barclay M. Newman da Eugene Nida, A Translators Handbook of Acts (Jakarta:LAI dan Yayasan Karunia  Bakti Budaya Indonesia, 2008), 78.
[31] Lihat Louw-Nida Lexicon
[32] R. C. H. Lenski menyatakan, “disini kami memiliki sebuah gambaran singkat mengenai kehidupan agamawi jemaat Kristen mula-mula. Semua yang perlu hadir dan berada dalam tatanan dan keserasian yang layak. Gereja selalu merasa bahwa ini adalah sebuah keteladanan” (The Interpretation of The Acts of  the Apostles, Augsburg, 1934, hal. 117).
Howard Marshal menulis, “ . . . Kitab Kisah Para Rasul dimaksudkan sebagaia kish dari permulaan orang Kristen untuk menguatkan iman dan memberikan jaminan bahwa dasarnya kokoh” lebih lanjut ia mengatakan Kisah Para Rasul disajikan sebagai contoh untuk dipakai para pembaca Lukas. Maksudnya untuk memperlihatkan kepada orang-orang Kristen pada masa Lukas apa artinya gereja dan bagaimana mereka harus hidup menurut contoh yang ditetapkan pada hari-hari sebelumnya (The Acts of the Apostles, Eerdmans, 1980, hal. 32-33).
David John Wiliams berkomentar, “ini adalah keistimewaan metode Lukas . . . untuk menyelingi kisahnya dengan gamaran-gambaran kecil dari kehidupan dalam gereja mula-mula, yang pasti telah dimaksudkan, sebagai contoh bagi gereja pada masanya:. (Acts, Hendrikson, 1985, hal. 59
[33] Gery L. McIntosh, Biblical Church Growth (Malang: Gandum Mas, 2012), 24.
[34] McIntosh, Biblical, 31.
[35] Lihat catatan philokalia tentang Spiritual synergy. Synergy berarti bahwa Tuhan telah memilih untuk bekerja melalui kita. Tuhan memanggil kita untuk menyerahkan diri kita kepada Kristus agar Dia dapat mempersatukan kita dengan diriNya dan bekerja melalui kita.
[36] Anthony M. Coniaris, Philokalia: The Bible of Orthodox Spirituality (Mineapolis: Light and Life Publishing Company, 1998), 248.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai dengan topik yang dibahas..